Jumat, 12 September 2014

Di Manakah Menempatkan Olahraga?

Di Manakah Menempatkan Olahraga?

Ferdinand Hindiarto  ;   Dosen Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata,
General Manager PSIS Semarang 2012-2013
SUARA MERDEKA, 11 September 2014

                                                                                                                       
                                                      

“Olahraga semestinya ditempatkan di posisi yang sama pentingnya dengan pilar pembangunan lain”

CERITA mengenai kejayaan olahraga di negeri ini dalam beberapa tahun terakhir sungguh menarik untuk direnungkanoleh segenap pemangku kepentingan. Tradisi emas Olimpiade dimulai di Atlanta 1996 oleh Susi Susanti-Alan Budi Kusuma akhirnya terhenti tahun 2012 di London. Bahkan dalam Piala Thomas dan Uber 2012 di Wushan Tiongkok, tim Indonesia tidak lagi mampu mencapai semifinal. Setelah Chris John menggantung sarung tinju, kita sudah tidak lagi memiliki juara dunia tinju.

Dalam beberapa tahun terakhir, kita justru disuguhi kejadian-kejadian dualisme kepengurusan dalam organisasi olahraga. Bahkan induk olahraga nasional pun tidak mau kalah berebut kewenangan dan kekuasaan. Pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab dalam pengelolaan dan pengembangan olahraga sibuk berebut legalitas dan kekuasaan.

Publik tentu masih ingat pelaksanaan SEA Games XXVI di Palembang yang nyaris diundur karena ketidaksiapan panitia. Demikian juga PON XVIII di Riau yang amburadul dalam beberapa aspek, khususnya sarana dan prasarana. Rasa sesal dan sesak juga masih terasa ketika timnas sepak bola U-23 gagal meraih emas dalam dua SEA Games terakhir. Bahkan untuk tingkat Asia Tenggara pun sulit rasanya menjadi juara.

Maka tak heran ketika timnas U-19 menjadi juara Piala AFF tahun lalu, masyarakat mengalami kegembiraan luar biasa, refleksi hausnya terhadap prestasi olahraga. Pada momen seperti itulah masyarakat seolah-olah terhipnotis magis oleh lagu ’’Indonesia Raya’’. Merinding mendengar dan melihatnya. Olahraga mampu mengalahkan segala bentuk perbedaan, konflik, masalah dan sebagainya, dan hanya ada satu rasa: bangga.

Untuk itu lewat artikel ini, saya mengajukan pertanyaan di manakah menempatkan olahraga dalam rencana strategis pembangunan? Secara formal pengembangan olahraga memiliki dasar hukum yang jelas melalui UU Nomor 3 Tahun 2005. Namun 9 tahun setelah regulasi itu disahkan, belum ada tanda-tanda kemembaikan dunia olahraga.

Olahraga semestinya berdiri sejajar, dan ditempatkan sama pentingnya dengan pilar pembangunan yang lain, seperti budaya, pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan lainnya.  Hanya dengan paradigma dan political will seperti itu dunia olahraga, termasuk di  Jawa Tengah menjadi kuat. Tentu harus diikuti dengan eksekusi nyata dalam tataran operasional.

Menempatkan olahraga sebagai pilar pembangunan akan membawa dampak positif yang beruntun bagi masyarakat. Dalam matra olahraga pendidikan, jika mapel Olahraga dikelola serius akan berdampak pada beberapa hal. Keseimbangan antara otak yang cerdas dan fisik yang sehat, media membangun karakter peserta didik: sportif, patuh pada aturan, kerja keras, teamwork, dan menyikapi kekalahan atau kemenangan secara sehat,

Modal dasar membangun olahraga di Indonesia dan juga Jateng adalah political will dari pemerintah. Melalui political will maka olahraga akan ditempatkan sebagaimana mestinya, sebagai salah satu pilar utama pembangunan dan dinamika kehidupan masyarakat. Dalam UU Nomor 3 Tahun 2005 disebutkan pemerintah memiliki kewajiban dan kewenangan. Idealnya, pembangunan olahraga dilakukan melalui strategi yang mengintegrasikan tiga matra olahraga: pendidikan, rekreasi, dan prestasi.

Sikap Sportif

Beberapa poin yang dapat disampaikan berkait strategi itu antara lain bahwa prestasi bukan orientasi utama dan jangan menggunakan cara instan dan tidak sportif untuk mencapainya. Prestasi adalah buah yang dipetik dari pembangunan olahraga. Melalui olahraga rekreasi, tercipta masyarakat yang terbiasa dengan ’’aroma’’ dan ’’iklim’’ olahraga. Perilaku hidup sehat, sikap sportif, menghargai kerja keras atlet, kesediaan mendukung dan terlibat mengembangkan bakat anak-anak dalam bidang olahraga adalah tujuan dari matra ini.

Dengan membangun fasilitas-fasilitas olahraga di tiap komunitas maka lingkungan beraroma olahraga ini tercipta dengan sendirinya. Fasilitas itu dapat digunakan sebagai tempat siswa dalam berolahraga. Melalui matra olahraga pendidikan, sekolah hendaknya menjadikan olahraga sebagai media membangun karakter positif sekaligus menjadi media berkembangnya bakat olahraga siswa.

Guru olahraga tak hanya memberikan pengetahuan tetapi yang lebih penting menanamkan olahraga sebagai sendi kehidupan yang penting bagi manusia. Jika di masyarakat dan di sekolah sudah tercipta ’’aroma’’ dan ”iklim” olahraga, saya yakin akan tumbuh subur bakat-bakat olahraga siswa.

Bakat itu akan berkembang melalui kompetisi berjenjang yang dikelola profesional oleh induk organisasi.  Pada suatu hari, prestasi olahraga hadir dengan sendirinya.

Salah satu hal krusial yang sering terjadi di dunia olahraga indonesia adalah manajemen yang kurang profesional. Yang lebih penting, bagaimana membuat organisasi-organisasi itu  bekerja profesional mengingat di tangan merekalah pengembangan prestasi dihasilkan. Tenaga profesional dan lepas dari kepentingan politik, pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel, manajerial yang mapan, sarana dan prasarana memadai adalah syarat supaya organisasi olahraga bisa bekerja secara profesional.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar