Jumat, 12 September 2014

Indonesia Milik Rakyat “Tanpa Sekat”

Indonesia Milik Rakyat “Tanpa Sekat”

Rafli Kande  ;   Musisi, Penyair,
Anggota DPD terpilih asal Aceh Periode 2014-2019
OKEZONENEWS, 11 September 2014

                                                                                                                       
                                                      

Meniti Indonesia pascapilpres 2014 kemarin. Sepertinya ragam “hama” di dalam taman Negeri Pancasila ini belum seluruhnya sirna. Bukan Orasi ataupun Demonstrasi yang menjadi problematika. Namun “lalulalang” hama Provokasi yang terus menerus merajai peran dalam dinamika berdemokrasi di Indonesia. Menjadi proses di dalam berdemokrasi jika perbedaan tumbuh didalamnya.

Me-review perjalanan Bapak Bangsa, bahwa Bung Karno dan Bung Hatta dahulu juga berbeda pendapat dalam menetapkan sistem arah bangsa Indonesia. Demokrasi yang disarankan Bung karno dengan menimbang keadilan atas masyarakat Indonesia dianggap lebih tepat dengan menimbang atas hak yang sama dalam menetapkan arah bangsa.

Berbeda halnya dengan Bung Hatta, yang menimbang secara kedaerahan atau kewilayahan Indonesia yang merupakan Negeri maritime  serta amat sangat luas dengan sekatan oleh lautan menjadikan Federasi menjadi tawaran Bung Hatta untuk Indonesia. Proses Musyawarah yang dilakukan pada saat itu berujung pada penetapkan Indonesia bersistem Demokrasi. Bung Hatta yang hanya mendapat sedikit dukungan dalam Musyawarah tetap konsekuan atas putusan tersebut. Kontribusi Federasi yang disampaikan Bung Hatta, tidak menjadikan Bung Hatta menolak atas penetapan Demokrasi sebagai sistem kenegaraan bangsa Indonesia yang telah ditetapkan secara bijaksana dan mufakat.

Realitas melirik pemerintahan pascapenetapan KPU dan MK atas gugatan salah satu calon, tampaknya masih menyimpan sekatan antarpemilih. Secara gamblang tak ada perbedaan, namun sungguh terasa, bahwa masih “ada api didalam sekam” inilah yang dirasakan saat ini atau dengan bahasa lain, belum semua Masyarakat Indonesia siap berdemokrasi dan konsekuen secara utuh. Hal ini tampaknya membuat Presiden Indonesia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pesannya yang terpublis beberapa waktu lalu menyampaikan kepada presiden terpilih nantinya agar tak membedakan rakyat Indonesia baik yang memilih atau yang menjadi rival saat pemilu berlangsung, tetaplah mereka rakyat Indonesia dan harus dihormati.

Rekonsiliasi saat ini terasa masih sangat tumpul sehingga tampaknya berbagai perihal kecil dengan sengaja menjadi besar dengan dibesar-besarkan dalam upaya membuat konflik tak pernah usia, disinilah peran “hama” yang dimaksud. Persoalan bangsa hendaknya menjadi persoalan bersama oleh seluruh elemen yang ada di Indonesia.  BBM yang kabarnya akan mengalami kenaikan harga mulai menjadi problematika yang terus berulang. Berbagai spekulasi muncul tanpa ada ketegasan Pemerintah secara gamblang untuk menyampaikan Persoalan Bangsa dan mencari solusi Kebangsaan. Penyelamatan Bangsa Indonesia dalam krisis atau hutang tentu tak juga harus menekan rakyat Indonesia menengah ke bawah. Dampak tersebut tentu tak akan tersorot oleh media secara utuh nantinya kecuali sedikit saja dan hal tersebut pun akan menjadi bola yang dimanfaatkan oleh politisi “busuk” nantinya.

Kini, Indonesia akan menghampiri masa krisis kepercayaan bilamana harapan rakyat akan “dihinakan” kembali oleh para pemimpin yang sebenarnya telah diamanahkan akan nasibnya melalui wakilnya. Sekatan demi sekatan membuka jalan perbedaan yang makin “Menganga”. Tanpa Rekonsiliasi dan Rekontruksi pemikiran yang tepat, rasanya akan jauh “panggang dari api” atas apa yang diharapkan anak bangsa. Harapan Rakyat Indonesia akan jauh dari kenyataan.

Dibutuhkan keterbukaan dari pemerintah hari ini dalam mengambil keputusan yang berpihak. Bukankah semua program yang disampaikan saat kampanye lalu keseluruhannya berpihak pada rakyat. Mengapa saat ini harus pertanyakan kembali? Penyelamatan keuangan Bangsa tentu tidak harus menggadaikan para kaum fakir yang terus miskin tanpa solusi pemerintah. Mungkin sebagian rakyat Indonesia yang ekonominya cukup mapan akan menjadi hal yang tak terlalu bermasalah atas naiknya harga BBM, namun tentu perihal tersebut tidak berlaku untuk kaum duafa dan fakir miskin. Seiring dengan akan naiknya harga sembako atas naiknya harga BBM, tentunya pendapatan masyarakat yang terus merendahkan nilai angka menjadikan jumlah masyarakat miskin akan terus bertambah di Indonesia.

Peran para Dewan Perwakilan Rakyat tentu harus menjadi bagian dalam pengambilan kebijakan meskipun Wapres terpilih Jusuf Kalla mengatakan “pertimbangngan naiknya harga BBM, tidak harus menimbang DPR”. Demi Indonesia “Tanpa Sekat” tentu, hal ini hendaknya haruslah menjadi pertimbangan. DPR hendaknya menjadi Perwakilan secara utuh dalam menyampaikan Aspirasi Masyarakat dihadapan Pemerintah. Krisis keprcayaan dan saling curiga antara pemerintah dan Dewan Perwakilah Rakyat serta antar-Partai hendaknya harus segera berakhir jika semua bersepakat membangun Indonesia, bukan “bersama merampok Indonesia”. Anggota Dewan Pimpinan daerah sebagai Peninjau dapat menjadi pendengar terhormat dalam  ragam pendapat secara bersama dan mengambil bagian dalam porsi lainnya dalam berpendapat demi putusan yang bersifat merakyat.

Jika keterlibatan ragam pihak masih menjadi problem bangsa ini, tentu krisis kepercayaan tak hanya akan tumbuh dikalangan Rakyat namun akan menjalar ke Para Dewan dan makin membuat perpolitikan Indonesia makin tidak  sehat dalam berpolitik membangun bangsa. Semoga ini bukan awal dari krisi yang membawa Bangsa ini rebah seperti yang diisuekan para “hama bangsa”. Optimisme membangun bangsa Indonesia haruslah lahir sebagai langkah perubahan 2014 dengan menunaikan semua harapan Rakyat Indonesia yang menginginkan perubahan pasca Pemilu 2014.

Kini langkah awal yang harus diambil adalah bermusyawarah menetapkan putusan yang bepihak pada rakyat khususnya rakyat kecil. Jika pun beban bangsa harus ditanggung bersama, hendaknya beban yang diderita oleh rakyat miskin tak harus disamakan dengan masyarakat Indonesia yang kelas menengah keatas. Indonesia harus dibangun bersama tanpa “sekat” demi Bangsa yang Bermarthabat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar