PHP
Samuel Mulia ;
Penulis kolom “Parodi” Kompas Minggu
|
KOMPAS,
23 Agustus 2015
Bagi mereka yang tidak
tahu, maka judul yang saya tulis itu adalah sebuah singkatan. Singkatan itu
berbunyi, Pemberi Harapan Palsu. Kalau disebut pemberi, itu adalah seseorang
yang melakukan aktivitas atau kegiatan memberi. Hal apakah yang diberi?
Sebuah harapan. Harapan yang seperti apakah? Harapan yang palsu.
Pakai mata dan otak
Apa reaksi Anda ketika
menerima sebuah harapan yang palsu? Kalau saya gondoknya setengah mati.
Tersinggung, tersakiti. Tersakitinya bukan soal harapan palsunya, tetapi
lebih kepada sudah tertipu, telah dijadikan korban. Seperti promosi sebuah
produk. Memikat pada awalnya, tetapi bodong pada akhirnya.
Ayah saya pernah
tertipu dengan promosi investasi keuangan yang menjanjikan hasil yang tinggi
dalam waktu yang tidak terlalu lama. Dasar ayah juga manusia yang masuk ke
dalam golongan manusia doyan uang dan tak sabar, ia menggunakan mata dan
otaknya saja, sementara nuraninya dibungkam habis. Singkat cerita, investasi
yang dilakukan yang hanya memikat di awal itu, berakhir dengan kesia-siaan
alias uangnya raib dan ia mencak- mencak.
Kalau ayah saya korban
PHP dari sisi investasi uang, saya sebagai anaknya, telah menjadi korban PHP
cinta. Keduanya itu, uang dan cinta, tak ada bedanya. Keduanya punya daya
tarik yang memikat, menggiurkan, melenakan, seperti narkoba. Keduanya membuat
ketergantungan, dan memberi efek yang pada menit pertama mampu membuat otak
berkata, keputusan ini benar. Saya akan tambah kaya dalam waktu sekian bulan,
hidup saya akan lebih berbahagia karena cinta yang dulu tak pernah saya
alami.
Semuanya akan terlihat
masuk akal. Tetapi, yang semua masuk akal, belum tentu masuk ke dalam
'akal'-nya nurani. Apa buktinya? Saya pernah mencoba menasihati ayah saya
untuk lebih berhati-hati di dalam melakukan investasinya. Karena ia lebih
pandai secara matematis, saya KO. Artinya nasihat itu tak masuk ke dalam
akalnya. Sekarang kalau saya menengok kembali ke masa itu, saya menyadari
bahwa otak itu ternyata bisa tertipu gara-gara mata yang mudah menjadi buta.
Hal yang sama terjadi
ketika saya jatuh cinta. Sahabat saya memberi nasihat, ia bahkan meminta
waktu khusus untuk berbicara. Selama pembicaraan itu berlangsung, dan selama
nasihat itu dicekoki ke dalam kepala bahwa saya tidak perlu melanjutkan
perjalanan cinta dengan manusia yang memberi harapan palsu, saya hanya
mengangguk-angguk, tetapi otak saya sama sekali tidak berkonsentrasi kepada
nasihat mulia itu. Saya hanya memandangi wajahnya, kadang nasihatnya menjadi
samar-samar terdengar dan otak saya melayang entah ke mana.
Pakai nurani
Apa persamaan ayah dan
saya? Kami sama-sama tidak memedulikan nasihat mulia yang diberikan oleh
orang lain yang otaknya tidak terkontaminasi, yang mata dan nuraninya dengan
jernih bisa melihat ketidakbenaran sebuah promosi yang hanya menggiurkan pada
awalnya saja. Ketika mata sudah terhipnotis, ternyata otak juga ikut-ikutan
terhipnotis. Dulu saya tak memercayai kalau mata bisa menipu otak. Sekarang
saya percaya benar.
Saya berpikir mata
boleh saja kabur dan buta, tetapi otak akan senantiasa sehat walafiat bahkan
menjadi satpam untuk mengingatkan mata untuk tak mudah menjadi takabur. Ehhh.
ternyata otak yang katanya bisa berpikir logis, KO juga.
Nah, ketika sudah
menjadi korban, ketika sudah mengeluarkan teriakan dengan kata-kata yang
super kasar, ketika sudah tersakiti, ketika sudah menjadi korban, mata dan
otak yang telah terhipnotis baru memiliki kemampuan untuk berpikir secara
jelas. Daya sihir yang awalnya melenakan, langsung sirna seketika saat
mencak-mencak. Persis seperti mata yang kabur saat membaca atau melihat,
kemudian dapat melihat dan membaca secara jelas setelah menggunakan kacamata
yang tepat.
Sebagai korban PHP,
saya ini benci ditipu. Tetapi kalau dipikir lagi, acap kali saya melakukan
perbuatan yang pada akhirnya menjadikan saya menjadi pihak yang tertipu.
Karena berdasarkan pengalaman hidup, yang menipu itu selalu indah wujudnya.
Baik. Saya berhenti
membicarakan mereka yang menjadi korban, sekarang saya mau berbicara mereka
yang melakukan sebuah aktivitas memberi harapan palsu. Setelah mencak-mencak,
marah, tersinggung, pertanyaan yang timbul kemudian adalah mengapa ada orang
sejahat itu? Memberi harapan palsu yang pada akhirnya mengecewakan orang
lain?
Nurani saya menjawab.
"Enggak usah tanya mengapa. Orang yang punya niat enggak baik itu ada di
mana-mana, sama seperti orang baik itu juga ada di mana-mana. Yang penting
sekarang, elo itu kalau jalanin hidup jangan ngelupain nurani. Jangan cuma
otak sama mata yang dilatih. Nurani itu kalau rajin dilatih, suaranya bakal
nyaring banget kayak penyanyi opera. Saking nyaringnya, elo sendiri bakalan
tahu orang itu bakal nipuelo atau enggak.
Nurani itu kalau
sering dilatih nyanyi, elo jadi peka dan mata sama otak bakalan KO. Karena
mata sama otak itu enggak bakalan bisa melihat jauh menembus ke dalam hati
manusia, yang bisa menembus itu kepekaan nurani elo. Masa elo uda setua ini,
uda jalanin hidup setengah abad lebih, enggak tahu istilah kepekaan nurani
sih? Ke mana aja, bro?" ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar