Daerah Maju, Negara Maju
Irfan Ridwan Maksum ;
Guru Besar Tetap FIA dan
Ketua Program Pascasarjana Ilmu
Administrasi Universitas Indonesia
|
KOMPAS,
21 Agustus 2015
Wacana otonomi daerah
kembali menghangat karena persiapan pilkada serentak yang betul-betul
menentukan kemajuan bangsa Indonesia. Keberhasilan pilkada adalah pintu masuk
dimulainya langkah besar memajukan kesejahteraan bangsa Indonesia. Sementara
otonomi daerah sejatinya terletak pada kemampuan self-governance yang terwujud dari elemen-elemen lokal yang
terlibat dalam pemerintahan daerah.
Namun, buruknya self-governance dalam pemerintahan
daerah di Indonesia telah tercatat, kepala daerah dan anggota DPRD yang
menjadi pesakitan di muka hukum marak, hubungan kedua lembaga kurang
harmonis, produk regulasi lokal lemah, dan akhirnya pelayanan publik lokal
hingga kini belum berkualitas.
Desentralisasi sebagai
instrumen membawa adanya pemerintahan daerah dalam sebuah negara bangsa.
Desentralisasi tersebut menciptakan local
self-governance. Local self-governance tersebut yang dikenal sebagai
otonomi daerah. Self-governance
dalam pemerintahan daerah harus memenuhi prinsip good governance.
Namun, local self-governance ini ditentukan
paling utama oleh hubungan antara kepala daerah dan DPRD. Pada praktiknya,
kepala daerah dapat menentukan self-governance
tersebut secara dominan akibat undang-undang memberi wewenang atribusi dan
delegasi. Oleh karena itu, elemen (stakeholder)
lokal dalam pemerintahan daerah aktif harus menentukan kebijakan lokal untuk
kepentingan daerahnya sesuai koridor pemerintahan nasional. Tidak ada
dominasi salah satu elemen dalam menentukan kebijakan lokal, terlebih
menyangkut kepentingan masyarakat luas di tempatnya.
Apalagi kelompok
tertentu menentukan nasib kelompok lain di tempat tersebut harus dihindari.
Inilah self-governance yang dicita-citakan dalam otonomi daerah, yang sejalan
dengan pencegahan dini konflik horizontal. Dapat dikatakan bahwa
self-governance adalah antibodi segala konflik horizontal di tempat tersebut,
termasuk datangnya tekanan dari elemen eksternal yang menginginkan suasana
tidak kondusif di tempat tersebut.
Antibodi tersebut
adalah potensi kekuatan untuk pembangunan ekonomi, sosial-politik, dan budaya
selanjutnya. Jika cita-cita ini terwujud dalam setiap daerah di sebuah negara
bangsa, bukan mustahil nation-building dalam negara tersebut akan menjadi
kenyataan. Pembangunan lokal yang kondusif bahkan mendorong pembangunan
nasional yang makin maju. Jika daerah maju, negara maju.
Dinamika lokal
Prasyarat terciptanya
antibodi lokal dalam sebuah negara bangsa adalah adanya dinamika lokal yang
kondusif dalam governansinya. Merujuk Neo dan Chen (2012), diperlukan agile
process (proses yang andal) dan able people (manusia yang berkemampuan) sehingga
mampu untuk melakukan thinking again (berpikir ulang), thinking across
(berpikir kritis), dan thinking ahead (berpikiran jauh). Neo dan Chen
mengatakan pula prasyarat budaya yang tepat. Budaya yang tepat menyangkut
rasionalitas masyarakatnya.
Di sini perlunya
pendidikan karakter (character-building). Jadi benar kata Bung Karno,
nation-building tidak dapat dilepaskan dari character-building sehingga Bung
Karno menyambungkan menjadi satu nation and character-building. Sebab,
antibodi lokal tadi haruslah berlanjut, bukan sesaat. Agar tercipta antibodi
antargenerasi, tidak berhenti pada generasi tertentu.
Terciptanya governansi
yang dinamis membawa masyarakat lokal tidak memiliki waktu untuk berkonflik.
Yang terpikir adalah bagaimana terus memajukan daerahnya agar mampu bersaing
dengan daerah lain secara kondusif dalam pembangunan ekonomi. Memikirkan
bagaimana kualitas pelayanan publik lokal yang andal agar dapat
menyejahterakan penduduknya.
Segala hal yang
merugikan secermat dan secepat mungkin dibaca oleh sistem governansi dinamis
yang tercipta. Orang-orang berkemampuan di dalamnya terus memikirkan
inovasi-inovasi agar kerugian sosial-politik-ekonomi terhindari, bahkan
menciptakan benefit yang secara sosial-ekonomi dan politik bisa
berkelanjutan.
Koridor governansi
lokal dinamis ini harus dicita-citakan oleh desainer pemerintahan nasional
yang melingkupi elemen otonomi dan pemerintahan daerah. Undang-undang baru
terkait pemerintahan daerah yang tersebar minimal di lima UU, yakni UU Pemda,
UU Desa, UU Pilkada, UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, dan UU ASN,
yang harus diturunkan dalam kebijakan operasional agar mampu mendorong
terciptanya governansi lokal yang dinamis dan pro rakyat.
Peran kementerian
Kementerian Dalam
Negeri bertanggung jawab dalam hal struktur kerasnya. Kementerian terkait
harus berperan pula. Misalnya, kementerian terkait pendidikan menyiapkan
struktur lunak dengan pendidikan karakter masyarakat lokal. Kementerian
terkait desa terlibat dalam soal-soal substansial lebih mikro. Adapun
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan
RB) menjadi penghubung struktur keras dan lunak, baik makro maupun mikro.
Kementerian PAN dan RB
memiliki tanggung jawab besar dalam mendorong birokrasi lokal dan nasional yang
mampu menciptakan governansi dinamis. Bahkan antibodi lokal dan nasional
diinjeksi oleh unsur asam amino (DNA) birokrasi yang dipoles oleh kementerian
ini.
Semua kementerian di
atas adalah alat dari pengendali pemerintahan, sebagai dirigen orkestrasi bangsa
dalam memajukan diri, termasuk soal-soal otonomi dan pemerintahan daerah.
Tanggung jawab tersebut tentu saja di tangan Presiden.
Kita semua berharap
nada harmonis nation and character-building tercipta sehingga tercipta
kemajuan daerah-daerah di Indonesia yang membawa pada kemajuan bangsa.
Semoga. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar