Berpesta
dengan Dana Bansos
Marwan Mas ; Guru Besar Ilmu Hukum
Universitas 45, Makassar
|
KORAN
SINDO, 02 April 2014
Belum
lama ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyurati Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono yang isinya meminta agar dana bantuan sosial (bansos) dibekukan
sampai penyelenggaraan Pemilu 2014 berakhir.
KPK
menilai penggunaan dana bansos menjelang pemilu sangat rawan disalahgunakan
untuk kepentingan politik pihak-pihak tertentu yang memiliki kewenangan
mencairkannya. Berkaca pada pemilu sebelumnya, besaran dana bansos dan hibah dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selalu mengalami peningkatan
yang besar. Data Kementerian Keuangan soal alokasi dana bansos dalam APBN
2014 meningkatdari Rp 55,9 triliun pada 2013, menjadi Rp 73,2 triliun.
Pemerintah
beralasan kenaikan itu untuk mendukung program jaminan kesehatan masyarakat
melalui institusi Badan Pengelola Jaminan Sosial. Malah dalam pemutakhiran
data terakhir, alokasi dana bansos terus meningkat sampai hitungan Rp 91,8
triliun. Alasan penambahan lantaran adanya perubahan posting sejumlah
anggaran dari yang awalnya belanja infrastruktur dan belanja barang menjadi
belanja sosial. Tentu rakyat menyambut baik peningkatan dana bansos, apalagi
menurut Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa tahun 2013 penduduk yang masuk
kategori miskin lebih dari 28,07 juta orang.
Bancakan Dana Kampanye
Jangan
sampai dana bansos dijadikan bancakan untuk dana kampanye oleh segelintir
parpol yang kadernya punya kewenangan mencairkan dana bansos. Ini bisa
terjadi lantaran tujuan alokasi dalam skema anggaran negara dan daerah
dimungkinkan untuk melakukan penyimpangan. Padahal, bansos merupakan
pemberian uang atau barang dari pemerintah kepada individu, keluarga,
kelompok dan/atau masyarakat dalam periode tertentu. Dilakukan secara
selektif dengan tujuan melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya
risiko sosial.
Dari
sepuluh kementerian yang mendapat dana bansos, delapan di antaranya dipimpin
menteri dari kader partai politik. Lima kementerian itu ternyata menterinya
terdaftar sebagai caleg, masingmasing: Menteri Koperasi dan UKM Syarif Hasan,
Menpora Roy Suryo, Menteri Pertanian Suswono, Menakertrans Muhaimin Iskandar,
dan Menteri PDT Helmy Faishal. Memanipulasi dana bansos, meskipun Permendagri
Nomor 32/2011 yang diubah dengan Permendagri Nomor 39/2012 tentang Pedoman
Pemberian Dana Hibah dan Bansos yang Bersumber dari APBD, menutup ruang
penyelewengan, tetapi tetap saja bisa dibobol.
Pengelolaan
dana bansos di daerah tidak maksimal lantaran kepala daerah yang menjadi
ketua atau kader parpol ikut bermain. Semestinya dana bansos diberikan secara
selektif untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya risiko
sosial. Tetapi karena pejabat yang diberi kewenangan begitu luas menentukan
siapa yang diberi bantuan, maka tipu muslihat dana bansos untuk kepentingan
sendiri semakin marak terjadi.
Alih-alih
menjadi penyelamat bagi rakyat yang terjerat kemiskinan, justru dibenamkan
dalam kemiskinan lantaran diberikan pada yang tidak berhak. Dana bansos lebih
sering digunakan oleh elite pemerintah pusat, pemimpin kementerian, dan
pemerintah daerah untuk kepentingan kegiatan politiknya. Tetapi begitu sulit
ditelusuri efektivitas dan akuntabilitas penyaluran, penggunaan, dan
pelaporan hasil kegiatannya.
Kapital Politik
Berbagai
cara dilakukan untuk mengakali dana bansos seperti yang terungkap dalam
sidang pengadilan tindak pidana korupsi di berbagai daerah. Misalnya
diberikan pada organisasi fiktif, mencatut warga tertentu, membentuk lembaga
sosial masyarakat (LSM) dadakan hanya untuk menerima bansos, tetapi setelah
dana cair, LSM-nya sudah tidak ketahuan rimbanya. Ada juga yang diberikan
kepada keluarga dan kolega anggota legislatif seolah-olah sebagai bantuan
pribadi dari anggota DPR/DPRD, padahal uang pelicin agar nantinya dipilih
kembali atau untuk tim sukses.
Memasuki
masa kampanye pemilu legislatif sejak 16 Maret 2014, ditengarai pencairan
dana bansos meningkat tajam. Ini diindikasikan oleh berbagai LSM sehingga
semua komponen masyarakat harus bersikap, bahwa dana bansos tidak boleh
dijadikan ‘kapital politik’ oleh parpol dan caleg tertentu. Berdasarkan temuan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2012, sekitar Rp31,66 triliun dana
bansos yang bermasalah dan diduga diselewengkan. Kita berharap agar selain
menghentikan pencairan dana bansos sampai selesai pesta demokrasi, juga
meminta agar kementerian dan pemerintah daerah lebih transparan dengan
membuka data penyaluran dana bansos.
Jangan
sampai penyaluran dana sebelum pelaksanaan kampanye sudah diintervensi oleh
pimpinan parpol yang berkuasa. Tentu akan dijadikan kapital politik, sebab
para caleg butuh dana besar untuk membiayai kampanyenya sekaligus dijadikan
sarana untuk merayu pemilih. Untuk mengamankan dana bansos dari tangan-tangan
jahil, perlu diawasi dengan ketat. Dari pengaturan, penilaian siapa yang
berhak menerima, pencairan, sampai pada pelaporannya. Jangan ada yang
berwarna “abu-abu” karena dari
situlah tipu-tipu penentuan siapa yang menerima dimanipulasi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar