Dasar-dasar Kemajuan Bangsa
Sayidiman Suryohadiprojo ; Mantan Gubernur Lemhannas
|
KOMPAS,
29 Agustus 2015
Pada 9 Agustus lalu,
Singapura memperingati HUT ke-50 sebagai bangsa merdeka. Bangsa Singapura
membanggakan diri sebagai salah satu masyarakat yang berhasil mencapai
kemajuan paling menonjol di antara bangsa-bangsa di dunia.
Dalam 50 tahun itu,
Singapura berhasil meningkatkan penghasilan dari 500 dollar AS per kapita
pada 1965 ke 55.000 dollar AS pada 2015, peningkatan yang 110 kali lipat.
Kemajuan lain adalah sangat menurunnya kematian anak balita dan berkembangnya
pendidikan bermutu bagi seluruh bangsa. Juga pemilikan rumah semua penduduk
amat tinggi. Semua itu menunjukkan prestasi spektakuler dan dirasakan merata
seluruh bangsa.
Kishore Mahbubani
telah menguraikan ihwal kemajuan itudan apa dasarnya. Katanya, sejak awal,
para pemimpin Singapura mengajak bangsanya maju berlandaskan tiga dasar
kehidupan, yakni meritokrasi, pragmatisme, dan kejujuran (MPK). Dengan
berpegang teguh pada tiga nilai itu telah dapat diwujudkan kemajuan menonjol
tersebut.
Namun, yang sangat
menentukan ialah kepemimpinan kuat-konsisten yang ditunjukkan Lee Kuan
Yew-Goh Keng Swee-Rajaratnam. Kepemimpinan itulah yang menjadikan MPK efektif
dalam hidup bangsa dan membawa hasil spektakuler.
Bagaimana Indonesia
Pada 17 Agustus lalu,
bangsa Indonesia merayakan HUT ke-70 kemerdekaannya. Selama itu, bangsa
Indonesia juga mencipta- kan kemajuan berarti. Kalau pada 1945 penghasilan
per kapita baru sekitar 80 dollar AS, kini sekitar 10.000 dollar AS, atau 125
kali lipat. Jumlah penduduk meningkat dari sekitar 60 juta ke 250 juta.
Jumlah orang yang
memperoleh pendidikan sekolah amat meningkat, juga pencapaian tingkat
pendidikan yang jauh lebih tinggi. Kalau dalam masa penjajahan jumlah
insinyur listrik bangsa Indonesia tak melebihi 10 orang, sekarang jumlah itu
sudah amat meningkat. Hal ini telah membawa mobilitas sosial ke tingkat atas.
Buktinya, sekarang jumlah golongan menengah makin meningkat. Hal itu tak
hanya terjadi di Pulau Jawa, tetapi di seluruh kepulauan Indonesia.
Di pihak lain, bangsa
Indonesia masih menghadapi berbagai kelemahan dan kerawanan sehingga kemajuan
itu jauh di bawah potensi yang tersedia oleh alam dan bumi Indonesia. Bangsa
Indonesia belum dapat mengembangkan manfaat optimal kemurahan Tuhan yang
berlimpah sehingga kekayaan alam dan bumi Indonesia lebih dimanfaatkan bangsa
asing yang beroperasi di Indonesia.
Dengan kekayaan alam
dan luasnya, kondisi bumi dan perairan yang subur, jumlah manusia yang banyak
disertai potensi kecerdasan yang tinggi, dan lokasi geostrategis sebagai
Benua Maritim yang terletak di Posisi Silang Dunia, kemajuan yang sudah
tercapai amat kurang memadai setelah merdeka 70 tahun. Ditambah dengan
kenyataan bahwa bangsa Indonesia mengalami kesenjangan lebar kaya-miskin
sehingga 10.000 dollar AS kurang menunjukkan kesejahteraan merata.
Juga kondisi
pendidikan yang masih belum memadai, terutama dari segi kualitas, sehingga
Indonesia masih amat kekurangan pakar teknologi dan kesehatan (dokter, ahli
gizi, dll). Itu semua terutama karena kepemimpinan kurang bermutu pada
tingkat nasional, daerah, ataupun profesi.
Jelas bahwa sekalipun
bangsa Indonesia selama 70 tahun merdeka telah berhasil mewujudkan kemajuan,
terwujudnya masyarakat maju-sejahtera yang adil dan merata masih jauh.
Dasar untuk maju
Mungkin ada yang
mengatakan sebaiknya kita ikuti cara Si- ngapura dengan MPK-nya. Memang,
untuk mencapai kemajuan, perlu ada sikap menghargai prestasi (meritokrasi),
demikian pula kejujuran amat penting. Namun, terhadap pragmatisme, kita harus
waspada karena buat Indonesia dapat sangat merugikan kalau dilakukan
berlebihan. Maka, dengan mengakui bahwa MPK-nya Singapura telah amat berguna
bagi bangsa itu, bagi Indonesia masih kurang memadai.
Jumlah penduduk yang
banyak dengan sifat kemajemukan tinggi harus kita hadapi secara arif
bijaksana. Itu sebabnya, bagi bangsa Indonesia, Pancasila adalah dasar negara
yang tak dapat ditinggalkan dan harus diwujudkan. Perbedaan harus selalu
dibarengi kesatuan, kebersamaan, sedangkan kesatuan juga selalu menyadari dan
menghargai perbedaan. Hanya dengangotong royong bangsa Indonesia dapat
mewujudkan kondisi masyarakat yang damai dan sejahtera.
Tak mungkin,
umpamanya, ekonomi nasional dikembangkan dengan neoliberalismeyang
bertentangan dengan gotong royong karena kurang memedulikan kesejahteraan
bersama. Juga dalam kehidupan sosial harus ada toleransi tinggi dan tidak
mengabaikan minoritas atau pihak lemah. Sebaliknya, semua golongan diajak
bergerak bersama untuk kemajuan bersama. Maka, dasar kemajuan buat bangsa
Indonesia adalah terwujudnya masyarakat gotong royong.
Masyarakat gotong
royong itu harus mampu mengembangkankesejahteraan yang tinggi dengan
memanfaatkan berbagai karunia Allah yang begitu berlimpah. Itu hanya mungkin
kalau bangsa Indonesia makin mampu menguasai iptek modern. Sebab itu, dasar
kemajuan kedua adalah penguasaan iptek modern.
Itu semua memerlukan
manusia Indonesia yang pejuang, bukan manusia yang manja mental. Manusia yang
selalu mengejar performa terbaik untuk mencapai hasil tertinggi, yang tidak
mudah putus asa dan selalu berusaha melaksanakan yang sudah dimufakati
sebagai hal baik. Bukan manusia yang suka berteori dan berwacana belaka tanpa
perbuatan dan implementasi.
Juga manusia yang tak
mudah lunak menghadapi bangsa lain yang sudah lebih dulu maju meskipun selalu
menjunjung tinggi sopan santun dan toleransi. Manusia yang selalu siap
memperjuangkan yang terbaik bagi kebersamaan, bagi bangsa Indonesia dan NKRI.
Mungkin sekarang sudah banyak manusia Indonesia dengan sifat pejuang, tetapi
masih amat kurang banyak dibandingkan jumlah penduduk Indonesia yang 250 juta
dan masih terus bertambah. Manusia Indonesia pejuang harus menjadi mayoritas
bangsa Indonesia.
Maka, dasar kemajuan
bangsa Indonesia adalah mewujudkan masyarakat gotong royong, modern, dan
pejuang.
Seperti di Singapura,
Indonesia amat membutuhkan mutu kepemimpinan yang tinggi di tingkat nasional
atau pusat dan daerah, serta untuk semua organisasi produksi dan masyarakat.
Kepemimpinan yang cakap dalam mengajak dan menginspirasi para anggotanya
menjadi teladan bagi mereka, tetapi juga cakap mengelola organisasi yang
dipimpinnya.
Hendaknya ini jadi
kenyataan ketika bangsa Indonesia pada 2045 memperingati 100 tahun
kemerdekaannya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar