Apakah
NI Akan Bertahan?
Ibnu Burdah ;
Pemerhati
Timur Tengah dan Dunia Islam;
Dosen Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga
|
KOMPAS,
10 September 2014
TAK lama setelah proklamasinya yang penuh
percaya diri di sebagian wilayah Irak dan Suriah, Negara Islam harus
berhadapan dengan kekuatan-kekuatan besar di Irak, kawasan, bahkan sejumlah
negara Barat dan Australia. Dalam beberapa bulan terakhir, Negara Islam (NI)
berhadapan dengan pasukan Irak, mobilisasi paramiliter kaum Syiah yang
merupakan penduduk mayoritas di Irak, pasukan Kurdi Peshmerga. Iran diyakini
juga sudah terlibat cukup jauh.
Amerika
Serikat, yang terus menahan diri tidak terlibat dalam serangkaian konflik di
kawasan ini dalam tiga tahun terakhir, akhirnya terlibat membendung
pergerakan NI. Australia dan beberapa negara Barat, seperti Inggris,
Perancis, dan Jerman, bahkan Australia, juga turut bergerak bersama AS
melumpuhkan kelompok ini. Bantuan mereka, terutama untuk mempersenjatai dan
melatih pasukan Kurdi Peshmerga, tidak bisa dipandang enteng.
Kendati
keterlibatan AS itu sangatlah terbatas, mesin perang yang mereka miliki
segera mengubah perimbangan kekuatan dan jalannya pertempuran di lapangan. Di
banyak kota di Irak, beberapa tempat strategis sudah dibebaskan dari kelompok
ini. Bahkan, di kota-kota lain—termasuk di Mosul, ibu kota ”khilafah
horor”—mereka juga semakin terdesak.
NI
selama sekitar dua bulan terakhir melakukan serangan ofensif memperluas wilayahnya.
Kini, setelah keterlibatan AS dan negara-negara besar itu, mereka cenderung
defensif, mundur ke arah utara dan barat. Mereka harus lebih banyak bertahan
menghadapi mesin-mesin perang canggih. Mereka tidak sebebas dahulu melakukan
pergerakan konvoi antarkota dengan membawa senjata berat.
Seperti
diketahui, wilayah kekuasaan NI tidak seperti Gaza yang sempit dan padat
penduduk. Wilayah yang mereka duduki membentang luas dan sedikit saja wilayah
yang berpenduduk cukup padat. Jarak antara satu wilayah dan wilayah yang lain
cukup jauh, melewati beberapa padang pasir yang luas. Pergerakan antarkota
dengan persenjataan berat seperti itu
tidak
akan mudah mereka lakukan saat kekuatan udara AS terlibat.
Kekuatan
Mereka
tentu mengandalkan semangat dan militansi pengikut yang sepertinya tanpa
batas. Mesin perang yang mereka dapatkan dari kekacauan perang di Suriah,
juga di Irak, jelas belum bisa mengimbangi mesin perang negara-negara besar.
Berhadapan
dengan paramiliter Kurdi dan massa Syiah, persenjataan mereka sebelumnya
cukup unggul. Akan tetapi, hal itu tidak sebanding dengan kekuatan udara AS.
Bantuan persenjataan sejumlah negara terhadap pasukan Kurdi juga telah
mengubah perimbangan kekuatan di lapangan.
Militansi
pengikut dapat mengkreasikan cara-cara yang di luar nalar untuk
mempertahankan diri, seperti serangkaian bom bunuh diri dalam skala masif,
mutilasi, dan kekejian-kekejian di luar batas. Kematian para pengikut tidak
mereka khawatirkan.
Langkah
semacam ini hampir pasti akan mereka ambil untuk mempertahankan dawlah yang
juga mereka sebut kekhalifahan itu. Praktik bom bunuh diri sudah mereka
lakukan sejak lama. Bahkan, tandzim Al Qaeda dan cabangnya di Suriah, Jabhah
al Nushrah, keduanya sangat radikal, memandang aksi-aksi kelompok NI terlalu
brutal.
Kelompok
NI juga pasti menggunakan segala cara untuk bertahan, termasuk cara-cara
paling keji. Kekuasaan mereka yang luas memungkinkan mereka menyandera
penduduk dan kota-kota yang mereka kuasai. Dan, ini taruhannya tidak
main-main.
Sulit bertahan
Sebagai
sebuah ”negara” dengan keutuhan wilayah, pemerintahan, dan rakyat, NI bisa
dipastikan sulit bertahan. Negara horor itu akan segera runtuh. Kekuatan yang
mengepung mereka, baik dari Irak, kawasan, maupun internasional, terlalu
besar untuk takaran kemampuan mereka.
Namun,
sebagai sebuah kekuatan dan jaringan teroris, kelompok ini mungkin akan
bertahan dalam waktu lebih lama. Kekalahan di Irak akan mendorong mereka
”kembali” ke Suriah. Kekacauan adalah rumah yang indah bagi mereka. Selama
Suriah masih dalam perang, yang terjadi adalah kenyamanan mereka untuk
bertahan. Mereka bisa kembali menyusun kekuatan, baik dengan perekrutan dan
penggemblengan anggota maupun menambah logistik, dan seterusnya.
Aksi
mereka begitu menonjol di Suriah setelah ofensif udara AS terhadap mereka di
Irak. Namun, Suriah sebentar lagi diperkirakan tak seindah itu bagi mereka.
Pasalnya, kekuatan udara AS sepertinya sedang dipersiapkan untuk mengejar
kelompok ini di Suriah. Masa depan kelompok ini akan seperti Al Qaeda, jadi
jaringan teroris internasional yang selalu hadir dan ambil untung dalam
setiap kekacauan di Timur Tengah dan dunia Islam.
Di
sisi lain, keterlibatan AS dan mungkin negara Barat lain akan memberikan
suntikan moral baru bagi para pengikut dan simpatisan yang berada di luar
Irak dan Suriah, termasuk tentunya yang berada di Indonesia. Melawan AS dan
negara-negara Barat ”kafir” adalah heroisme luar biasa bagi kelompok-kelompok
radikal. Bagi mereka, ini adalah kebanggaan besar.
Waspada
Mereka
memiliki argumen tambahan bahwa pilihan hidup mengikuti NI adalah benar.
Buktinya, AS, yang mereka persepsikan sang musuh Tuhan dan umat Islam,
mengerahkan kekuatan untuk melawan mereka. Kondisi ini bisa meningkatkan
aktivitas terorisme dan kekerasan di Tanah Air. Target mereka tentunya adalah
semuanya, terutama kepentingan-kepentingan AS di Indonesia.
Jika
NI sebagai negara bisa dihancurkan di Irak, tidak menutup kemungkinan pula
terjadi ”mudik” massal anggota kelompok ini ke Tanah Air. Inilah yang harus
lebih diwaspadai.
Orang-orang
yang merasa sudah berjuang keras, berjihad membela sesuatu yang bukan
kepentingan mereka, lalu menganggur, dan tak dihargai masyarakat, bahkan jadi
buron kepolisian, pasti cenderung melakukan perlawanan. Itu berarti kekerasan
dan tindakan teror terhadap masyarakat. Apalagi mereka masih ”segar”,
memiliki ilmu dan pengalaman baru yang belum dipraktikkan di Indonesia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar