Prahara
Plagiarisme di Tanah Air
Budy Sugandi ; Peraih Beasiswa
Unggulan (BU) BPKLN RI;
Saat ini sedang menempuh Exchange Student Program di
Pascasarjana Faculty of Humanities and Education Technische Universität
Braunschweig, Germany;
Kampus asal: Marmara Üniversitesi, Istanbul, Turkey
|
OKEZONENEWS,
03 April 2014
Belum
padam isu tuduhan plagiat tulisan artikel di sebuah koran nasional yang
dilakukan oleh Anggito Abimanyu, dosen di Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM,
kini mencuat di permukaan tentang dugaan plagiat yang menyeret Wardihan A
Sinrang, mantan calon rektor Universitas Hasanuddin (Unhas).
Hasil rekomendasi
sejumlah guru besar ke Rektor Unhas Idrus Paturusi, memastikan jika Wardihan,
terbukti melakukan plagiat dengan modus substitusi nama, seperti dugaan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti). Idrus Paturusi, mengaku sudah
menerima rekomendasi dari komite etik berupa kesimpulan dari sidang etik yang
digelar secara maraton dalam sebulan terakhir.
Kasus Ppagiat di Unhas ini berdasarkan temuan Dikti
ketika melakukan penghitungan angka kredit untuk pengajuan guru besar atas
nama Wardihan A Sinrang yaitu kemiripan judul jurnal ilmiah yang diterbitkan
Majalah Farmasi dan Farmakologi dengan jurnal yang diterbitkan Trofical
Medicine and Surgery (TMS). Pertanyaannya ialah, mengapa ini bisa terjadi?
Apa yang salah dengan sistem pendidikan kita?
Tantangan dalam dunia akademik
Mantan
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) dan Guru Besar Hukum Konstitusi Prof. Mahfud
MD pernah menulis opini di sebuah koran nasional yang berjudul ‘Prof Dr (Kucing) Jany’. Pada tulisan
tersebut beliau mengkritisi tentang penyalahgunaan atribut-atribut akademik
yang ingin didapatkan secara instan di tanah air dan betapa beratnya untuk
bisa mendapatkan jabatan Profesor mulai dari aturan penjenjangan jabatan
fungsional sampai pada penghimpunan angka kredit atau CCP (commulative credit points). Beliau
juga menyampaikan bahwa tidak ada jabatan Profesor yang diberikan atau bisa
diterima sebagai jabatan kehormatan atau honoris
causa, seperti halnya tak ada jabatan Direktur “honoris causa” sebagai
jabatan struktural.
Budaya Akademik di PerguruanTinggi
Perguruan
tinggi merupakan garda terdepan dalam menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM)
yang berkualitas, kompeten dan berpikir ilmiah sehingga menjadi investasi
terpenting bagi suatu Negara. Mengingat urgensi tersebut, pada tanggal 10-11
Maret 2014, Direktorat Kelembagaan dan Kerjasama Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi (Dit Lemkerma Ditjen Dikti) menyelenggarakan Workshop Penguatan dan Pemberdayaan
Kelembagaan Perguruan Tinggi Regional I di Jakarta. Dari laman resmi
DIKTI, Direktur Dit. Lemkerma Hermawan Kresno Dipojono menjelaskan bahwa “Apa yang mereka cari? yang mereka cari
adalah kultur pendidikan/budaya akademik di kampus tersebut yang tidak dapat
mereka peroleh melalui buku ataupun belajar secara online.”
Budaya Akademik di Jerman
Jerman
terkenal dengan keunggulan ilmu pengetahuan (science) dan teknologinya serta tergolong negara industri paling
berprestasi dan paling maju perkembangannya. Beberapa merk terkenalseperti
Mercedes Benz, BMW, Volkswagen, Audi, dan Adidas mengantarkan Jerman mendapat
sebutan sebagai “juara dunia ekspor”.
Dari
situs Tatsachenüberdeutschland
(Fakta tentang Jerman) disebutkan bahwa dalam hal paten triade yang berlaku
di seluruh dunia, Jerman memegang posisi ketiga setelah Amerika Serikat dan
Jepang. Dengan lebih dari 26.500 pendaftaran pada Jawatan Paten Eropa, Jerman
menjadi juara diantara negara Eropa.
Dengan
memegang sepertiga lebih dari semua paten triade di bidang pengurangan emisi
bahan beracun oleh kendaraan bermotor, Jerman menempati peringkat teratas di
seluruh dunia. Penanggung jawab utama bagi pengorganisasian Inisiatif Keunggulan ialah Deutsche Forschungsgemeinschaft (Himpunan
Riset Jerman – DFG), penyandang dana terpenting bagi penelitian. Sampai tahun
2017 diberi dana sebesar 2,7 miliar Euro kepada sejumlah perguruan tinggi
yang dipilih oleh sebuah dewan pakar independen.
Inisiatif Keunggulan telah
berdampak besar di segi struktural dengan dukungan erarah
yang diberikannya kepada pembentukan struktur baru yang ramah riset serta
kepada kerja sama interdisipliner, tidak hanya secara intrauniversiter,
melainkan juga antarauniversitas, lembaga riset ekstrauniversiter dan dunia
usaha.
Budaya Akademik Perguruan Tinggi
di Jerman
Keunggulan
Jerman dalam berbagai bidang di dunia tidak luput dari tingginya budaya
akademik bahkan bisa dikatakan sudah menjadi nafas di lingkungan Perguruan
Tinggi. Sesuai dengan motto pendidikan di Jerman yaitu “land of ideas”, mereka sangat konsen dalam menghadirkan atmosfir
belajar mengajar berbasis research untuk menciptakan ahli-ahli yang kompeten.
Banyak
perguruan tinggi yang telah mengadakan kerjasama baik berupa program joint
degree, international program hingga bekerja sama dengan perusahaan, sehingga
para Mahasiswa berkesempatan untuk magang dan langsung nbekerja di perusahaan
yang diajak bekerjasama tersebut setelah menyelesaikan studi. Salah satu
contohnya yaitu Technische Universität
Braunschweig, salah satu Universitas yang ada di Negara bagian Lower
Saxon, yang telah lama menjalin kerjasama dengan beberapa perusahaan
diantaranya perusahaan mobil terkenal Volkswagen (VW).
Kegiatan-kegiatan
seperti menyelenggarakan konferensi ilmiah, budaya long-term goal, strategi High-Tech,
kerja tim sudah sangat lumrah terjadi di perguruan tinggi di Jerman. Kegiatan
yang bersifat ilmiah menjadi ajang untuk saling bersinergi antara pemerintah
pusat (Jerman), negara bagian dan pihak perguruan tinggi. Beberapa hari lalu,
tepatnya tanggal 19-21 Februari 2014 penulis berkesempatan menghadiri acara
konferensi yang diselenggrakan oleh Berlin
Mathematical School berjudul “2nd
BMS Student Conference”, bertempat di tiga Universitas berbeda yaitu Freie Universität Berlin, Technische
Universität Berlin dan Humboldt
Universität Berlin. acara diisi oleh 18 pemateri yang backgroundnya bevariasi yakni 3 orang
Profesor (Prof. Jose Figueroa-O’ Farrill dari University of Edinburg-UK, Prof. Gitta Kutyniok dari Technische Universitat Berlin-Germany
dan Prof. Jochen Brüning dari Humboldt
Universitatzu Berlin-Germany) serta sisanya disampaikan oleh para
Mahasiswa dari berbagai Universitas mulai dari jenjang S1 sampai S3, baik mereka
yang sedang melaksakan atau telah menyelesaikan penelitiannya.
Dari
paparan tentang budaya akademik di Jerman di atas, diharapakan menjadi dorongan kuat agar pemerintah
benar-benar fokus pada upaya peningkatan kualitas akademik di perguruan
tinggi yaitu sebuah institusi yang diharapkan menjadi ‘ujung tombak’ dalam
menghasilkan manusia-manusia unggul dan berprestasi yaitu
sehingga plagiarisme di tanah air bisa dipangkas. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar