Presiden,
Antara yang Diinginkan dan Dibutuhkan
Amril Jambak ; Peneliti di Forum Dialog
Lembaga
Studi Informasi Strategis Indonesia
|
OKEZONENEWS,
16 April 2014
Artikel ini telah dimuat di DETIKNEWS 14 April 2014
Artikel ini telah dimuat di DETIKNEWS 14 April 2014
PEMILU Legislatif
2014 usai sudah. Meski penghitungan cepat (quick count) beberapa lembaga survei menempatkan PDIP di posisi
teratas, seperti quick count CSIS & Cyrus, di mana PDIP memperoleh 19,20
persen suara, Partai Golkar 14,40 persen dan Partai Gerindra 11,90 persen
suara.
Meratanya
perolehan suara untuk PDIP, Golkar, dan Gerindra diprediksi akan membuat
koalisi makin sulit ditebak. Diprediksi akan ada tiga atau empat pasang dalam
Pilpres 2014.
Ketua
Departeman Hubungan Politik dan Internasional dari CSIS, Philips J Vermonte
mengatakan selain PDIP, Golkar dan Gerindra yang memiliki suara tertinggi,
ada juga Partai Demokrat, PKB, maupun Partai Nasdem masih mempunyai peluang
besar untuk diajak berkoalisi. Ketiga partai ini memiliki suara yang tidak
terpaut jauh dengan perolehan suara Golkar dan Gerindra.
"Mungkin
ada 3-4 pasang karena suaranya merata," ujar Philips. Ini terjadi karena
semua partai politik belum ada yang mencapai syarat 25 persen.
PDIP
yang diprediksi akan menjuarai perolehan pileg diatas 25 persen, ternyata
tidak tercapai. Padahal dengan pencapian angka 25 persen, dan mengajukan
pencalonan capres-cawapres tersendiri, PDIP dipastikan mampu membentuk
kabinet yang profesional tanpa harus berkoalisi. Namun jika PDIP Kalah,
oposisi merupakan opsi lain yang dia ambil.
Sosok
Prabowo yang menjadi figur dalam tubuh Gerindra pun akan cocok untuk
dicalonkan menjadi presiden. Pasalnya loyalis Gerindra, mampu membedakan
siapakah yang harus merek pilih sebagai pemimpin bangsa.
Sedangkan
partai Golkar yang konsisten selama perjalanan pemilu wajib untuk
diperhitungkan, sekalipun Aburizal Bakrie, kalah dibandingkan Jokowi dan
Prabowo. Tapi banyak rakyat telah memilih Golkar sebagai partai pilihan
mereka.
Jika
berkaca dari tiga besar parpol pemenang pileg hasil quick count tersebut. Tiga nama yang telah disampaikan Ketua
Departeman Hubungan Politik dan Internasional dari CSIS, Philips J Vermonte,
bisa jadi bertarung dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2014 mendatang.
--------------
Penulis
mencatat, di dalam konteks seharian, ada dua bahasa yang perlu dicermati,
yakni diinginkan dan dibutuhkan. Diinginkan belum tentu dibutuhkan.
Secara
lahiriah, keinginan bagaikan hawa nafsu yang hendak dilepaskan sesaat. Artinya
diinginkan, memandang sesuatu tapi tidak memikirkan jangka panjang. Sedangkan
yang dibutuhkan, merupakan keharusan dan penting, karena berbagai
pertimbangan dengan memandang ke depan. Lalu seperti apa pemimpin yang
dibutuhkan ataupun yang diinginkan?
Kata-kata
itulah yang terlontar dari seorang sopir taksi. “Kalau dibutuhkan itulah menjadi prioritas. Tapi yang diinginkan
hanya melihat kondisi sekarang, tidak melihat ke depan. Artinya, yang
diinginkan belum tentu dibutuhkan,” ungkap sopir tersebut, ketika
berbincang dengan penulis, baru-baru ini.
Mengutip
tulisan Prof Dr Baharuddin, M.Ag, Guru Besar STAIN Padangsidempuan. Dalam
pandangan teori Psikologi Islam, suatu tingkah laku selalu berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan atau pemenuhan keinginan.
Meskipun
suatu tingkah laku atau tindakan yang sama dalam bentuk dan jenisnya tetapi
karena berbeda dalam proses terjadinya di mana ada yang didasarkan untuk
memenuhi kebutuhan dan yang lainnya didasarkan keinginan, maka tindakan tersebut
menjadi berbeda.
Tindakan
yang didasarkan kebutuhan adalah tindakan dalam rangka memelihara dan
mengembangkan potensi diri. Sementara tindakan atas dasar keinginan adalah
tindakan yang berorientasi kepada memperoleh kenikmatan atau kelezatan dan menjauhi
ketidaknyamanan. Sesuatu yang mendatangkan kenikmatan akan dilakukan dan
sesuatu yang akan mendatangkan ketidaknyamanan pasti dijauhi.
Tindakan
makan dan minum misalnya, dapat menjadi perbuatan yang didasarkan atas
kebutuhan atau atas dasar keinginan. Makan dan minum yang dilakukan sebagai
upaya memenuhi kebutuhan biologis untuk mempertahankan kehidupan merupakan
contoh dari tindakan yang didasarkan oleh kebutuhan.
Namun
dalam waktu yang sama, makan dan minum bisa saja bukan dalam rangka memenuhi
kebutuhan biologis untuk mempertahankan hidup, bisa juga untuk memenuhi
keinginan hawa nafsu karena memang makan dan minuman yang tersedia sangat
lezat.
Seseorang
akan makan dengan sebanyak-banyaknya kerena memang makanannya lezat. Tetapi kalau makanannya kurang
lezat, dia tidak akan memakannya. Jadi, perbuatan makan dilakukan karena
kelezatan makanan tersebut.
Jadi,
tingkah laku yang didasarkan oleh pemenuhan kebutuhan selalu berhubungan
dengan potensi diri. Sementara tingkah laku yang didasarkan kepada keinginan
selalu berhubungan dengan hasrat kepada yang menyenangkan atau menjauhi yang
tidak menyenangkan.
Atau
dengan kata lain, memuaskan dorongan untuk mendapat kenikmatan dan menghindar
dari yang tidak menyenangkan. Demikianlah, suatu tingkah laku yang didasarkan
kepada kebutuhan tetap akan dilakukan meskipun dalam waktu tertentu tidak
menyenangkan, namun karena itu merupakan pengembangan potensi diri, maka dia
tetap akan melakukannya.
Di
sinilah terjadi dinamika tingkah laku, dalam realitas kehidupan selalu saja
ada orang yang bertingkah laku berdasarkan kebutuhan dan ada pula orang lain
yang bertingkah laku atas dasar keinginannya. Termasuk dalam hal pemilihan
pemimpin, contohnya Pilkada Bupati atau Walikota dan Wakilnya, seseorang
selalu menentukan pilihannya atas dasar kebutuhan atau keinginan.
Pemimpin
yang dibutuhkan adalah pemimpin yang mampu mengembangkan seluruh potensi,
mulai dari potensi fisik-material maupun psikologis-immaterial sampai pada
potensi sumberdaya manusianya.
Pemimpin
yang demikian harus memiliki keutuhan kepribadian, wawasan keilmuan yang
luas, kecerdasan multidimensional, keagungan akhlak, dan kematangan
profesional. Pemimpin dengan ciri-ciri demikian tidak akan melakukan hal-hal
rendahan demi kepentingan pemenangannya. Karena visi dan misinya adalah
mengembangkan sumberdaya.
Demikianlah,
sehingga ia tidak laku bagi para pemilih yang mendasarkan pilihannya pada
kepuasan fisik-biologis dan material. Ia jauh melampaui cara berpikir
materialis, sehingga sangat sulit memenangkan pemilihan, sekalipun pada
hakikatnya kita membutuhkan pemimpin yang seperti ini. Pemimpin yang
diinginkan adalah pemimpin yang dapat memuaskan keinginan pemilihnya, baik
material maupun immaterial.
Pemimpin
yang model ini selalu dipertimbangkan berdasarkan kelompok organisasi dan
golongan, hubungan keluarga, hubungan pertemanan, keuntungan material, janji
politik, suku, ras, bahkan agama. Calon pemimpin yang memiliki kedekatan
teman, organisasi, suku, ras, dan lain sebagainya itu yang akan menjadi
pilihan. Jadi, memilih pemimpin adalah atas dasar kepentingan kepuasan
keinginan yang dibungkus dengan kedekatan-kedekatan tersebut.
Pemimpin
yang diperkirakan akan memenangkan pertarungan selalu adalah pemimpin yang
diinginkan, sekalipun tidak dibutuhkan. Karena memang realitas pemilih
mayoritas memilih pemimpin yang dinginkan.
Pemimpin
yang demikian menjanjikan sejumlah hal yang dapat memuaskan keinginan mereka,
baik keinginan material maupun immaterial. Mereka tidak peduli apakah
pemimpin itu akan mengembangkan potensi yang ada atau tidak, bagi mereka
memuaskan keinginan adalah segala-galanya.
Orang
akan puas dengan mendapatkan sesuatu, misalnya kaos, gambar, spanduk, ongkos,
atau uang. Bukan kebutuhan untuk mengembangkan potensi daerah. Demikian juga,
mereka rela menggadaikan suaranya, demi sedikit imbalan yang mereka terima.
Mereka merasa berhutang budi, hanya karena selembar kaos, atau lainnya,
padahal akibatnya mereka akan mengalami stagnasi dalam pengembangan potensi
daerahnya.
Semoga
kita semakin cerdas memilih pemimpin kita di masa akan datang. Berpikirlah
sebelum memilih, jika tidak ingin menyesal. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar