Kartini
dan Pendidikan Kaum Perempuan
Paulus Mujiran ; Pendidik, Ketua Pelaksana
Yayasan
Kesejahteraan Soegijapranata di Semarang
|
MEDIA
INDONESIA, 22 April 2014
TANGGAL 21 April ke marin
diperingati sebagai Hari Kartini. Di sekolah-sekolah hari itu selalu
diperingati dengan aneka lomba, yakni lomba memasak, memakai pakaian
tradisional, cerdas cermat bertema emansipasi perempuan, dan kegiatan lain
sejenis. Banyak cara mengenang jasa-jasa Kartini. Sayangnya kenangan akan
Kartini sebatas kegiatan yang sifatnya seremonial yang selalu diulang-ulang
dari tahun ke tahun. Manfaat perjuangan Kartini kini sudah dapat dirasakan
bagi generasi masa kini.
Kartini putri seorang Bupati
Jepara, dilahirkan di Mayong, Jepara, pada 21 April 1879. Di eranya
perjuangan mengangkat martabat perempuan dilakukan dengan bersurat kepada
perempuan Belanda bernama Nyonya Abendanon. Cita-cita dilanjutkan dengan
membuka sekolah gratis untuk anak gadis di Jepara dan Rembang. Meski usia
Kartini terbilang pendek, gerakan membangkitkan perempuan menjadi ketokohan
yang pantas dikenang. Upaya dari putri seorang Bupati Jepara itu telah
membuka penglihatan kaumnya di berbagai pelosok negeri. Sebagai seorang
bangsawan, Kartini memberikan keteladanan amat luar biasa pada masa itu.
Setamat Europese Lagere School atau ELS, Kartini pun dipingit sebagaimana
kebiasaan adat istiadat yang berlaku pada zamannya setelah seorang wanita
menamatkan sekolah di tingkat sekolah dasar. Merasakan hambatan tersebut,
Kartini remaja yang banyak bergaul dengan orang-orang terpelajar serta gemar
membaca buku khususnya buku-buku menge nai kemajuan wanita seperti
karya-karya Multatuli Max Havelaar dan karya tokohtokoh pejuang wanita di
Eropa. Kartini menyadari betapa tertinggalnya wanita sebangsanya bila
dibandingkan dengan wanita bangsa lain, terutama wanita Eropa.
Dia merasakan sendiri bagaimana
ia hanya diperbolehkan sekolah sampai tingkat sekolah dasar saja, padahal
dirinya anak seorang bupati. Hatinya merasa sedih melihat kaumnya dari anak
keluarga biasa yang tidak pernah disekolahkan sama sekali. Restorasi
pemikiran Kartini dimulai saat memikirkan bangsanya sendiri. Ia pun
berkeinginan dan bertekad untuk memajukan wanita bangsanya Indonesia. Kartini
kecil sadar hanya dengan pendidikan kemajuan perempuan bangsanya akan teraih.
Langkah untuk memajukan
perempuan hanya dapat dicapai melalui pendidikan. Untuk merealisasikan
cita-citanya itu, dia mengawalinya dengan mendirikan sekolah untuk anak gadis
di daerah kelahirannya, Jepara. Di sekolah tersebut diajarkan pelajaran
menjahit, menyulam, memasak, dan sebagainya. Semua diberikan tanpa memungut
bayaran alias cuma-cuma. Sekolah itu diminati banyak perempuan pada masa itu
yang masih langka kesempatan mengenyam pendidikan.
Bahkan, demi terus memupuk
cita-citanya, Kartini berniat sekolah guru di negeri Belanda dengan maksud
agar dirinya bisa menjadi seorang pendidik yang lebih baik. Beasiswa dari
pemerintah Belanda pun telah berhasil diperolehnya, tetapi sayang, keinginan
tersebut kembali tidak tercapai karena larangan orangtuanya. Guna mencegah
kepergiannya tersebut, orangtuanya pun memaksanya menikah pada saat itu
dengan Raden Adipati Joyodiningrat, bupati di Rembang.
Kawin paksa semacam itu sudah
menjadi kebiasaan pada masa itu. Kartini harus rela dipoligami karena menjadi
istri keempat Bupati Rembang yang sebelumnya sudah mempunyai tiga istri.
Meski di Rembang Kartini diberi kesempatan mengembangkan pendidikan anak
gadis, upaya itu tidak berlangsung lama. Kartini meninggal pada usia 24 tahun
karena perdarahan (sepsis) pada waktu melahirkan anak pertamanya.
Yang membedakan Kartini dengan
perempuan pada umumnya berbagai rintangan tidak menyurutkan semangatnya,
bahkan pernikahan sekalipun. Kesukaannya menjalin persahabatan, terutama
dengan perempuan-perempuan Eropa, telah membuka kesadaran pemikiran Kartini.
Dia mempunyai banyak teman baik di dalam negeri maupun di Eropa khususnya
dari negeri Belanda, bangsa yang sedang menjajah Indonesia saat itu.
Kepada para sahabatnya, dia
sering mencurahkan isi hatinya tentang rasa rindunya memajukan wanita negerinya.
Kepada teman-temannya yang orang Belanda dia menulis surat yang mengungkapkan
cita-citanya tersebut, tentang adanya persamaan hak kaum wanita dan pria.
Pengaruh apa yang sudah dilakukan RA Kartini sangatlah besar kepada
kebangkitan perempuan pada masa itu. Jika Kartini lebih banyak berjuang
melalui surat-surat yang ditulisnya, semata-mata melalui suratlah perjuangan
dapat dilakukan.
Kartini sendiri ialah pahlawan
yang mengambil tempat tersendiri di hati banyak perempuan Indonesia dengan
segala cita-cita besarnya, tekad, dan perbuatannya. Inspirasi ketokohannya
banyak dipakai sejumlah perempuan yang menggunakan nama Kartini. Ide-ide
besarnya telah mampu menggerakkan dan mengilhami perjuangan kaumnya dari
kebodohan yang tidak disadari pada masa lalu. Dengan keberanian dan
pengorbanan yang tulus, dia mampu menggugah kaumnya dari belenggu
diskriminasi. Kini perjuangan Kartini sudah dapat dirasakan dengan kesempatan
yang luas bagi pendidikan kaum perempuan.
Perempuan tidak hanya
terbelenggu dalam urusan rumah tangga seperti dapur, kasur, dan melayani
suami, tetapi perempuan memperoleh kesempatan pendidikan dan pekerjaan yang
dilakukan kaum laki-laki. Perempuan juga diberi hak duduk sebagai anggota
parlemen yang memperjuangkan kaum perempuan. Jika Kartini meninggal karena
perdarahan pada usia muda, kini kemajuan teknologi kedokteran juga sudah
menolong banyak perempuan.
Kartini telah menjadi pahlawan
perempuan yang menginspirasi banyak orang, melalui upayanya yang sederhana,
tetapi membuka pikiran dan hati banyak orang apa artinya sebuah perjuangan.
Ketokohan dan keteladanannya dikenang banyak orang sepanjang masa. Bagi
perempuan, citacita Kartini tentang persamaan hak sebagian sudah menjadi
kenyataan. Perjuangan memang belum berakhir, di era sekarang ini masih banyak
dirasakan penindasan dan perlakuan tidak adil bagi sebagian perempuan.
Mengingat kembali jasa Kartini ialah bagian dari mengenang masa lalu dan
menginpirasi masa depan.
Untuk mengenang jasa-jasa
Kartini, perlu ada upaya meneruskan keteladanan Kartini, utamanya bagi kaum
muda, melalui pendidikan yang kian memartabatkan perempuan. Hanya melalui
pendidikanlah emansipasi yang dicita-citakan Kartini bakal terwujud.
Berkorban bagi bangsa dan negara ialah kewajiban semua orang. Pendidikan bagi perempuan menjadi keharusan. Politik
perempuan ialah politik keberpihakan kepada nasib dan masa depan perempuan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar