Adolf
Eichmann
Trias Kuncahyono ; Wartawan Senior Kompas
|
KOMPAS, 26 Maret 2017
Tengah
malam, antara tanggal 31 Mei 1962 dan 1 Juni 1962, di Penjara Ramleh, Israel,
berakhirlah sudah perjalanan hidup Ricardo Klement. Tubuhnya menggantung antara
langit dan bumi. Ia dihukum gantung. Inilah bentuk hukuman mati yang
dijatuhkan oleh tiga hakim di pengadilan Jerusalem.
Jenazah
Ricardo Klement (56) dikremasi dan abunya disebar di laut lepas pantai
Jaffna, perairan Laut Tengah. Ricardo Klement, mandor pabrik mobil
Mercedes-Benz di Buenos Aires, Argentina, ditangkap agen rahasia Israel,
Mossad, pada 11 Mei 1960. Ia bersembunyi di negeri itu sejak tahun 1950.
Sebelumnya,
orang tidak pernah tahu bahwa Ricardo Klement adalah Karl Adolf Eichmann,
salah seorang aktor utama dalam holocaust di zaman Nazi berkuasa di bawah
kepemimpinan Adolf Hitler. Karena itu, Adolf Eichmann diadili dengan tuduhan
melakukan kejahatan terhadap orang Yahudi, melakukan kejahatan terhadap
kemanusiaan, dan melakukan kejahatan perang.
Sidang
atas Adolf Eichmann berlangsung selama empat bulan. Lebih dari 100 orang
memberikan kesaksian terhadap kejahatannya. Di depan pengadilan, ia
mengatakan, "Mengapa saya? Mengapa saya yang diadili?" Ya, mengapa
Adolf Eichmann? Jawabannya jelas: karena Eichmann bertanggung jawab atas
pendeportasian lebih dari 1,5 juta orang Yahudi dari seluruh Eropa ke
pusat-pusat pembantaian.
Adolf
Eichman, lahir pada 19 Maret 1906, adalah mantan komandan SS Nazi yang
bertanggung jawab atas pembunuhan jutaan orang Yahudi Eropa di kamar-kamar
gas. Ia bergabung menjadi anggota Schutzstaffel (SS), organisasi militer
elite Nazi, saat berusia 26 tahun.
Catatan
kejahatannya-paling tidak ia dikenai 15 tuduhan kejahatan-sangat mengerikan.
Akan tetapi, Adolf Eichmann dilukiskan sebagai warga negara baik-baik yang
patuh pada aturan. Karena itu, Elie Wiesel, seorang sastrawan, menulis,
"Adalah mengganggu, saya memikirkan Eichmann sebagai manusia. Saya lebih
memilih melukiskan Eichmann sebagai sosok monster seperti lukisan Picasso
dengan tiga kuping dan empat mata".
Wajah
dan penampilan memang tidak jarang menipu. Banyak kali terjadi, yang jahat
itu tidak tampil dalam wajah monster sadistis, kejam, tetapi bisa tampil
dalam sosok orang atau warga negara yang baik-baik saja; warga negara yang
patuh dan taat pada aturan; orang yang kesehariannya dibalut dengan
kesantunan-dan termasuk-ketaatannya menunaikan ibadah, serta hidup bersosial
dalam masyarakat.
Seorang
teroris tidak pernah menempelkan plakat bertuliskan "Saya teroris"
pada dada atau punggungnya atau memasang tulisan pada jidatnya "Saya
teroris". Ia akan tampil biasa. Tidak membuat orang lain curiga atau
mencurigai atau selalu memperhatikannya. "Tidak ada tanda-tanda
jasmaniah untuk disebut sebagai tipe penjahat, demikian pula tidak ada
tanda-tanda rohaniah untuk menyatakan penjahat itu memiliki suatu tipe,"
kata Charles Buckman Goring (1870-1919), seorang kriminolog.
Banyak
pelaku kejahatan-termasuk koruptor-berpenampilan seperti orang suci. Banyak
pula di antara mereka yang memiliki penampilan fisik tampan rupawan, cantik
jelita, santun, dan saleh, rajin beribadah. Bahkan, ada yang terpandang
sebagai sosok baik karena sikap kedermawanannya; pandai berpidato, supel,
lemah lembut tutur kata dan penampilannya. "Yang jahat tidak radikal,
melainkan banal, yakni dangkal dan sehari-hari, seolah-olah merupakan
pekerjaan administrasi rutin," kata Hannah Arendt.
Karena
itu, ada pepatah "serigala berbulu domba" untuk menggambarkan bahwa
penampilan semata tidak menjamin kebaikan hati seseorang. Memang manusia
adalah serigala bagi sesamanya, begitu Thomas Hobbes, mengutip metafora yang
disodorkan penyair Romawi, Plautus (lahir 254 SM di Sarsina, Umbria, Italia,
dan meninggal tahun 184 SM). Dengan mengatakan itu, Thomas Hobbes ingin
mengingatkan bahwa dalam diri manusia ada tersembunyi benih-benih kejahatan,
ada sekawanan serigala yang setiap saat bisa muncul. Dengan kata lain, akar
kejahatan yang sebenarnya juga terletak dalam diri manusia.
Adakah
yang menyangka bahwa Khalid Masood (52) nekat menyerudukkan mobil yang dia
kemudikan ke orang-orang yang berjalan di trotoar dan kemudian menusuk
polisi? Meskipun Khalid Masood pernah diperiksa polisi karena kegiatan
"ekstremisme"-nya, ia kemudian dinyatakan tidak membahayakan. Akan
tetapi, di dalam dirinya sudah telanjur tertanam benih-benih kejahatan karena
berbagai alasan.
Sama
halnya, tidak ada yang pernah mengira dan menduga bahwa Adolf Eichmann adalah
tokoh yang bertanggung jawab atas kamp konsentrasi. Tidak ada yang mengira,
karena menilik latar belakangnya-ayahnya seorang industrialis yang memberikan
anak-anaknya pendidikan doktrinal Protestan yang saleh. Ibunya meninggal saat
ia berusia 10 tahun, dan ayahnya menikah lagi dengan seorang perempuan yang
juga seorang Protestan yang saleh. "Di bawah bimbingan ibunya, Adolf
Eichmann membaca Kitab Suci dan menandai dengan pensil warna merah
bagian-bagian yang sangat menarik baginya-deskripsi tentang peperangan dan
pertempuran" (Hausner G: 1996).
Kalau
begitu, "Benarkah Agama Berbahaya?", tulis Keith Ward (2006). Keith
Ward mengatakan, agama terlibat dalam kekerasan, khususnya di mana agama
menjadi penanda identitas dalam situasi konflik sosial. Agama sering menjadi
suara moderasi dan rekonsiliasi. Itulah peran yang benar. Dengan agama, ada
kesempatan bahwa suara orang-orang yang memberikan hidupnya itu bukanlah
untuk mencari keuntungan, melainkan agar yang baik menjadi lebih jelas
terdengar. Dengan agama, ada kesempatan bahwa, sekurang-kurangnya tempat,
untuk sementara, dan lebih luas, kebaikan akan berjalan baik di muka bumi.
Akan
tetapi, pendapat Keith Ward tersebut tentu masih bisa digugat melihat
kenyataan di banyak tempat, di banyak negara di dunia ini, dan juga di
sekitar kita saat ini. Yang belakangan ini tampak adalah agama sering dikaitkan
dengan fenomena kekerasan; kekerasan atas nama agama atau kekerasan bertopeng
agama. Apalagi, di sekitarnya berkeliaran "karl adolf eichmann, karl
adolf eichmann" lain yang berpenampilan bagaikan domba-domba tetapi
berhati serigala. Padahal, seharusnya agama mengajarkan perdamaian dan
menentang kekerasan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar