Setop Provokasi dan Kebutralan!
Yudhistira ANM Massardi, Sastrawan;
Pengelola
sekolah gratis untuk kaum duafa TK-SD Batutis Al-Ilmi Bekasi
SUMBER : MEDIA INDONESIA, 03 April 2012
PROVOKASI
ialah rangsangan fisik dan nonfisik yang menimbulkan kemarahan.
Kebrutalan ialah tindakan kekerasan yang sewenangwenang dan telengas.
Kebrutalan ialah tindakan kekerasan yang sewenangwenang dan telengas.
Tentang
itu, dalam pesan Blackberry-nya,
seorang mahasiswa Universitas YAI di Salemba, Jakarta Pusat--yang jalan depan
kampusnya menjadi salah satu tempat aksi demonstrasi antipenaikan harga BBM
pada 29 Maret 2012--membuat deskripsi yang pas, “Tolong catat baik-baik ya,
kami mahasiswa YAI enggak memulai rusuh, kami hanya bereaksi atas serangan yang
membabi buta ke arah kampus kami. Apakah kami salah bila kami enggak mau ikutikutan
demo? Kami tentu saja enggak setuju (harga) BBM naik, tapi kami juga enggak
suka berbuat anarkistis. Pada saat kejadian, posisi kami terpojok di dalam
kampus berusaha mengamankan pintu gerbang sambil menyelamatkan
kendaraan-kendaraan kami....“
Artinya,
ketika itu, para mahasiswa YAI tidak terlibat dalam aksi demonstrasi yang
berlangsung di depan kampusnya. Namun, mereka ke mudian mengalami provokasi
tersebut dan menjadi korban dari kebrutalan, sebagaimana dilukiskan kemudian, “Tapi yang ada kami malah diserang tembakan
peluru karet, gas air mata, dan bom molotov secara membabi buta. Dan yang
paling kami sesalkan, polisi yang seharusnya mengamankan justru jadi pihak yang
menyerang. Kalian enggak tahu betapa kalutnya kami di dalam kampus. Kalian juga
enggak tahu bahwa di dalam kami tidak bisa berbuat banyak memberikan
pertolongan pertama kepada teman-teman kami yang terluka akibat peluru karet
dan penyakitnya kambuh karena shocked dan terhirup gas air mata dengan
obat-obatan seadanya, kami menghubungi ambulans, tapi enggak ada yang bersedia
datang. Lalu kalau temanteman kami itu tidak dapat tertolong, apa kalian semua
bisa mengganti nyawa orangorang itu?“
Saling Tumpas
Dalam
dua pekan terakhir sejak demo antipenaikan harga BBM marak di berbagai tempat,
melalui media massa, khususnya televisi, kita menyaksikan betapa para anggota
kepolisian bertindak brutal dalam menghadapi para demonstran: memukuli,
menendang, menginjak-injak, dan menembakkan gas air mata serta meletupkan
senjata api.
Di
pihak lain, kita juga melihat para demonstran melakukan aksi pelemparan batu,
pembakaran ban, dan bahkan membakar mobil serta merusak pos polisi.
Kedua
pihak telah telah termakan oleh provokasi yang, terutama, terpicu oleh posisi
berhadapan, seakan-akan mereka musuh bebuyutan yang harus saling tumpas. Status
bahwa para demonstran adalah wakil yang coba menyuarakan aspiras rakyat dan
polisi adalah penjaga ketertiban dan pengayom masyarakat menguap di tempat
kejadian. Ketika bentrokan meletus, tampak bahwa aksi kekerasan itulah yang
seakan-akan mereka tunggu-tunggu, atau menjadi tujuan dari kehadiran mereka di
tempat tersebut.
Kita
juga melihat bahwa satuan polisi, yang didukung pasukan tentara--yang justru
meningkatkan daya provokasi terhadap para demonstran-bukannya mengambil posisi
berjajar melindungi sarana umum, melainkan berbaris rapat dengan perisai
menghadang jalan para demonstran secara frontal. Alhasil, begitu kedua pihak
kehilangan jarak, kekerasan yang di awali dengan aksi dorong-tahan pun berubah
menjadi kebrutalan yang menimbulkan banyak korban luka.
Polisi
tidak mengambil langkah persuasif, tetapi represi. Dengan demikian, keberingasan
pun dilakukan, tidak hanya terhadap para demonstran, tetapi juga terhadap para
wartawan dan kamerawan yang merekam aksi brutal mereka. Karena takut gambar
disiarkan, mereka tidak meminta hasil rekaman, tetapi juga memukuli para
jurnalis--menyempurnakan kebrutalan para petugas keamanan. Hal itu seperti di
negara-negara totaliter yang ketinggalan zaman.
Provokasi dan Kebrutalan Sesungguhnya
Sejauh
ini, kerusakan yang ditimbulkan para demonstran di berbagai tempat, jika
dikalkulasikan dengan uang, nilainya sesungguhnya tidak seberapa jika
dibandingkan dengan harta negara yang dijarah para koruptor di bawah rezim
pemerintahan SBY. Apalagi, sebagian besar pelaku kejahatan luar biasa itu masih
bergentayangan dan dibiarkan terus menimbulkan kerusakan moral dan mental di
seluruh tubuh bangsa.
Sesungguhnya,
jika para penegak hukum hendak menumpas gerombolan penghancur sendi-sendi
kehidupan berbangsa dan bernegara, para koruptor itulah yang pertama kali harus
ditumpas sebengis-bengisnya, bukan para mahasiswa/demonstran.
Para
pengunjuk rasa itu turun ke jalan bukan semata-mata karena terprovokasi oleh
niat pemerintah hendak menaikkan harga BBM, melainkan jauh lebih terprovokasi
oleh para koruptor yang selama ini bisa tenang bersemayam di bawah mahligai
kekuasaan. Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang tak
bersungguh-sungguh memberantas korupsi itulah provokasi dan kebrutalan sesungguhnya,
yang tidak hanya memakan korban para mahasiswa , tetapi juga mayoritas rakyat
Indonesia.
Jika
para koruptor itu ditumpas dengan keras dan seluruh harta mereka disita untuk
negara, serta pajak-pajak dipungut dan dikumpulkan secara benar, bukan hanya
harga BBM tidak perlu dinaikkan, melainkan fasilitas pendidikan dan kesehatan
pun bisa digratiskan untuk seluruh anak bangsa! Maka, tekad pemerintah untuk menaikkan harga
BBM itu merupakan bagian dari kejahatan luar biasa terhadap bangsa yang
mayoritas menderita. Apalagi, rencana itu secara tidak bermoral dipasarkan
dengan kemasan kalimat `demi kepentingan
seluruh rakyat Indonesia'.
Tumpas
korupsi dengan asas pembuktian terbalik, itulah yang boleh dikatakan `demi kepentingan seluruh rakyat Indonesia'.
Jika dilakukan, itu bisa menjadi tontonan dan tuntunan politik moral yang baik
untuk seluruh warga bangsa. Jadi, setop
provokasi dan kebrutalan sekarang juga! ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar