Cinta Genteng
Sarlito Wirawan Sarwono ; Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia
|
KORAN
SINDO, 30 Agustus 2015
Adi naksir banget sama
Angel, cewek SMA III yang berwajah seperti Sophia Latjuba yang tinggal
sekompleks dengan Adi, di perumahan “Griya Indah”. Angel ini punya kebiasaan
yang unik yaitu hampir setiap sore dia duduk di balik jendela kamarnya yang
terbuka, menghadap ke jalan.
Kadang dia memandangi
jalanan saja, entah apa yang dilihat atau dibayangkannya, tetapi lebih sering
dia mengobrol dengan seseorang, entah siapa, melalui HP-nya. Jujur aja,
walaupun ngebet, Adi enggak punya nyali untuk PDKT (pendekatan) ke Angel.
Biasa, enggak PD (percaya diri), takut ditolak.
Dasarnya juga Adi
tergolong laki-laki yang enggak PD-an sama lawan jenis. Tetapi, jangan dikira
Adi tidak berusaha. Kebetulan Adi punya motor Yamaha Mio M3, kebanggaannya,
yang baru dibelikan ayahnya di pameran automotif di Balai Sidang beberapa
waktu lalu. Maka, setiap sore, kira-kira saat Angel duduk di jendelanya, Adi
pun meluncur dengan Yamahanya, kadang pelanpelan, kadang ngebut dengan
melakukan zig-zag untuk menarik perhatian Angel,
bahkan pernah juga dia
berakrobatik dengan berdiri di sadel Yamahanya dengan lepas tangan seperti
the hell drivers. Maksudnya, tentunya adalah untuk makin menarik perhatian
Angel, siapa tahu dia akan ngajak kenalan. Anehnya, walaupun jendela kamar
Angel sedang tertutup dan yang pasti Angel tidak sedang muncul menampilkan
wajahnya yang ayu itu, Adi tidak menghentikan usahanya.
Pokoknya setiap masuk
sore hari sampai menjelang magrib, Adi tetap saja melajukan motornya
bolak-balik di depan jendela yang tertutup. Kata Adi, rasanya ada yang kurang
kalau enggak lewat rumah Angel setiap sore. Pokoknya, kata Adi, melihat
genteng rumah Angel saja rasanya sudah bahagiaaa .... sekali sehingga
kawan-kawannya pun sering mengolok-olok Adi dengan kata-kata “cinta genteng”.
Dalam ilmu psikologi,
intensitas Adi untuk menarik perhatian Angel dengan sering dan rutinnya Adi
memacu motornya di depan rumah Angel itu menunjukkan dorongan (drive) yang besar dan dorongan ini
merupakan perwujudan dari motivasi yang tinggi dari Adi untuk PDKT ke Angel.
Sebagian pakar
psikologi, terutama dari aliran Behaviorisme, lebih percaya pada dorongan
yang diekspresikan secara kasatmata ini ketimbang motivasi yang dinyatakan
secara lisan seperti rayuan melalui HP dari cowok-cowok lain yang naksir
Angel juga. Jadi, menurut para pakar ini, untuk menilai motivasi, melalui
perilaku yang kasatmata adalah yang paling sahih (valid) dan tepercaya (reliable).
Kalau motivasi
merupakan faktor yang utama, ada baiknya Angel mengajak kenalan dengan Adi.
Tetapi, tidak selalu intensitas perilaku cukup untuk menilai sifat atau watak
seseorang, apalagi kalau untuk dijadikan andalan sebagai teman, pacar,
apalagi pasangan, ataupun sebagai mitra kerja, atau sebagai wakil rakyat di
DPR atau untuk menjadi anggota kabinet dari seorang presiden misalnya.
Bisa saja, saat ini
intensitas perilaku itu tinggi, tetapi ketika sudah tercapai apa yang
diingininya, motivasinya berkurang, atau hilang, dorongan pun berkurang dan
perilaku sedikit demi sedikit menghilang. Betapa banyak perkawinan yang awalnya
sangat indah karena dorongan untuk menjadi suami-istri sangat tinggi, tetapi
bubar setelah beberapa tahun karena motivasi salah satu atau kedua belah
pihak berubah.
Karena itu, selain
intensitas yang tinggi, perlu dicermati apakah perilaku itu betul-betul
eksklusif dilakukan oleh seseorang (dalam situasi yang sama perilakunya tidak
sama dengan orang lain pada umumnya) dan konsisten (walaupun situasi berubah
perilaku tetap sama).
Tentu saja dalam kasus
Adi, dia tidak perlu lagi memacu Yamahanya kalau Angel sudah jadi pacarnya
atau istrinya, tetapi perhatiannya yang besar, yang melebihi perhatian orang
lain pada umumnya terhadap Angel, tetap berlangsung. Selain itu, dalam
keadaan apa pun misalnya Angel dalam keadaan sakit atau mengalami masalah
yang serius dan lain-lain, Adi tetap mencurahkan dorongannya kepada Angel.
Cinta gentengnya sudah menyatu dengan cinta kepada Angel karena buat Adi
genteng rumah Angel identik dengan diri Angel sendiri.
Sayangnya, kita di
Indonesia masih sangat banyak yang lebih percaya pada lisan dari pada
perbuatan. Hampir di seluruh sektor. Selain perkawinanperkawinan yang bubar
karena rayuan gombal, betapa banyak masyarakat yang tertipu arisan bodong
karena tergiur ingin mendapat untung berlipatlipat secara cepat, padahal
siapa yang menawarkan arisan itu belum diketahui.
Akibatnya, uang
miliaran rupiah raib begitu saja. Sebaliknya, seorang kepala cabang sebuah
bank menerima telepon dari seorang nasabahnya yang sudah sangat dikenalnya,
yang meminta agar bank membayarkan sejumlah uang kepada rekan kerja si
nasabah, lembar cek akan menyusul. Walaupun melanggar prosedur, kepala cabang
mengiyakan permintaan nasabahnya dan ketika mitra kerja nasabah datang, uang
yang diminta diserahkan begitu saja.
Benar saja, sebelum
waktu clearing sopir si nasabah
datang dengan membawa lembar cek beserta setoran harian nasabah dari hasil
bisnisnya hari itu yang besarnya ratusan juta rupiah. Sebenarnya si kepala
cabang bisa masuk penjara, tetapi dia tidak takut karena sangat percaya
kepada nasabah yang satu ini sebab track
record-nya selama ini selalu baik.
Track record inilah yang seharusnya merupakan acuan untuk mengenali
kepribadian seseorang, termasuk untuk memilihnya menjadi anggota DPR atau
menteri atau pimpinan KPK dan lainnya. Sayang, kita memang lebih suka
mendengar orang bicara-bicara (termasuk melalui media massa dan media sosial)
dan marah-marah kalau ternyata yang dibicarakan hanya kebohongan. Sudah
saatnya kita hentikan NATO (no action
talk only) dan kita mulai kerja...kerja...kerja!!! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar