Islam
di Amerika dan Paradoks
Imam Shamsi Ali ; Presiden Nusantara Foundation
|
REPUBLIKA,
11 November
2017
Setiap kali saya pulang
kampung, Indonesia, di berbagai acara baik pertemuan maupun ceramah selalu
ditanya tentang perkembangan Islam di Amerika. Bagaimana keadaan umat,
meningginya Islamofobia, hingga dampak berbagai kebijakan pemerintahan Donald
Trump saat ini.
Merespons berbagai pertanyaan
ini memang agak kesulitan menjawab dengan jawaban langsung dan hitam putih.
Masalahnya adalah Islam dan umat di Amerika itu berada dalam situasi yang
paradoks. Di satu sisi Islamofobia dan kasus-kasus kekerasan kepada komnitas
Muslim cukup meninggi. Bahkan sejak terpilihnya Donald Trump sebagai
presiden, ragam kasus kekerasan terjadi di sana sini.
Namun demikian, di sisi lain,
perkembangan Islam juga semakin meninggi bahkan tidak lagi terbendung. Setiap
tahun puluhan ribu warga Amerika memilih Islam sebagai jalan hidupnya.
Masyarakat Amerika secara umum juga semakin terbuka untuk mengetahui Islam.
Dan simpati kepada umat ini juga semakin meluas, bahkan dari masyarakat yang
selama ini dipersepsikan sebagai “musuh”, seperti masyarakat Yahudi.
Saya ingin mengulang kembali
sejarah yang pernah terjadi di bulan Februari lalu. Puluhan ribu warga
Amerika non Muslim hadir mendukung kami dalam sebuah demonstrasi
besar-besaran di Time Square, jantung kota New York. Demo yang dihadiri oleh
Wali Kota New York dan pembesar lainnya itu mengusung tema: Today I am a
Muslim too (hari ini saya juga Muslim). Sebuah pernyataan tegas bahwa
teman-teman non Muslim di Amerika bersama kami komunitas
Muslim menghadapi tendensi
fobia pemerintahan Trump.
Pertanyaannya adalah kenapa
terjadi paradoks ini? Kenapa Islam tetap berkembang pesat di tengah
Islamophobia yang semakin meninggi? Apa faktor-faktor yang menjadikan Islam
sehingga tidak lagi terhalangi?
Faktor Islam
Islam itu adalah kebenaran yang
sempurna. Keindahan yang tiada tertandingi. Kekuatan yang tidak terkalahkan.
Kekurangan dan keburukan (ugliness) Islam tidak pada nilai dan ajarannya.
Tapi, lebih pada prilaku pemeluknya melalui misreprsentasi yang terkadang
sangat menyedihkan dan mengkhawatirkan.
Islam itu damai, pemeluknya
mudah emosi dan marah. Islam itu adil, pemeluknya seringkali melakukan
kezholiman dalam berbagai aspek kehidupan. Islam itu maju, pemeluknya
mayoritas terbelakang, bodoh dan miskin. Islam itu mengedepankan kerjasama,
pemeluknya mudah membenci dan konflik. Demikian seterusnya.
Maka, perkembangan Islam di
Amerika tidak terlepas dari kesempurnaan Islam itu. Ketika warga Amerika
mampu menembus batas-batas kesalah pahaman itu, galibnya karena propaganda
media dan politisi, mereka akan menemukan keindahan agama ini. Keindahan dan
kekuatan dalam segala aspeknya.
Saya masih teringat seorang
diplomat Amerika yang pernah bertugas di Mesir, Libanon, dan Tunis. Beliau
datang ke Islamic Center menyampaikan keinginannya masuk Islam karena
keindahan Islam dalam aspek ruhiyahnya. Yang paling membekas dalam batin
beliau ketika itu adalah suara azan.
“Suara itu masing terngiang-ngiang di telinga saya” katanya.
Singkat cerita sang diplomat
itu mengikrarkan syahadah karena faktor keindahan sentuhan ruhiyah Islam
melalui lantunan azan di saat sholat.
Mungkin contoh yang agak
ekstrim dalam benak sebagian orang adalah kisah ini. Seorang wanita yang
masih muda, berumur sekitar 24 tahun hadir di kelas muallaf saya dan
berdiskusi dengan seorang feminis.
Sang feminis: “Islam is discriminative to women. Look at
how Islam permits men to marry more than one” katanya.
Wanita muda: “Listen, I am a second wife. But I don’t
feel at all as having a half husband. My husband is fully responsible and
taking care of me”.
Lanjutnya lagi: “I dropped out from my HS because I was
pregnant and no one wanted to be responsible for my kid. But my husband
married me, and takes my kid as his own kid”.
Ini mungkin contoh ekstrim dan
berat bagi perasaan wanita khususnya. Tapi, di situlah keindahan Islam dalam
membangun keluarga. Bahwa ego pribadi bukan segalanya. Ada faktor-faktor
sosial, moral dan masyarakat yang di kedepankan.
Semakin Islam terekspos ke
masyarakat Amerika semakin pula ternampakkan keindahan itu. Dan keindahan
itulah yang menjadi daya tarik bagi mereka untuk menerima Islam sebagai jalan
hidup mereka.
Faktor Amerika
Pertumbuhan Islam juga tentunya
sangat ditentukan oleh faktor Amerikanya. Bahwa antara Islam dan Amerika ada
kesenyawaan, keselarasan dan komonalitas yang tinggi. Islam menjunjung tinggi
kebebasan. Bahkan sering saya sampaikan bahwa Islam dan kebebasan itu
bagaikan ikan dan air. Sebesar apapun ikan jika airnya kering, maka lambat
laun ikan itu akan mati. Dan Amerika adalah negara yang menjadikan kebebasan
sebagai pilar berbangsa.
Islam mengedepankan keadilan
(justice) untuk semua manusia. Di Amerika kita kenal “justice for all”
sebagai dasar perundang undangan. Dan hukum masih menjadi raja dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Islam berwawasan kebaikan dan
kebahagiaan bersama (hasanah fid dunia wa hasanah fil akhirah). Amerika juga
mengamanatkan “pursuit of happiness” (mencari kebahagiaan) sebagai pilar
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Demikian seterusnya. Nilai-nilai
yang dikandung Islam dan Amerika sejalan. Saya tidak mengatakan sejajar.
Karena Islam itu adalah ajaran langit (firman Tuhan). Dan Amerika adalah
kreasi bumi yang tidak suci. Langit dan bumi itu tidak akan pernah sejajar.
Tapi realita pada tataran praktis kehidupan
senyawa.
Maka, dengan nilai-nilai yang
diajarkan Islam itu menjadikannya sangat mudah diterima oleh warga Amerika.
Karena sekali lagi, mereka telah memiliki filsafat hidup yang demikian. Tidaklah salah ketika
orang mengatakan yang diperlukan orang-orang Amerika itu hanya “syahadat”
saja. Secara karakter sosial, bahkan pandangan hidup sudah banyak yang
sejalan dengan ajaran Islam.
Nilai dan semangat atau
komonalitas keduanya (Islam dan Amerika) di atas itu menjadi faktor penting
bagi perkembangan Islam yang tinggi di Amerika. Maka menghalagi Islam
sejatinya seolah penghalangan nyata ke nilai-nilai yang sesungguhnya
dibanggakan oleh orang-orang Amerika.
Tentu faktor lain yang penting
juga adalah faktor karakter orang-orang Amerika. Mereka terbuka, luas
wawasan, dan ada rasa keingin tahuan yang tinggi. Oleh karenanya ketika Islam
sampai ke mereka, baik dengan wajah buruk (mispersepsi) apalagi memang dengan
wajah indah, mereka dengan mudah menerimanya.
Ini yang menjadikan saya
pribadi sangat iptimis bahwa apapun rintangannya Islam di Amerika akan tetap
berkembang dan jaya. Bahkan saya melihat tantangan-tantangan itu justeru
dihadirkan sebagai pemacu bagi kemajuannya. Dengan kata lain, tantangan
sesungguhnya dapat dibalik menjadi peluang bagi kemajuan Islam di bumi
Amerika. Insya Allah! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar