Logistik Nasional dan ASEAN
Nyoman Pujawan ;
Guru Besar Bidang Supply Chain Engineering,
Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
|
KOMPAS,
24 Agustus 2015
Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) efektif mulai tahun ini. Kita mengenal MEA sebagai kerja sama
antarnegara ASEAN untuk mentransformasi diri menjadi kesatuan kekuatan
ekonomi, baik sebagai pasar maupun sebagai pusat produksi.
MEA juga memiliki visi
untuk menjadikan ASEAN sebagai kawasan dengan ekonomi yang berdaya saing
disertai pertumbuhan ekonomi yang lebih setara di antara negara anggotanya
dan terintegrasi secara lebih baik dengan pasar global. Untuk mencapai visi
tersebut, negara-negara anggota ASEAN telah sepakat untuk mengurangi
restriksi terhadap pergerakan barang, jasa, investasi, ataupun tenaga kerja
terampil antarnegara ASEAN.
Sebagai kesatuan
kekuatan ekonomi, ASEAN tentu merupakan kawasan penting di dunia. Jumlah
penduduk ASEAN secara total kurang lebih 625 juta, atau sekitar 9 persen
penduduk dunia, tentunya merupakan pasar yang sangat besar. Jumlah ini lebih
besar dibandingkan dengan penduduk Uni Eropa yang berjumlah sekitar 500 juta
dan sekitar dua kali lipat penduduk Amerika Serikat. Hanya saja, daya beli
masyarakat ASEAN masih relatif rendah jika dibandingkan dengan Uni Eropa
ataupun Amerika Serikat. Total produk domestik bruto (PDB) untuk keseluruhan
negara-negara ASEAN hanya sekitar 40 persen dari PDB Jepang dan hanya sekitar
14 persen PDB Amerika Serikat. Namun, dengan pertumbuhan yang cukup tinggi,
ASEAN akan menjadi semakin penting dalam percaturan ekonomi dunia, terutama
jika kesepakatan MEA mampu secara efektif mewujudkan visinya.
Konektivitas logistik
Konektivitas logistik
adalah kunci dalam pertumbuhan dan pemerataan ekonomi. Konektivitas
diciptakan melalui infrastruktur fisik maupun hubungan perdagangan. Membangun
infrastruktur fisik adalah syarat penting dalam menciptakan konektivitas,
tetapi tidak dengan sendirinya akan memberikan dampak ekonomi. Dampak ekonomi
baru akan muncul ketika infrastruktur maupun hubungan dagang bisa dibangun.
Dampaknya akan lebih besar apabila disertai dengan kemudahan dari sisi
transportasi, pengurusan dokumen, sistem pembayaran, dan didukung oleh
ketersediaan sumber daya manusia yang memadai.
Kinerja logistik
antarnegara ASEAN tidak cukup berimbang. Negara-negara tertentu memiliki
konektivitas yang jauh lebih baik dibandingkan dengan negara lainnya.
Peringkat indeks kinerja logistik (LPI) negara-negara ASEAN tersebar mulai
dari bagian atas (sangat bagus) sampai bagian bawah (sangat buruk). Peringkat LPI hasil survei Bank Dunia tahun
2014 menempatkan Singapura berada di urutan ke-5, sementara lima negara
lainnya ada di bagian tengah, yaitu Malaysia di urutan ke-25, Thailand (35),
Vietnam (48), Indonesia (53), dan Filipina (57). Sementara di klaster bawah
ada tiga negara, yaitu Kamboja (83), Laos (131), dan Myanmar (145) dari
keseluruhan 160 negara yang disurvei.
Posisi yang sangat
tidak merata itu akan dengan cepat berubah di masa yang akan datang. Perubahan
konektivitas yang cukup drastis akan terjadi antarnegara di sekitar Sungai
Mekong dengan dibukanya sejumlah akses darat antara lain yang menghubungkan
Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos, dan Vietnam. Akses darat tersebut akan
banyak membawa perubahan konektivitas dan akan berdampak terhadap pertumbuhan
ekonomi yang lebih cepat di negara-negara tersebut. Negara-negara di sekitar
Sungai Mekong membentuk kesepakatan kerja sama dengan wadah yang disebut Greater Mekong Subregion (GMS).
Konektivitas logistiknya dibagi ke dalam beberapa koridor ekonomi dan
tampaknya memberikan cukup banyak harapan positif bagi kelancaran perputaran
barang di antara negara-negara tersebut.
Posisi Myanmar dengan
penduduk sekitar 54 juta akan menjadi salah satu negara yang mengubah banyak
konstelasi ekonomi ASEAN di masa mendatang. Pertumbuhan perdagangan
ekspor/impor Myanmar yang di atas 20 persen merupakan yang terbesar di Asia
Tenggara. Saat ini Myanmar membangun pelabuhan yang cukup besar di Dawei.
Di sekitarnya juga
sedang dikembangkan kawasan ekonomi khusus. Pelabuhan ini akan terhubung
darat dengan Thailand, Kamboja, dan Vietnam. Kedalamannya yang direncanakan
sekitar 20 meter akan mampu menerima kapal yang sangat besar. Posisinya yang
strategis akan dengan mudah menarik banyak perusahaan pelayaran untuk
melakukan bongkar muat di sana. Bagi muatan yang menuju atau berasal dari
Myanmar, Thailand, dan beberapa negara sekitarnya, tentu akan lebih efisien
baik dari biaya maupun waktu untuk melakukan bongkar muat di sana ketimbang
melalui Singapura atau di Malaysia.
Jika ini benar menjadi kenyataan, arus kapal besar dari Samudra Atlantik yang
melewati Selat Malaka akan berkurang drastis di masa yang akan datang. Dengan
kata lain, dominasi pelabuhan Singapura sebagai pelabuhan transshipment utama
di Asia Tenggara akan berkurang di masa mendatang.
Dalam rangka
meningkatkan konektivitas antarnegara ASEAN, berbagai inisiatif telah
dilakukan. Salah satunya adalah pembuatan rencana strategis konektivitas
negara-negara anggota ASEAN. Beberapa pelabuhan utama seperti Laem Chabang di
Thailand, Tanjung Priok dan Tanjung Perak di Indonesia, Ho Chi Minh dan Da
Nang di Vietnam, Klang di Malaysia, Manila di Filipina, dan pelabuhan
Singapura adalah sebagian pelabuhan kunci yang menjadi simpul-simpul
konektivitas maritim saat ini.
Persoalan
Masih banyak persoalan
dalam kaitannya dengan konektivitas di antara negara-negara ASEAN. Salah
satunya adalah proses ekspor/impor yang masih sangat rumit di beberapa
negara. Menurut laporan Bank Dunia tahun 2014, dalam menjalani proses impor,
Singapura hanya memerlukan 3 dokumen, Indonesia 4 dokumen, Kamboja 8 dokumen,
dan Laos 10 dokumen.
Waktu proses juga
beragam. Untuk ekspor, Singapura bisa menyelesaikan proses dokumen dalam 6
hari, Indonesia 17 hari, Kamboja 22 hari, dan Laos 23 hari. Biayanya tentu
juga bervariasi dan kurang lebih dicerminkan oleh kerumitan prosesnya.
Persoalan inspeksi barang lintas batas yang berbelit-belit, cara melakukan
klasifikasi barang yang tidak standar, serta beberapa persyaratan khusus di
tiap-tiap negara adalah persoalan yang masih dihadapi negara-negara ASEAN
terkait dengan konektivitas logistik.
Persaingan antarnegara
anggota ASEAN terkait pelabuhan laut maupun udara juga adalah persoalan yang
harus disikapi dalam MEA. Saat ini cukup terlihat persaingan antara pelabuhan
Singapura dan Pelabuhan Klang di Malaysia. Ketika nanti Pelabuhan Dawei di
Myanmar berhasil dibangun dan beroperasi dengan baik, kemudian Pelabuhan
Kuala Tanjung juga berhasil menjadi hub internasional, peta persaingan
pelabuhan di Asia Tenggara akan memasuki era baru.
Yang akan memimpin
persaingan bukan sekadar infrastruktur megah dan modern, melainkan juga yang
bisa mengelola proses bisnis secara cepat dan efisien, menjadikan pelabuhan
sebagai service agent, serta
memiliki hubungan baik dengan perusahaan pelayaran dunia maupun dengan
pelabuhan internasional lainnya di seluruh dunia.
Oleh karena operasi di
pelabuhan hampir selalu melibatkan pemerintah sebagai pemangku kepentingan
utama, sudah bisa dipastikan bahwa pelabuhan yang kompetitif adalah pelabuhan
yang didukung oleh pemerintahan yang bersih, kuat, dan terampil dalam
menyederhanakan birokrasi.
Konteks Indonesia
Sebagai negara
terbesar di Asia Tenggara, peran Indonesia tentu sangat sentral. Sekitar 38
persen penduduk ASEAN adalah warga negara Indonesia. Dari sisi kekuatan
ekonomi, PDB Indonesia mencapai sekitar 36 persen dari total PDB
negara-negara ASEAN. Artinya, PDB per kapita kita sedikit di bawah rata-rata
PDB per kapita negara-negara ASEAN. Posisi ini menjadikan Indonesia sangat
strategis di ASEAN, tetapi juga tantangan bagi pemerintah untuk meningkatkan
PDB per kapita di atas rata-rata ASEAN.
Terlepas dari kekuatan
ekonomi regional yang besar, banyak persoalan konektivitas logistik yang
masih dihadapi Indonesia. Konektivitas domestik kita, baik di laut maupun di
darat, masih membutuhkan begitu banyak pembenahan infrastruktur. Konsep tol
laut yang menghubungkan tujuh pelabuhan utama mulai dari Belawan sampai
Sorong dan terhubung dengan puluhan pelabuhan yang lebih kecil merupakan
salah satu terobosan penting yang dilakukan pemerintah.
Pertanyaannya, apakah
konsep itu cukup efektif mengingat persebaran penduduk dan tingkat aktivitas
ekonomi yang sangat tidak imbang antara bagian barat dan timur Indonesia?
Bagaimana membuat aliran logistik berimbang, sementara lebih dari 57 persen
penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa? Ini adalah tantangan yang berat.
Hampir tidak pernah
didiskusikan bagaimana hubungan antara persebaran penduduk, aktivitas
ekonomi, dan persoalan logistik. Selama ini kita hampir selalu menyalahkan
infrastruktur dan proses yang lambat sebagai penyebab biaya logistik yang
tinggi. Sebagus apa pun infrastrukturnya, apabila penduduk dan aktivitas
ekonomi sangat terkonsentrasi di satu atau beberapa wilayah, tetap akan sulit
menciptakan sistem logistik nasional yang andal dan efisien.
Oleh karena itu, ada
beberapa hal yang sangat perlu mendapat perhatian pemerintah dalam hal ini.
Pertama, bagaimana menyebarkan pusat-pusat ekonomi untuk mengurangi
ketimpangan antarwilayah, terutama antara wilayah barat dan timur Indonesia.
Konsep MP3EI yang berupaya membangun pusat-pusat ekonomi melalui koridor
ekonomi adalah konsep yang sangat bagus dan harus dilanjutkan oleh pemerintah
sekarang.
Kedua, pembangunan
perguruan tinggi dengan program-program khusus dibantu oleh dosen-dosen
kaliber tinggi dengan kucuran dana yang besar harus dilakukan di setiap
koridor ekonomi sehingga dalam 5-10 tahun mendatang sebaran perguruan tinggi
bagus semakin merata ke seluruh wilayah Indonesia.
Ketiga, perlu tunjangan
khusus bagi sarjana yang bekerja di wilayah Indonesia timur serta insentif
khusus bagi investor yang mau membuka usaha di wilayah yang sama, khususnya
yang berdampak besar dalam percepatan pembangunan wilayah. Dengan kata lain,
meningkatkan sistem logistik nasional haruslah merupakan bagian dari
pembangunan terintegrasi.
Selama kita membiarkan
pusat-pusat penduduk dan ekonomi hanya terkonsentrasi di beberapa wilayah,
selama itu juga kita akan mengalami berbagai persoalan terkait dengan
logistik. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar