Menciptakan
Kartini yang Mandiri
dan
Punya Harga Diri
Nur’aini Ahmad ; Dosen
Fakultas Tarbiyah UIN Jakarta,
Ketua
DPP Persatuan Wanita Tarbiyah Islamiyah (Perwati)
|
KORAN
SINDO, 21 April 2014
Melalui
peringatan Hari Kartini yang jatuh pada hari ini kita diingatkan kembali akan
perjuangan kaum perempuan di negeri ini. Raden Ajeng (RA) Kartini menjadi
simbol perjuangan perempuan itu. Perjuangan Kartini dapat dilihat dalam
bukunya yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang.
Di situ
tertuang ide-ide Kartini bagaimana mengangkat derajat kaum perempuan di
masanya. Pengakuan terhadap Kartini adalah pengakuan terhadap esensi
perjuangan kaum perempuan dalam mengangkat harkat dan martabatnya. Melalui kesempatan
peringatan ini pula kita layaknya sejenak merenungkan nilai-nilai perjuangan
para ”Kartini-Kartini” Indonesia yang ikut memajukan kaum perempuan sekaligus
ikut berjuang merebut kemerdekaan Indonesia.
Di
antara para tokoh pejuang tersebut kita kenal Cut Nyak Dhien dan Cut Meutia,
Siti Manggopoh, HR Rasuna Said, Rohana Kudus, Martha Christina Tiahahu, Maria
Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Ahmad Dahlan, Hj Syamsiah Abbas. Masih
banyak pejuang-pejuang perempuan lain yang tak mungkin disebutkan namanya
satu per satu dalam tulisan singkat ini. Mereka berjuang tanpa kenal lelah
demi kemajuan kaumnya dan negerinya tanpa pamrih. Dalam keadaan terpinggirkan
perjuangan kaum perempuan memang sungguh nyata.
Misalnya
di Aceh, Cut Nyak Dhien ikut berperang melawan Belanda bersama suaminya,
Teuku Umar. Demikian pula Siti Manggopoh bersama suaminya, Rasyid, mendirikan
kelompok silat dan latihan bela diri untuk menghadang Belanda sehingga Siti
diberi julukan (Harimau Batino Rimbo Panti) ikut menyerang Belanda di
Markasnya di Maninjau bersama suaminya. Di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat,
juga muncul seorang perempuan bernama Rohana Kudus yang mendidik kaum wanita
secara nyata dengan memberikan berbagai kemampuan dasar seperti menjahit,
memasak, membaca, menulis, serta berbagai keterampilan lain.
Kaum
perempuan di sana lalu membentuk suatu perkumpulan (organisasi perempuan)
yang diberi nama ”Amai Setia” Rohana. Sebagai wadah untuk menyalurkan
partisipasi wanita, dia menerbitkan surat kabar Suntiang Melayu. Melalui
perjuangan panjang dan pengorbanan kaum perempuan di masa lalu kini telah
terbuka jalan selebar-lebarnya bagi kaum perempuan untuk mengisi kemerdekaan
dan berjuang untuk memajukan Bangsa Indonesia.
Indonesia
sudah mencatat dengan tinta emas bahwa seorang perempuan sudah pernah
mencapai tampuk kepemimpinan tertinggi di negeri ini, yaitu Presiden Megawati
Soekarnoputri. Sudah banyak pula perempuan yang menduduki posisi tinggi
seperti menteri, direktur utama BUMN, gubernur, wali kota, camat, dan lurah.
Bahkan sudah ada ”Kartini” Indonesia yang maju ke pentas dunia seperti Sri
Mulyani Indrawati yang berkarya di Bank Dunia yang bermarkas di Amerika
Serikat. Selain itu, di lembaga legislatif telah banyak kaum perempuan
menjadi anggota DPR.
Tak
terhitung juga kaum perempuan yang menjadi pengusaha ulet dan sukses seperti
misalnya kita kenal Ibu Martha Tilaar dan pengusaha-pengusaha perempuan lain.
Di era globalisasi, masalah kesetaraan gender bukan masalah lagi, yang
menjadi persoalan adalah apa dan bagaimana kiprah mereka mengisi kemerdekaan
ini, bagaimana kiprah Kartini dewasa ini mengubah tantangan menjadi peluang
sehingga tidak ketinggalan dari kaum laki-laki. Kenyataan di lapangan
menunjukkan kesetaraan perempuan dengan kaum laki-laki semakin nyata, hampir
di semua bidang, sudah tiada kendala.
Kesempatan
yang terbuka lebar bagi perempuan itu sebagian tercuplik dan menghiasi
halaman pertama KORAN SINDO Minggu (20/4). Perempuan-perempuan perkasa dengan
pangkat berbintang di bahunya itu tetap lembut dengan wajah keibuan: Brigjen TNI
Nurhajizah, Brigjen Pol Soepartiwi, Laksamana TNI Lita Agustina, serta Marsma
TNI Srizubaidah R. Kini tinggal pada kemampuan dan kemauan kaum perempuan mau
bercita-cita apa dan mau jadi apa. Kesempatan semakin terbuka lebar untuk
perempuan berkiprah dalam segala bidang.
Perempuan
Indonesia tidak boleh ketinggalan dari perkembangan dunia dan perkembangan
ilmu pengetahuan, kalau tidak akan tertinggal di landasan. Kaum perempuan
harus mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek),
dan bisa memanfaatkan teknologi untuk kesejahteraan keluarga, minimal sebagai
pengguna yang baik. Kaum ibu harus juga mampu mengantisipasi efek negatif
teknologi, seperti banyaknya penipuan-penipuan dan kejahatan melalui media internet.
Seorang
ibu harus menjadi ibu yang baik dan kuat agamanya dan menjadi perempuan yang
kuat iman dan takwa (imtak), sehingga ia mampu menjaga anak-anaknya dari
gangguan dan ancaman di mana pun mereka berada. Tak jarang seorang ibu yang
hidup sendirian, tanpa didampingi suami, bisa hidup dengan layak dan berhasil
mendidik dan mengantarkan anak-anak mereka pada tingkat pendidikan yang
tinggi bahkan sampai memperoleh kesarjanaan yang layak.
Harus
diakui, masih banyak Kartini-Kartini yang kurang beruntung. Bermacam faktor
bisa menjadi penyebabnya, seperti rendahnya pendidikan, ekonomi yang lemah,
dan latar belakang sosial yang berat membuat mereka tak berdaya. Masih banyak
Kartini-Kartini yang menjadi TKI di luar negeri seperti di Arab Saudi yang
kini berurusan dengan pengadilan, tengah menunggu hukuman mati. Kita menjadi
miris mendengar nasib Kartini-Kartini Indonesia di luar negeri yang mengadu
nasib menjadi TKI.
Mereka
nekat mengadu nasib di luar negeri, meskipun melalui prosedur ilegal karena
di negeri sendiri tak tersedia lapangan kerja yang bisa menghasilkan uang
sesuai harapan mereka. Mereka rela meninggalkan anak dan suami. Bahkan kadang
mereka juga harus menghadapi kenyataan pahit, suami menikah lagi atau
berselingkuh, bahkan sampai ada yang memerkosa anaknya sendiri. Nauzubillah. Karena itu, kaum
perempuan harus maju dan berpendidikan memadai. Kaum perempuan harus terus
diberdayakan dan ditingkatkan ilmu pengetahunnya dalam segala segi kehidupan
sehingga tidak tergantung semata kepada suami atau orang lain.
Kemandirian
kaum perempuan perlu dipupuk dan dikembangkan sebaik mungkin, mungkin
pembinaannya melalui organisasi sosial dalam bentuk pelatihan-pelatihan di
bidang kesehatan, perekonomian. Kartini-Kartini muda tak boleh lemah. Siapkan
diri untuk mengisi kemerdekaan yang sudah diraih susah payah. Pupuk semangat
juang dan kompetensi sehingga ke depan bangsa ini menjadi bangsa yang kuat
dan sejahtera. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar