Maryam
Turun ke Bumi!
Imam Shamsi Ali ; Presiden Nusantara Foundation
|
REPUBLIKA,
14 November
2017
Sekitar empat tahun lalu saya
diundang untuk menghadiri konferensi perdamaian yang melibatkan komunitas
Muslim dan Yahudi di Seville, Spanyol. Konferensi ini bertujuan untuk
mengenang masa-masa kejayaan Islam di Spanyol, dan masyarakat Yahudi ikut
mengapresiasi realita itu.
Salah seorang murid mualaf saya
hadir serta sebagai pengamat. Namanya Elizabeth Stouwart, yang saat itu masih
di tahun terakhir di Columbia University. Bersama Liz, demikian biasa
dipanggil hadir pula beberapa pelajar dari berbagai universitas Amerika.
Liz telah memeluk Islam sejak
tiga tahun sebelumnya. Dan hingga keberangkatannya ke Seville dia masih
menyembunyikan keislamannya itu ke orang tuanya. Sehingga keberangkatannya ke
Seville juga disampaikan ke orang tuanya sebagai perjalanan studi banding.
Maryam turun ke bumi
Selama di Seville Elizabeth
bersemangat belajar dari semangat damai yang dimiliki oleh ajaran Islam.
Nampak selalu berada di kursi yang strategis untuk memperhatikan diskusi atau
dialog yang terjadi.
Di selah-selah acara dialog itu
peserta memiliki banyak kesempatan untuk jalan-jalan dan melihat-lihat
gedung-gedung klasik yang ada di kota itu. Gereja besar dan megah ada di
mana-mana. Tapi uniknya di dalam gereja itu penuh dengan kaligrafi dan
tulisab nama Allah dan Muhammad.
Ternyata gereja-gereha besar
itu dahulunya adalah masjid-masjid megah yang dibangun oleh penguasa Muslim.
Tapi setelah ditaklukkan oleh raja Katolik, masjid-masjid itu banyak yang
dijadikan gereja oleh mereka. Sebagian dijadikan bar atau night club.
Di sinilah Liz mengalami
sesuatu yang unik. Karena orangnya tinggi semampai, putih dan berwajah
bersih, dan selalu dengan pakaian Muslimah yang rapih, dia selalu menjadi
perhatian. Orang-orang di jalan akan selalu menatapnya dengan keheranan.
Sampai suatu saat dia
memberanikan diri bertanya kepada orang-orang yang menontonnya.
“Kenapa kalian melihat-lihat
saya seperti itu?”, tanyanya dengan sopan.
Salah seorang di antara mereka,
entah bercanda atau serius mengatakan: “ketika kita melihat kamu, seolah kita
merasakan kehadiran Bunda Maria di antara kita”.
Ternyata orang-orang Seville
atau Spanyol itu sangat beragama dan cinta kepada Yesus dan ibunya. Sehingga
melihat wajah Liz yang mirip Bunda Maria mereka seolah kedatangan Bunda
Maria.
Mendengar itu Liz hanya
tersenyum manis. Orangnya memang pendiam tapi sangat pintar dan sopan. Kerap
kali di kelas hanya menyimak dan jarang berbicara. Tapi paling cepat paham
dan menghafal ayat-ayat Alquran.
Membuka rahasia
Orang tua Liz beragama Kristen
fanatik. Ayahnya keturunan Belanda dan Ibunya keturunan Ukraine. Liz adalah
anak pertama dari dua bersaudara. Adiknya juga seorang wanita dan mahasiswas
di Yale university.
Sekembali dari Seville Liz
kembali ke rumah orang tuanya di Connecticut. Pada saat yang sama ayahnya
mengadakan pesta ulang tahunnya. Seperti biasa ragam makanan dan minuman
disiapkan, termasuk babi dan minuman keras.
Di pesta itulah Liz menampakkan
perbedaannya. Dia tidak mau makan daging dan tidak lagi mau minum berakohol.
Rupanya Ibunya memperhatikan dan bertanya kenapa tidak memakan daging?
“I am trying to be vegetarian”,
jawabnya. “How about wine?”, tanya ibunya. “I am also trying to minimize
alcohol” jawabnya singkat.
Dalam percakapan di acara ulang
tahun ayahnya itulah terbuka kalau Liz telah pindah agama. Dia menyampaikan
bahwa “maaf saya tidak lagi makan babi karena agama saya melarang”.
Ibunya yang mengetahui bahwa
Liz baru balik dari konferensi Yahudi-Muslim, menyangka jika anaknya pindah
ke agama Yahudi. Sehingga dia tidak terlalu mempermasalahkan. Tapi ketika Liz
memberitahu bahwa dia pindah ke agama Islam, ibu dan ayahnya marah besar.
“You follow a terrorist
religion”, kata ayahnya dengan marah. “No dad, you will know. Am I a
terrorist?”, jawab Liz dengan sopan.
Adiknya ikut menyelah: “You
will not find a husband here in America. Go the Middle East to find your
husband”.
Singkatnya Liz kemudian diusir
dari rumahnya. Tapi alhamdulillah, sekolahnya ditangggung oleh biasiswa dan
untuk keperluan-keperluan lainnya dibantu oleh beberapa teman dekatnya di
Kota New York.
Kisah Liz ini hanya satu dari
banyak kisah yang menarik, indah tapi juga pahit. Tapi ketika iman telah
tertanam dalam di jiwa hambanya, apapun yang terjadi semua menjadi indah.
Karena Allah tidak lalai dari kehidupan hambaNya yang beriman.
Semoga Allah menjaga dan menguatkan
Liz. Menjadikannya hamba yang salehah dan mujahidah di jalan-Nya. Saat ini
Elizabeth telah menikah dan hidup dengan bahagia. Allahu Akbar walilahil hamd! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar