Sabtu, 01 Agustus 2015

Orang Besar dari Balkan

Orang Besar dari Balkan

Trias Kuncahyono  ;  Wartawan Senior Kompas
KOMPAS, 31 Juli 2015

                                                                                                                                     
                                                

Josip Brozovich Tito adalah cerita besar. Kebesarannya melampaui negaranya: Yugoslavia. Tito, walau pada tahun 1963 diangkat sebagai presiden seumur hidup (tahun 1953 diangkat menjadi presiden pertama Yugoslavia), tidak mau membiarkan kekuasaan mengubah dirinya menjadi ideolog asketik seperti Lenin, tiran yang selalu curiga seperti Joseph Stalin, atau orang yang serba sok tahu seperti Khrushchev.

Raymond H Anderson dalam artikelnya di The New York Times (5 Mei 1980), sehari setelah Tito meninggal, menulis, Tito memilih jalan sendiri. Sikapnya menentang rencana pemimpin Uni Soviet, Joseph Stalin (1879-1953), untuk mengintegrasikan Yugoslavia ke dalam Blok Komunis Eropa Timur (1953) adalah salah satu contohnya. Padahal, Tito pernah menjadi anggota Tentara Merah Uni Soviet dan terlibat dalam Revolusi Rusia 1917. Dengan sikapnya itu, Tito menjadi pemimpin komunis pertama yang menolak dominasi Uni Soviet.

Dengan demikian, ia membawa Yugoslavia keluar dari Comintern (Komunisme Internasional) dan memperkenalkan kebijakan baru: ”netralisme positif”. Dipengaruhi oleh gagasan-gagasan Wakil Presiden Milovan Djilas, Tito mencoba menciptakan sebuah bentuk sosialisme unik, memberikan pembagian keuntungan kepada dewan pekerja. Itulah yang kemudian disebut sebagai sosialisme gaya Yugoslavia—memadukan ideologi marxisme dengan sentuhan Barat. Hasilnya adalah titoisme, sistem ekonomi ”setengah bebas”, yakni tidak sepenuhnya diwarnai marxisme dan tidak sepenuhnya diwarnai Barat.

Tiga tahun kemudian, 1956, ia menentang invasi Soviet ke Hongaria dan Cekoslovakia (1968). Dukungannya terhadap pembentukan Nonblok (1961)—Tito adalah salah satu dari lima pendiri Gerakan Nonblok: Jawaharlal Nehru, Soekarno, Gamal Abdel Nasser, dan Kwame Nkrumah—adalah ungkapan tegas dari sikapnya yang menentang dominasi Soviet. Bagi rakyat Yugoslavia, Tito adalah ”Bapak Pemersatu”. Dengan slogan ”Persaudaraan dan Persatuan”, ia memimpin Republik Federal Sosialis Yugoslavia: negeri enam republik di Balkan (Bosnia-Herzegovina, Kroasia, Macedonia, Montenegro, Serbia, dan Slovenia) yang berbeda etnis dan agama.

Kitab sejarah menuturkan, Yugoslavia berdiri pada tahun 1918, dibentuk oleh Serbia, Montenegro, Macedonia, Kroasia, Slovenia, dan Bosnia-Herzegovina. Sebenarnya Serbia dan Montenegro sudah merupakan negara merdeka sejak 1878. Macedonia adalah taklukan Serbia sejak Perang Balkan I (1912-1913). Sementara yang lain adalah negara-negara bagian taklukan Kerajaan Austro-Hongaria. Saat pecah Perang Dunia (PD) II, peta itu berubah. Jerman mendirikan negara boneka Kroasia yang meliputi Bosnia-Herzegovina. Warisan PD II inilah yang diterima Tito.

Saat berkuasa, Tito menciptakan sistem politik monopartai (partai tunggal) dan sistem ekonomi sentralistik. Ia juga menumpas semua gerakan nasionalis-republik (Pedro Ramet, Yugoslavia in the 1980s). Tito juga menempatkan setiap wakil dari negara federal dalam dewan kepresidenan. Tujuannya adalah menghilangkan nasionalisme etnis. Yugoslavia adalah negara multinasional yang terdiri atas banyak kelompok etnis dan agama. Mereka bersatu karena tangan kuat Tito.

Ketika orang besar itu tiada—4 Mei 1980—Yugoslavia pun bubar, bagai sapu lidi tanpa suh (pengikat), dan dikotori pertumpahan darah tak terkira. Hal itu terjadi, antara lain, karena isu primordial yang sebelumnya bisa diredam menjadi liar tak terkendali; kuatnya tuntutan desentralisasi di bidang ekonomi dan politik; tuntutan otonomi republik yang makin kental dan kuat, menentang dominasi salah satu etnis, Serbia.

Orang besar itu telah tiada. Yugoslavia adalah masa lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar