MH370
dan Daulat Negara
Chappy Hakim ; Mantan Kepala Staf TNI AU
|
KOMPAS,
16 April 2014
PESAWAT
Boeing 777-200 Malaysia Airlines dengan nomor penerbangan MH370 rute
KL-Beijing, yang berangkat 8 Maret 2014 tengah malam waktu setempat dan
menghilang, hingga kini masih belum juga diketahui nasibnya.
Tim SAR
belasan negara telah dikerahkan ke bagian selatan Samudra Hindia untuk
menemukan kotak hitam pesawat naas tersebut. PM Malaysia Najib dalam
penjelasan resminya mengatakan, antara lain, ”We have been working nonstop for the investigation. We have put our
national security second to search for the missing plane.”
Yang
perlu digarisbawahi dalam pernyataan ini adalah tentang keamanan nasional.
Pemerintah Malaysia berusaha meyakinkan masyarakat luas bahwa mereka tetap
menomorsatukan upaya pencarian dan penyelamatan MH370 dengan menempatkan
faktor keamanan nasionalnya pada strata prioritas di bawahnya.
Pada
konteks keamanan nasional, yang berhubungan erat dengan itu adalah masalah
kehormatan dan kedaulatan negara.
Namun, kemanusiaan dalam tata kehidupan dan peradaban global jadi
prioritas kesekian di bawahnya.
Hilangnya
B-777-200, pesawat supermodern Malaysia Airlines, segera saja mengundang
pertanyaan ramai terhadap kredibilitas sistem pertahanan udara lebih dari
tiga negara yang diperkirakan dilalui MH370 yang keluar dari jalur
penerbangan yang direncanakan. Di Malaysia sendiri muncul pertanyaan mengapa
pertahanan udara Malaysia tak terlihat perannya mencari pesawat ini.
Tak
kurang dari Anwar Ibrahim yang mengomentari kualitas radar Tentara Udara
Diraja Malaysia (TUDM) yang berada dalam sistem terintegrasi pada sistem
pertahanan udaranya. Di Indonesia sempat ada kabar bahwa dari data satelit
diketahui MH370 telah melintas di wilayah udara kedaulatan RI.
Bagaimana
dengan kesiagaan Komando Pertahanan Udara Nasional terkait melintasnya MH-370
yang jauh melenceng keluar dari jalur rencana terbangnya ke Beijing? Banyak
muncul pertanyaan dari mereka yang tak puas terhadap penjelasan tentang peran
radar pertahanan, baik di Malaysia maupun di Indonesia.
Dari
Singapura, agak aneh, tak pernah terdengar komentar tentang hilangnya MH370
yang dipublikasikan ke media massa. Radar militer—atau tepatnya radar
pertahanan udara nasional—selalu diasumsikan berada dalam status siaga 24
jam. Bagaimana bisa terjadi, radar pertahanan udara terkesan tak berperan sama
sekali pada upaya menyumbangkan data deteksi dalam usaha pencarian pesawat
MH370 yang hilang itu?
Tak disebarkan
Radar
pertahanan udara merupakan bagian integral sistem pertahanan negara secara
keseluruhan. Sering media asing menyebutnya sebagai sesuatu yang sensitif.
Penjelasan tentang komponen dari satu sistem pertahanan negara merupakan ”isi
perut” dan atau ”dapur”-nya sebuah negara. Semua yang menyangkut masalah
pertahanan dan keamanan negara tidaklah mungkin disebarluaskan begitu saja
oleh sembarang orang. Sekali lagi, hal-hal tentang keamanan negara dan tentu
saja juga tentang pertahanan negara secara universal pasti sifatnya tertutup
atau classified, bahkan Top Secret.
Itu
sebabnya yang berhak berbicara tentang semua yang berhubungan dengan sistem
pertahanan negara hanya pejabat negara bidang pertahanan yang ditunjuk.
Alasannya, pejabat tersebut mengetahui dan menguasai benar segala sesuatu
mengenai pertahanan negara, sekaligus menguasai pula materi yang bisa
diumumkan ke media dan mana yang tidak boleh dibuka sebagai bahan
publikasi.
Lebih
dari itu, pejabat negara tersebut diberi peran khusus serta bertanggung jawab
terhadap semua pernyataannya yang dibuka ke publik. Materi bidang pertahanan
langsung tak langsung akan sangat memengaruhi kredibilitas pemerintahan suatu
negara, sekaligus tentang kedaulatan negara dalam arti luas.
Pihak
Malaysia tak akan memublikasikan, misalnya, bahwa mereka sudah menangkap
sasaran di radar pertahanan udaranya pesawat MH370 sejak jarak sekian mil
sampai dengan jarak sekian mil pada ketinggian tertentu. Mengapa? Data
tersebut secara tak langsung akan membuka data spesifikasi dari unjuk kerja
peralatan radar yang dimilikinya. Pasti, sekali lagi, hal tersebut sangatlah
tak mungkin diumumkan secara terbuka.
Di sisi
lain, data apa pun (rahasia atau tidak) yang dimiliki negara terkait dengan
upaya search and rescue pada sebuah
kecelakaan pesawat terbang pasti akan diberikan kepada pihak penyelidik
sebagai tanggung jawab kemanusiaan. Dalam konteks ini, kedaulatan negara di
udara akan dan selalu menjadi isu sangat sensitif, terutama dalam hal
terjadinya kecelakaan pesawat semacam yang dialami MH370. Acuan baku dari hal ini adalah Konvensi
Chicago (1944) yang menyebutkan bahwa kedaulatan negara di udara adalah
komplet dan eksklusif.
Maksudnya,
di dalam wilayah udara kedaulatan sebuah negara, tak ada fasilitas terbang
lintas tanpa izin seperti yang dikenal dalam hukum laut lintas damai pada
alur laut tertentu dari wilayah kedaulatan sebuah negara. Kedaulatan negara
di udara erat hubungannya dengan sistem pertahanan udara nasional.
Ini pula
yang antara lain dapat memunculkan persoalan yang menambah hiruk-pikuknya
penanganan upaya pelacakan MH370 yang hilang lenyap dalam rute penerbangan
KL-Beijing. Masalah yang dialami MH370 dalam kenyataannya banyak berhubungan dengan
masalah antarbangsa dan lebih penting lagi akan merambah kepada masalah
kedaulatan, kehormatan, dan harga diri sebuah bangsa dan negara di udara. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar