Kamis, 20 Agustus 2015

Negeri Para Psikopat

Negeri Para Psikopat

Kartono Mohamad  ;   Dokter
                                                 KORAN TEMPO, 18 Agustus 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Di negeri orang psikopat, tentu tidak semua penduduknya psikopat. Disebut demikian mungkin karena para pemimpinnya menderita kelainan jiwa yang disebut sebagai psikopati, atau sebagian besar rakyatnya menderita psikopati. Psikopati tidak identik dengan kegilaan (insanity). Orang gila tidak sadar akan perbuatannya. Orang psikopat sangat sadar akan apa yang ia perbuat dan mengetahui bahwa perbuatannya melanggar aturan sosial. Karena itu, ia sering disebut berperilaku antisosial, berlawanan dengan tata pergaulan dengan sesama manusia.

Robert D. Hare, pakar psikologi dari Kanada, menulis dalam bukunya yang berjudul Without Conscience tentang ciri-ciri psikopat, antara lain "glib and superficial". Lancar berbicara tapi secara seenaknya dan dangkal. Mengaku mengetahui banyak hal, tapi sebenarnya hanya omong kosong.  Menurut Hare, "He had a good two line opening on any subject, but nothing more". Mengaku menguasai banyak pengetahuan, tapi hanya sebaris saja. Di negeri psikopat, orang semacam itu bisa saja menjadi pemimpin, menteri, atau anggota parlemen, tapi tidak pernah mempunyai konsep yang jelas tentang apa yang akan ia lakukan karena pengetahuannya serba dangkal. Apalagi, di negeri para psikopat, biasanya tidak ada "merit system" yang jelas.

Ciri psikopati berikutnya adalah sifat yang egosentrik dan suka menganggap dirinya paling hebat (grandiose). Kalau hanya itu mungkin belum lengkap. Ciri yang lain adalah tidak mempunyai empati kepada orang lain, tidak pernah mau mengaku salah, tidak ada rasa penyesalan jika berbuat salah, dan manipulatif.

Para pemimpin di negeri psikopat gemar melakukan korupsi karena itu merupakan bentuk egosentrisme-mementingkan diri sendiri tanpa peduli apakah perbuatannya akan menyengsarakan orang lain, terutama rakyat yang dipimpinnya. Ia tidak mempunyai empati kepada rakyatnya yang menderita.

Ia menganggap korupsi dan memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan diri sebagai hal wajar, bahkan hak. Ia juga tidak merasa berbuat salah ketika melakukannya, tidak pula ada penyesalan. Melanggar peraturan dianggap hal biasa, dan kalau ditegur ia justru akan marah. Sebab, kesombongan merupakan ciri psikopat.

Pemimpin yang psikopat cenderung beranak buah psikopat juga karena ia tidak peduli apakah anak buahnya maling atau tidak, sepanjang tidak mengganggu kepentingan dirinya. Atau malah anak buahnya didorong untuk menjadi maling juga supaya tidak membongkar kebusukan dirinya. Maka, di negeri psikopat, korupsi dan pelanggaran peraturan akan menjadi budaya. Kata Ronggowarsito, yang tidak ikut gila tidak akan kebagian.

Negara yang dipimpin para psikopat akan dapat mempertahankan kemerdekaannya meski sampai seratus tahun karena tidak ada negara lain yang berminat menjajahnya secara fisik. Selain bukan zamannya lagi menjajah secara fisik, mereka akan terbebani secara moral untuk membuat rakyat negeri jajahannya menjadi lebih sejahtera.

Mereka lebih baik memanfaatkan sifat egosenris, pikiran dangkal, dan manipulatif para psikopat yang memimpin. Biarkan saja mereka tetap korup. Kekayaan negara tetap dapat dikeruk dengan memanfaatkan sikap rakus para pemimpinnya, tanpa para pemimpin itu merasa bersalah atau menyesal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar