Kamis, 24 April 2014

Jokowi-JK untuk Indonesia

Jokowi-JK untuk Indonesia  

Amich Alhumami  ;   Antropolog;
Meraih PhD dari The University of Sussex, The United Kingdom
MEDIA INDONESIA, 22 April 2014
                                      
                                                                                         
                                                             
SETELAH hasil sementara--menurut hitung cepat--pemilu legislatif menempatkan tiga parpol pada posisi tiga besar: PDI Perjuangan (19,2%), Golkar (15,0%), dan Gerindra (11,8%), kontestasi pemilu presiden mengarah ke tiga poros kekuatan politik tersebut. Ketiga parpol juga sudah menetapkan calon presiden masing-masing: Jokowi Widodo, Aburizal Bakrie, dan Prabowo Subianto. Setiap parpol dengan capres masing-masing sedang bekerja keras menggalang dukungan, untuk membangun aliansi politik agar dapat memenangi kontestasi pilpres.

Jokowi sudah resmi memperoleh dukungan dari Partai NasDem, yang sejak awal memang cenderung merapat ke PDIP. Prabowo Subianto telah mendapat dukungan dari PPP, meskipun manuver Ketua Umum Suryadharma Ali itu memicu perselisihan internal. Aburizal Bakrie pun menyatakan berkoalisi dengan Partai Hanura untuk memuluskan pencalonannya dalam pilpres.

Namun, ketiga capres tersebut belum menemukan tokoh yang akan dijadikan pasangan. Dari ketiga capres, Jokowi, yang oleh banyak lembaga survei dan para analis politik diprediksi akan memenangi kontestasi pilpres, telah menyedot perhatian publik sedemikian luas: domestik dan internasional.

Tiga nama cawapres

Penting dicatat, peluang memenangi pilpres akan sirna bila PDIP keliru memutuskan siapa cawapres yang akan mendampingi Jokowi. Dari informasi yang berkembang, PDIP sudah menimbang setidaknya tiga nama: Ryamizard Ryacudu, Mahfud MD, dan Jusuf Kalla. Mereka jelas memiliki kualitas dan kapabilitas yang berbeda di bidang masing-masing.

Dengan jabatan terakhir Kepala Staf Angkatan Darat, Ryamizard tentu unggul di bidang pertahanan dan keamanan. Ia dapat diandalkan untuk menggalang kekuatan politik domestik dalam rangka menjaga, merawat, dan mempertahankan NKRI--sesuatu yang menjadi agenda utama PDIP. Namun, Ryamizard tak punya basis politik yang kuat dan dukungan pemilih yang luas, kecuali basis konstituen primordial di wilayah Sumatra Selatan. Bahkan, jika wilayah geografi diperluas sekalipun, sebatas kepulauan Sumatra sehingga sulit diharapkan dapat menyumbang popular vote yang besar bagi upaya pemenangan Jokowi.

Mahfud MD memiliki dua keunggulan sekaligus: academic and political credentials yang bisa menopang Jokowi bilamana terpilih menjadi presiden. Sebagai ahli hukum tata negara, lebih spesifik lagi hukum konstitusi, Mahfud jelas memiliki kapasitas dan penguasaan yang mumpuni hal ihwal tata kelola pemerintahan negara. Apalagi Mahfud punya pengalaman panjang dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, ketika ia memangku tiga jabatan politik: anggota DPR, menteri pertahanan, dan Ketua MK. Hal yang jauh lebih penting Mahfud berlatar belakang nahdliyyin, yang tentu saja menjadi basis dukungan politik potensial dan dapat memberi sumbangan suara yang berarti bagi upaya memuluskan jalan Jokowi.

Namun, penyelenggaraan pemerintahan tidak sebatas urusan politik dan ketatanegaraan. Permasalahan pokok yang kerap membebani suatu pemerintahan ialah isu ekonomi, yang tentu saja di luar kompetensi keilmuan dan keahlian Mahfud. Keterampilan politik yang dimiliki Mahfud tidak didukung kecakapan teknokratis di bidang pengelolaan urusan perekonomian, yang menjadi tantangan paling berat nantinya.

Empat keunggulan JK

Jika dibandingkan dengan Ryamizard dan Mahfud, Jusuf Kalla punya keunggulan dan kekuatan yang lebih lengkap. Karena itu, JK sangat prospektif dan potensial dapat menopang Jokowi tidak saja dalam upaya pemenangan kontestasi presidensial, tetapi juga dalam pengelolaan administrasi pemerintahan negara. Paling kurang ada empat keunggulan JK untuk dapat dikapitalisasi dan kemudian dikonversi menjadi kemenangan bagi Jokowi dan PDIP.

Pertama, JK punya hubungan sangat baik dengan komunitas bisnis sehingga dipastikan mendapat dukungan penuh dari kalangan pelaku usaha. Publik luas maklum, motor penggerak utama ialah Sofjan Wanandi-pebisnis tangguh lintas zaman: Orde Baru dan Orde Reformasi-yang sangat kukuh di tingkat domestik dan punya pengaruh internasional yang cukup luas. Jika tantangan pemerintahan mendatang ialah menyelesaikan masalah masalah mendasar untuk memantapkan fundamen ekonomi, komunitas bisnis niscaya dengan yakin akan berujar: JK is indeed the man for the job!

Kedua, JK punya keterampilan politik yang mumpuni, gesit, dan lincah dalam membangun aliansi strategis dengan banyak kekuatan politik berspektrum luas yang punya orientasi ideologi bervariasi. JK mampu menembus sekat-sekat politik karena ia sangat piawai dalam menjalin komunikasi politik dengan parpol-parpol yang berbeda aliran politik sekalipun. Tidak banyak tokoh berkaliber seperti JK, yang tentu saja menjadi modal berharga untuk membangun relasi politik yang harmonis baik di eksekutif maupun legislatif. Mengingat banyak keputusan penting dan strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan negara harus mendapat persetujuan parlemen, kemam puan membangun aliansi strategis dengan kekuatan-kekuatan politik di DPR menjadi syarat mutlak untuk dipenuhi. JK telah membuktikan ia punya kapasitas politik seperti itu.

Ketiga, JK punya tingkat akseptabilitas yang tinggi di kalangan umat pemeluk agama yang berbeda: baik Islam maupun non-Islam. Di kalangan umat Kristen, JK ialah tokoh yang menjadi titik simpul pemersatu dan juru runding yang efektif ketika menyelesaikan konflik antarumat beragama. Di kalangan umat Islam sendiri, tak ada keraguan perihal ketokohan JK. Sejauh ini, rasanya belum ada tokoh politik dengan tingkat akseptabilitas sedemikian luas seperti JK.

Saksikan, hanya JK yang dianggap simbol dan mewakili dua kekuatan Islam besar sekaligus: Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Demi kepentingan pemenangan pilpres, JK dapat menjadi vote getter untuk memikat pemilih dan mendulang suara warga nahdliyyin dan Muhammadiyah--dua basis konstituen dan lumbung suara, yang terlampau ber harga untuk diabaikan.

Keempat, dengan pengalaman menjadi Wapres bagi SBY pada pemerintahan periode 2004 2009, JK punya political leverage di tingkat internasional yang relatif tinggi. Hal itu dibuktikan dengan berbagai penghargaan dari berbagai organisasi dunia, terutama terkait dengan kontribusinya yang sangat besar dalam proses resolusi konflik dan perdamai an (Aceh), bahkan inisiatif nya membuka dialog untuk perdamaian dalam konflik regional (MNLF-Filipina, Myanmar, Thailand-Kamboja). Reputasi internasio nal JK di bidang kegiatan kemanusiaan dan politik pemerintahan bahkan diakui komunitas akademik dunia, yang tecermin pada penganugerahan gelar doktor honoris causa dari universitas-universitas terpandang di Jepang, Prancis, Belanda, dan Malaysia.

Obama-Biden Indonesia

Dengan berbagai keunggulan itu, bila Jokowi berpasangan dengan JK, mungkin akan serupa dengan pasangan Barack Obama-Joe Biden. Kesepadanan pasangan Jokowi-JK dan Obama-Biden ialah gabungan tokoh muda-tokoh senior dengan JK, becermin pada peran Biden, diharapkan dapat memberi panduan dalam pengelolaan administrasi pemerintahan. Dengan kearifan sebagai tokoh senior bangsa, JK juga diharapkan dapat menjadi co-pilot yang baik dalam menentukan haluan bernegara dan menjalankan kemudi pesawat, untuk mengantarkan bangsa Indonesia meraih cita-cita besar dalam mewujudkan negara-bangsa yang adil, makmur, dan sejahtera: Indonesia Raya.

Kompetitor Jokowi paling berat ialah Prabowo, yang punya sumber daya ekonomi-politik sangat besar, nyaris tanpa limitasi. Prabowo memiliki semua syarat untuk dapat memenangi pilpres: cerdas, berwawasan luas; memiliki visi membangun Indonesia yang maju, modern, bermartabat; berkarisma dan punya presidential look. Bila muncul pasangan Prabowo-Hatta Rajasa atau Prabowo-Dahlan Iskan di satu pihak dan pasangan Jokowi-JK di pihak lain, sungguh sulit diprediksi siapa yang akan menjadi pemenang.

Lalu di mana posisi Aburizal Bakrie? Para analis politik kerap berujar: ARB tak punya modal sosial-politik untuk memenangi pilpres. Namun, atas nama kebebasan politik dan demokrasi, bangsa ini harus legowo menerimanya sebagai salah satu kontestan dalam Pilpres 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar