Tenangkan Pasar dan Perkuat Soliditas
Firmanzah ;
Rektor Universitas Paramadina dan Guru Besar
FEUI
|
KORAN
SINDO, 24 Agustus 2015
Tekanan ekonomi global
terus menghadang proses pembangunan nasional yang sedang berjalan.
Pertumbuhan ekonomi melambat, daya beli masyarakat melemah, nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mencapai titik terendah, serta
indeks harga saham gabungan terus menukik. Imbas dari akumulasi tekanan
eksternal menuntut setiap negara, khususnya negara berkembang seperti
Indonesia, untuk semakin solid dan lebih meningkatkan koordinasi kebijakan.
Para pelaku usaha
terus memonitor kerja pemerintah dan setiap kegaduhan di dalamnya akan
menurunkan kepercayaan. Publik dan pelaku usaha sangat menyayangkan munculnya
disharmoni antara Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menko Bidang Kemaritiman Rizal
Ramli, dan Menteri BUMN Rini Soemarno, baru-baru ini.
Kita semua berharap
adanya soliditas di tubuh pemerintahan agar bisa kembali fokus bekerja secara
kolektif dalam menenangkan pasar di tengah ketidakpastian perekonomian dunia.
Soliditas kabinet sangatlah penting mengingat para pelaku pasar saat ini
menghadapi risiko ketidakpastian.
Pemerintah perlu
membentengi pelaku usaha didalam negeri dari gejolak dan tidak menentunya
arah perekonomian dunia. Ini hanya dapat dilakukan apabila di dalam
pemerintahan, para anggota kabinet memiliki soliditas dan semangat
kebersamaan serta tidak saling menyalahkan satu dengan yang lain.
Kegaduhan,
kontroversi, dan silang pendapat antarpejabat di pemerintahan yang muncul ke
publik tidak hanya kontraproduktif, tetapi juga menambah kadar ketidakpastian
bagi para pelaku pasar. Hal ini membuat pelaku pasar harus berhadapan dengan
dua front sekaligus, yaitu ketidakpastian ekonomi global dan ketidakpastian
arah kebijakan pemerintah akibat tidak solidnya anggota kabinet.
Kondisi seperti ini
bagi pemerintah juga akan menyulitkan dalam meningkatkan koordinasi
menghadapi gejolak perekonomian global dan untuk merealisasikan pembangunan
nasional. Salah satu sumber ketidakpastian di pasar keuangan adalah kebijakan
China menurunkan nilai mata uangnya serta melambatnya aktivitas manufaktur
negara itu, yang berdampak luas tidak hanya di kawasan Asia, melainkan juga
dunia.
Data awal indeks
manufaktur China (PMI-Purchasing Manager Index) berada di level 47,1 pada
Agustus atau turun dari Juli pada 47,8. Indeks manufaktur China yang di bawah
50 ini menunjukkan kontraksi dan menjadi yang terburuk sejak Maret 2009.
Melambatnya ekonomi China ini menjadi tantangan besar bagi ekonomi nasional
mengingat negara tersebut merupakan mitra dagang terbesar Indonesia.
Dan saat ini juga
pemerintah sangat aktif mengundang investor China untuk membangun
infrastruktur di Tanah Air. Rilis data PMI China menambah derajat
ketidakpastian perekonomian global di saat semua negara menunggu kepastian
kenaikan dan besaran suku bunga acuan di Amerika Serikat. Nilai tukar mata uang
sejumlah negara khususnya Asia Tenggara terimbas kebijakan China dan The Fed.
Bahkan, Malaysia kini
dilaporkan berada dalam ambang krisis akibat depresiasi mata uang ringgit dan
anjloknya bursa saham. Gejolak di Malaysia juga diperparah oleh kisruh politik
yang semakin menekan perekonomian mereka. Kita berharap langkah yang diambil
oleh China tidak menghasilkan currency-war yang akan semakin memperburuk
perekonomian dunia.
Merespons dinamika di
atas, pemerintah telah mengeluarkan sejumlah kebijakan baik di sektor fiskal
maupun moneter untuk menahan tekanan yang lebih dalam. Di sektor moneter,
Bank Indonesia mengeluarkan beberapa kebijakan untuk menahan tekanan mata
uang rupiah mulai dari intervensi di pasar valas, pembelian SBN di pasar
sekunder, operasi pasar terbuka, menyesuaikan frekuensi lelang foreign
exchange swap, mengubah mekanisme lelang term deposit (TD) valas,
menyesuaikan harga dan memperpanjang tenor sampai tiga bulan.
Bank Indonesia juga
menurunkan batas pembelian valas dengan pembuktian dokumen underlying dari
yang berlaku saat ini sebesar USD100.000 menjadi USD25.000 per nasabah per
bulan dan mewajibkan penggunaan nomor pokok wajib pajak (NPWP).
Di sektor fiskal,
pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah mengeluarkan dua kebijakan yakni
kebijakan peningkatan investasi baik pemerintah maupun swasta dan kebijakan
mendorong daya beli masyarakat untuk menjaga konsumsi domestik. Implementasi
kebijakan hanya akan efektif apabila ditopang oleh koordinasi dan soliditas
di tubuh pemerintahan.
Soliditas ini hanya
akan tercipta apabila adanya semangat kebersamaan, kolektivitas dan saling
percaya dari anggota kabinet di pemerintah. Disharmoni, polemik, konflik dan
kontroversi yang tinggi akan menurunkan kualitas koordinasi dan komunikasi
yang saat ini justru semakin dibutuhkan dalam menghadapi situasi perekonomian
yang melambat.
Kita tentunya memiliki
pengalaman berharga ketika dapat keluar dari tekanan ekonomi global tahun
2011-2012. Pengalaman berharga ini tentunya tidak lepas dari stabilitas
politik yang terus dijaga baik, komunikasi lintas sektor ditingkatkan
sehingga bauran yang dikeluarkan merupakan pilihan optimal.
Kegaduhan dan polemik
antarsektor dan kelembagaan tentunya akan semakin mempersulit implementasi
kebijakan apa pun yang ditempuh oleh pemerintah. Apalagi di saat-saat seperti
ini, bauran kebijakan yang diperlukan bersifat jangka pendek dan butuh gerak
cepat. Ini tentunya akan dapat berjalan jika kegaduhan baik yang bersifat
politik maupun ego sektoral dapat ditanggalkan.
Selain bersifat
internal di pemerintah, koordinasi kebijakan lintas sektor untuk menghasilkan
bauran kebijakan yang optimal dan efektif juga membutuhkan dukungan sejumlah
pemangku kepentingan mulai dari DPR, pelakuusaha, lembagalembaga
nonpemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia.
Andil dan perannya
tentunya berbeda-beda dalam membantu pemerintah dalam mengatasi risiko
ketidakpastian ekonomi global yang semakin menekan ekonomi nasional. Pasar
saat ini membutuhkan optimisme untuk dapat keluar dari tekanan ekonomi dunia
ini.
Setidaknya dengan
menghindari kegaduhan dan polemik yang kontraproduktif, pemerintah dapat
menghidupkan kembali kepercayaan pasar, kepercayaan pelaku usaha, dan
mereduksi sejumlah ketidakpastian dari polapola komunikasi di dalam tubuh pemerintahan.
Hal ini sangat membantu untuk meningkatkan rasa optimisme dan percaya diri
dari para pelaku pasar di tengah gejolak di pasar keuangan dunia.
Untuk kebutuhan jangka
pendek, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis dengan melakukan
relaksasi bagi usaha dan stimulus bagi masyarakat untuk menahan dampak
tekanan ekonomi eksternal.
Dengan menghindari
kegaduhan, disertai koordinasi kebijakan, kita berharap pemerintah dapat
memberikan rasa nyaman bagi masyarakat dan pelaku usaha. Harapan selanjutnya
ekonomi nasional dapat kembali membaik akan dapat kita wujudkan bersama. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar