Sabtu, 29 Agustus 2015

Mesir dan ISIS Pasca UU Baru Antiteroris

Mesir dan ISIS Pasca UU Baru Antiteroris

Ibnu Burdah  ;   Pemerhati Timur Tengah dan Dunia Islam; Koordinator S-2 dan S-3 Kajian Timur Tengah Sekolah Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
                                                      JAWA POS, 22 Agustus 2015     

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

DI usianya yang baru setahun, ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) sudah meneguhkan diri sebagai kekuatan dan jaringan teroris internasional kelas wahid. Bukan hanya tingkat kekejiannya yang nomor satu. Capaian-capaian kekuasaan militer mereka juga semakin luas dan kuat.

Wilayat (baca provinsi, sebuah penggunaan istilah yang penuh percaya diri) mereka di luar Iraq dan Syria diperkirakan 14 tempat. Di antara kekuasaan provinsi prestisius bagi kelompok itu adalah Wilayat Sina’ (Provinsi Sinai) yang masuk wilayah Mesir.

ISIS di Sinai itulah yang mengklaim melakukan serangkaian aksi pengeboman yang memakan banyak korban dari militer dan polisi Mesir. Salah satu korbannya adalah Jaksa Agung Mesir Hisyam Barakat beberapa waktu lalu yang menjadi pemicu penting lahirnya UU baru antiteroris di Mesir pada Minggu lalu (16/8).

Pasca pengumuman UU baru itu, kelompok ISIS diperkirakan akan memperoleh pengikut yang semakin luas. Sebab, mudah ditebak, UU baru itu hampir pasti akan mendorong pengerasan sikap rezim Mesir terhadap ikhwan dan rakyat yang melakukan ”perlawanan” melalui demonstrasi-demonstrasi. Selain peningkatan hukuman, UU itu mempermudah prosedur bagi aparat keamanan dalam menghadapi aksi-aksi terorisme dan ”perlawanan rakyat”.

Wilayat Sina’ yang diklaim ISIS sudah mereka kuasai berdekatan dengan Palestina dan Israel. Secara geografis dan politis, sudah pasti sangat menarik. Sebab, posisi Mesir bagi dunia Arab dan Islam sungguh penting.

Demikian pula, persoalan Palestina-Israel juga memiliki daya tarik luar biasa untuk mengerek popularitas ISIS di kalangan umat Islam. Berkesempatan mengambil alih wilayah strategis dan historis itu akan menjadi target krusial mereka.

Kelompok Anshar Baitil Maqdis, cikal bakal ISIS di Sinai, semula hanya menjadi ”pengganggu” pospos kecil keamanan tentara Mesir di Sinai. Kelompok tersebut hanya seperti gerakan individual, bukan gerakan besar yang terkoordinasi secara baik dan masif.

Namun, mereka berkembang secara sangat pesat seiring dengan sikap keras rezim Mesir terhadap warga Sinai. Frustrasi mendalam akibat pembunuhan, represi, penghancuran rumah, dan pengusiran telah mendorong para pemuda Sinai berbondong-bondong bergabung dengan kelompok tersebut. Tentu dengan motivasi melawan rezim militer Mesir.

Setelah mengklaim sebagai bagian dari ISIS dengan nama Wilayat Sina’, kelompok itu berkembang sangat pesat dari sisi kemampuan tempur dan peralatan perang yang dimiliki. Kendati demikian, pada awalnya, sempat terjadi pertentangan di internal mereka. Sebab, sebagian tidak setuju bergabung dengan ISIS karena menganggap ISIS adalah kelompok yang keji.

Titik Temu Kepentingan

Pengakuan dan sumpah setia kelompok Ansharul Baitil Maqdis (nama awal kelompok ini) terhadap Abu Bakr al-Baghdadi, khalifah ISIS, bisa jadi disebabkan tujuan yang sangat praktis. Untuk saat ini, tidak ada wadah bagi kelompok yang memilih jalan senjata untuk melawan rezim militer Mesir.

Sebab, Hamas maupun Ikhwanul Muslimin yang sudah demikian tertindas tetap memilih opsi strategi damai dalam perjuangan mereka. Setidaknya itu yang dideklarasikan di permukaan.

Pasca pemberlakuan UU kontrateroris yang baru, jalan damai yang dideklarasikan ikhwan, rupanya, akan semakin menghadapi represi dari aparat keamanan Mesir. Karena itu, pilihan mengangkat senjata pada titik ini akan menjadi opsi yang semakin populer di kalangan para penentang rezim militer Mesir di bawah kepemimpinan Jenderal Abdul Fattah as-Sisi.

Jalan yang tersedia dan masuk akal untuk mengangkat senjata saat ini ialah bergabung dengan ISIS di wilayah Sinai. Tujuan melawan rezim militer Mesir tentu adalah alasan utama dan pertama orang-orang tersebut bergabung dengan ISIS.

Proyek semacam itu tentu juga menarik bagi ISIS yang berambisi memperluas wilayahnya di seluruh dunia Islam. Apalagi, wilayah tersebut memiliki posisi strategis bagi ambisi panjang mereka: menguasai Mesir, Palestina, dan kelak Israel.

Ke depan, kelompok itu, tampaknya, akan memainkan peran ”besar” di wilayah konflik tersebut. Apalagi, mereka juga didukung para eks militer Mesir yang memiliki pengalaman tempur memadai di berbagai wilayah konflik di Timur Tengah. Para kombatan eks militer Mesir itu adalah orang-orang yang biasanya keluar dari tentara karena alasan agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar