Kamis, 24 April 2014

Kartini dan Pendidikan Kaum Perempuan

Kartini dan Pendidikan Kaum Perempuan  

Paulus Mujiran  ;   Pendidik, Ketua Pelaksana
Yayasan Kesejahteraan Soegijapranata di Semarang
MEDIA INDONESIA, 22 April 2014
                                      
                                                                                         
                                                             
TANGGAL 21 April ke marin diperingati sebagai Hari Kartini. Di sekolah-sekolah hari itu selalu diperingati dengan aneka lomba, yakni lomba memasak, memakai pakaian tradisional, cerdas cermat bertema emansipasi perempuan, dan kegiatan lain sejenis. Banyak cara mengenang jasa-jasa Kartini. Sayangnya kenangan akan Kartini sebatas kegiatan yang sifatnya seremonial yang selalu diulang-ulang dari tahun ke tahun. Manfaat perjuangan Kartini kini sudah dapat dirasakan bagi generasi masa kini.

Kartini putri seorang Bupati Jepara, dilahirkan di Mayong, Jepara, pada 21 April 1879. Di eranya perjuangan mengangkat martabat perempuan dilakukan dengan bersurat kepada perempuan Belanda bernama Nyonya Abendanon. Cita-cita dilanjutkan dengan membuka sekolah gratis untuk anak gadis di Jepara dan Rembang. Meski usia Kartini terbilang pendek, gerakan membangkitkan perempuan menjadi ketokohan yang pantas dikenang. Upaya dari putri seorang Bupati Jepara itu telah membuka penglihatan kaumnya di berbagai pelosok negeri. Sebagai seorang bangsawan, Kartini memberikan keteladanan amat luar biasa pada masa itu.

Setamat Europese Lagere School atau ELS, Kartini pun dipingit sebagaimana kebiasaan adat istiadat yang berlaku pada zamannya setelah seorang wanita menamatkan sekolah di tingkat sekolah dasar. Merasakan hambatan tersebut, Kartini remaja yang banyak bergaul dengan orang-orang terpelajar serta gemar membaca buku khususnya buku-buku menge nai kemajuan wanita seperti karya-karya Multatuli Max Havelaar dan karya tokohtokoh pejuang wanita di Eropa. Kartini menyadari betapa tertinggalnya wanita sebangsanya bila dibandingkan dengan wanita bangsa lain, terutama wanita Eropa.

Dia merasakan sendiri bagaimana ia hanya diperbolehkan sekolah sampai tingkat sekolah dasar saja, padahal dirinya anak seorang bupati. Hatinya merasa sedih melihat kaumnya dari anak keluarga biasa yang tidak pernah disekolahkan sama sekali. Restorasi pemikiran Kartini dimulai saat memikirkan bangsanya sendiri. Ia pun berkeinginan dan bertekad untuk memajukan wanita bangsanya Indonesia. Kartini kecil sadar hanya dengan pendidikan kemajuan perempuan bangsanya akan teraih.

Langkah untuk memajukan perempuan hanya dapat dicapai melalui pendidikan. Untuk merealisasikan cita-citanya itu, dia mengawalinya dengan mendirikan sekolah untuk anak gadis di daerah kelahirannya, Jepara. Di sekolah tersebut diajarkan pelajaran menjahit, menyulam, memasak, dan sebagainya. Semua diberikan tanpa memungut bayaran alias cuma-cuma. Sekolah itu diminati banyak perempuan pada masa itu yang masih langka kesempatan mengenyam pendidikan.

Bahkan, demi terus memupuk cita-citanya, Kartini berniat sekolah guru di negeri Belanda dengan maksud agar dirinya bisa menjadi seorang pendidik yang lebih baik. Beasiswa dari pemerintah Belanda pun telah berhasil diperolehnya, tetapi sayang, keinginan tersebut kembali tidak tercapai karena larangan orangtuanya. Guna mencegah kepergiannya tersebut, orangtuanya pun memaksanya menikah pada saat itu dengan Raden Adipati Joyodiningrat, bupati di Rembang.

Kawin paksa semacam itu sudah menjadi kebiasaan pada masa itu. Kartini harus rela dipoligami karena menjadi istri keempat Bupati Rembang yang sebelumnya sudah mempunyai tiga istri. Meski di Rembang Kartini diberi kesempatan mengembangkan pendidikan anak gadis, upaya itu tidak berlangsung lama. Kartini meninggal pada usia 24 tahun karena perdarahan (sepsis) pada waktu melahirkan anak pertamanya.

Yang membedakan Kartini dengan perempuan pada umumnya berbagai rintangan tidak menyurutkan semangatnya, bahkan pernikahan sekalipun. Kesukaannya menjalin persahabatan, terutama dengan perempuan-perempuan Eropa, telah membuka kesadaran pemikiran Kartini. Dia mempunyai banyak teman baik di dalam negeri maupun di Eropa khususnya dari negeri Belanda, bangsa yang sedang menjajah Indonesia saat itu.

Kepada para sahabatnya, dia sering mencurahkan isi hatinya tentang rasa rindunya memajukan wanita negerinya. Kepada teman-temannya yang orang Belanda dia menulis surat yang mengungkapkan cita-citanya tersebut, tentang adanya persamaan hak kaum wanita dan pria. Pengaruh apa yang sudah dilakukan RA Kartini sangatlah besar kepada kebangkitan perempuan pada masa itu. Jika Kartini lebih banyak berjuang melalui surat-surat yang ditulisnya, semata-mata melalui suratlah perjuangan dapat dilakukan.

Kartini sendiri ialah pahlawan yang mengambil tempat tersendiri di hati banyak perempuan Indonesia dengan segala cita-cita besarnya, tekad, dan perbuatannya. Inspirasi ketokohannya banyak dipakai sejumlah perempuan yang menggunakan nama Kartini. Ide-ide besarnya telah mampu menggerakkan dan mengilhami perjuangan kaumnya dari kebodohan yang tidak disadari pada masa lalu. Dengan keberanian dan pengorbanan yang tulus, dia mampu menggugah kaumnya dari belenggu diskriminasi. Kini perjuangan Kartini sudah dapat dirasakan dengan kesempatan yang luas bagi pendidikan kaum perempuan.

Perempuan tidak hanya terbelenggu dalam urusan rumah tangga seperti dapur, kasur, dan melayani suami, tetapi perempuan memperoleh kesempatan pendidikan dan pekerjaan yang dilakukan kaum laki-laki. Perempuan juga diberi hak duduk sebagai anggota parlemen yang memperjuangkan kaum perempuan. Jika Kartini meninggal karena perdarahan pada usia muda, kini kemajuan teknologi kedokteran juga sudah menolong banyak perempuan.

Kartini telah menjadi pahlawan perempuan yang menginspirasi banyak orang, melalui upayanya yang sederhana, tetapi membuka pikiran dan hati banyak orang apa artinya sebuah perjuangan. Ketokohan dan keteladanannya dikenang banyak orang sepanjang masa. Bagi perempuan, citacita Kartini tentang persamaan hak sebagian sudah menjadi kenyataan. Perjuangan memang belum berakhir, di era sekarang ini masih banyak dirasakan penindasan dan perlakuan tidak adil bagi sebagian perempuan. Mengingat kembali jasa Kartini ialah bagian dari mengenang masa lalu dan menginpirasi masa depan.

Untuk mengenang jasa-jasa Kartini, perlu ada upaya meneruskan keteladanan Kartini, utamanya bagi kaum muda, melalui pendidikan yang kian memartabatkan perempuan. Hanya melalui pendidikanlah emansipasi yang dicita-citakan Kartini bakal terwujud. Berkorban bagi bangsa dan negara ialah kewajiban semua orang. Pendidikan bagi perempuan menjadi keharusan. Politik perempuan ialah politik keberpihakan kepada nasib dan masa depan perempuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar