Jumat, 25 April 2014

Awas “Perselingkuhan” BOS

Awas “Perselingkuhan” BOS  

FX Triyas Hadi Prihantoro  ;   Guru SMA Pangudi Luhur
Santo Yosef Surakarta, Jawa Tengah
KOMPAS, 24 April 2014
                                      
                                                                                         
                                                             
BANTUAN Operasional Sekolah yang diberikan sesuai kuota minimal siswa sangat rawan dikorupsi dan dimanipulasi. Sejumlah sekolah dengan jumlah siswa minim bakal menerima kucuran dana BOS melebihi jumlah siswa.

Hal ini berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 101 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Dana BOS Anggaran 2014. Dana BOS berfungsi mendukung penyelenggara wajib belajar sembilan tahun secara efektif dan efisien (Pasal 2 Butir a).

Kuota minimal untuk SD 80 siswa dan SMP 120 siswa. Akan menjadi persoalan bila jumlah siswa tidak mencapai kuota, sementara pemberian dana BOS sesuai kuota. Besaran dana BOS untuk siswa SD Rp 580.000 per anak per bulan dan siswa SMP Rp 710.000 per anak per bulan.

Dengan demikian, bila sesuai kuota, untuk SD paling tidak mendapatkan dana BOS Rp 556 juta per tahun dan SMP Rp 1.022.240.000 per tahun.

Bila jumlah siswa di bawah kuota bakal ada sisa dana yang biasanya relatif besar dan dapat ”dimainkan” oleh pihak sekolah. Inilah salah satu bentuk kerawanan baru dalam penyalahgunaan dana BOS.

Sebuah ”perselingkuhan” sangat mudah terjadi meski ada Komite Sekolah (KS) yang berfungsi mengawasi atau mengontrol sesuai Keputusan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) No 044/U/2002.

Komite Sekolah merupakan pengganti Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3).

Oleh karena itu, KS harus mampu menjalankan fungsi dan perannya, terutama mencegah terjadinya penyimpangan, termasuk penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang.

KS harus mampu mengawasi ”perselingkuhan” pihak sekolah dengan BOS, dengan cara orangtua/wali benar-benar peka dan peduli akan nasib dunia pendidikan dengan memahami hak dan kewajibannya.

Komite Sekolah

Kepedulian dan pemberian kuota serta kenaikan dana BOS tidak lepas dari implementasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 60 Tahun 2011.
Dengan adanya dana BOS, tidak boleh lagi ada pungutan kepada calon siswa. BOS memenuhi kebutuhan pengadaan buku, sarana kegiatan belajar mengajar, dan kegiatan ekstrakurikuler.

Namun, apa jadinya bila terjadi penyalahgunaan? Pasalnya, dana BOS langsung masuk ke rekening sekolah atas nama kepala sekolah dan kadang KS tidak mengetahui rinciannya. Karena itu, demi mengawasi BOS, peran KS harus dioptimalkan.

Peran KS meliputi pemberi pertimbangan (advisor agency), pendukung (supporting agency), pengontrol (controlling agency), dan mediator pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan.

Keanggotaan KS harus memenuhi unsur-unsur masyarakat (tokoh pendidikan, dunia usaha, organisasi profesi, wakil alumni, wakil orang tua/wali dan wakil siswa), serta unsur dewan guru.

Jumlah minimal sembilan orang. KS harus selalu proaktif dan ikut mengawal dari cairnya BOS sampai pendistribusian kepada siswa.

Laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan penggunaan dana BOS 2009-2011 boros triliunan rupiah, terutama dalam hal pembelian atau pengadaan buku teks pelajaran yang didanai dana BOS. Bisa jadi pada setiap kucuran dana BOS terjadi upaya kolusi secara sistematis.

Oleh karena itu, independensi KS harus digalakkan, memahami, dan mendapat perlindungan hukum sehingga tidak mudah diajak ”selingkuh.” Ibarat ada gula ada semut, barang yang manis pastilah menggiurkan dan banyak yang mengincar.

Implementasi pemerintah

Karena dana BOS adalah bentuk implementasi tanggung jawab negara sesuai Pasal 31 Ayat (2) Amandemen UUD 1945, maka dana BOS menjadi penegasan kewajiban pemerintah memenuhi hak rakyat untuk memperoleh pendidikan.

Lebih tegas lagi dalam UU No 20/2003 tentang Sisdiknas. Pasal 34 Ayat (2) menyebutkan bahwa ”Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya”.

Ditegaskan lagi dalam Ayat (3), ”Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat”.

Prinsipnya, BOS merupakan hak setiap warga negara. BOS tidak boleh dinegosiasikan, diperdagangkan, dan diperjualbelikan. Penggunaan dana BOS harus transparan terhadap para pemangku kepentingan, termasuk komite sekolah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar