KPK
“Melempem”
Adi Andojo Soetjipto, Mantan
Hakim Agung
SUMBER
: KOMPAS, 24 April 2012
Sebagian besar orang Indonesia pasti sudah
tahu apa arti kata ”melempem”. Ya, macam kerupuk keanginan: kalau digigit tidak
lagi berbunyi ”kriyuk-kriyuk”, tetapi seperti kita menggigit tempe yang tidak
berbunyi apa-apa. Akan tetapi, kita hendaknya jangan menyamakan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan tempe. Itu suatu penghinaan!
Bung Karno dulu selalu mengatakan, ”Bangsa
kita bukan bangsa tempe.” Tempe dalam konteks kata-kata Bung Karno berarti
makanan yang inferior sehingga dipakai untuk menggambarkan sesuatu yang
murahan. Kalau kita katakan KPK ”me - lempem” bolehlah karena nyatanya memang
seakan-akan KPK ”keanginan”. Macam kerupuk tadi, angin yang tidak kelihatan,
tetapi baunya menyengat sehingga rakyat merasa mual: mau muntah.
Betapa tidak! Tempo hari KPK berjanji mau
memeriksa seorang tokoh penting. Mana buktinya? Sampai sekarang tidak nyata.
Yang ada malah isu tentang perpecahan unsur pimpinan KPK. Ini pun kemudian
dibantah sendiri. Katanya bukan perpecahan, melainkan perbedaan pendapat.
Fokus perhatian kita pun berubah arah: bukan
pada pemeriksaan tokoh penting itu, melainkan pada perbedaan pendapat.
Sebelumnya ada salah seorang pimpinan KPK
yang mengatakan bahwa dua orang yang bersaksi di sidang pengadilan di bawah
sumpah belum cukup dijadikan alat bukti untuk menjadikan seseorang sebagai
tersangka. Kata sang anggota pimpinan KPK tersebut, menurut KUHAP masih harus
ada alat bukti lain.
Waduh! Dua saksi, apalagi keterangan itu
diberikan di bawah sumpah di depan sidang pengadilan, bukankah sudah lebih dari
cukup untuk dijadikan sebagai alat bukti permulaan?
Krisis Kepercayaan?
Saya sebenarnya sudah meng enal Anas
Urbaningrum dan Andi A Mallarangeng sewaktu keduanya menjadi anggota Tim 11 di
bawah pimpinan (almarhum) Nurcholish Madjid dan Adnan Buyung Nasution yang
bertugas menyeleksi partai politik yang akan mengikuti Pemilu 1999. Waktu itu
mereka merupakan dua tokoh muda yang penuh semangat, berdedikasi tinggi, dan
jauh dari terpaan isu korupsi. Menurut pendapat saya, mereka sebaiknya kini
diperiksa oleh KPK supaya mereka tidak terombang- ambing oleh isu dan rakyat
pun cepat dapat mengetahui kebenarannya.
Sekarang mengapa semua unsur pimpinan KPK
menjadi kuthuk- kuthuk alias diam, tidak bersuara galak seperti ketika baru
dilantik dulu?
Belum lagi ditambah kenyataan bahwa mantan
Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari telah dinyatakan sebagai terdakwa oleh
Kejaksaan Agung atas tuduhan melakukan tindak pidana korupsi. Apakah ini bukan
menjadi porsi KPK untuk memeriksa nya?
Apakah sudah ada kesepakatan baru yang rakyat
tidak tahu ataukah ini sekadar menandakan adanya krisis kepercayaan kepada KPK?
Saya termasuk orang yang tak setuju apabila
KPK dibubarkan. KPK sebagai lembaga superbody dalam pemberantasan korupsi harus
tetap dipertahankan keberadaannya sampai korupsi benar- benar hilang dari bumi
Indonesia. Akan tetapi, tentu dengan catatan, KPK yang benar-benar bisa
diandalkan; tidak melempem seperti sekarang, yang mudah masuk angin.
Perbedaan pendapat di antara pimpinan yang
bersifat kolektif boleh-boleh saja dan hal itu pasti tidak bisa dihindari. Akan
tetapi, yang penting di antara pimpinan itu harus to make the best of it
sehingga selalu bisa dicapai keputusan yang kompak tanpa ada saling menjegal di
dalam. ●
yang dibubarkan oknum2 perkumpulan setan mafia hukum bukan lembaga terhormatnya
BalasHapus