Tulip
Trias Kuncahyono ; Wartawan Senior Kompas
|
KOMPAS, 19 Maret 2017
Istanbul, suatu hari. Ketika hawa musim dingin masih belum
berlalu sepenuhnya, bunga tulip bermekaran. Taman di antara Masjid Biru dan
Hagia Sophia berwarna merah, kuning, putih, ungu, merah jambu, dan putih
berujung ungu. Indah!
Itulah sebabnya, Omar Khayyam (18 Mei 1048-4 Desember
1131), atau yang sering ditulis Umar Khayyam, penyair kondang dan astronom
Parsi, terpesona serta membuat puisi "Tulip Bunga Surga". Ya. Tulip
bunga surga.
"Bulan April, datanglah kembali ke Istanbul, Anda
akan menikmati indahnya tulip," tutur seorang kawan.
Seperti yang ditulis Rumi-nama lengkapnya Moulana Muhammad
Jalaluddin Rumi, seorang sufi yang lahir pada 30 September 1207, di Balk,
Khorasan, sekarang masuk wilayah Afganistan-dalam puisinya, bunga tulip
memang indah menawan:
Di taman ada beratus-ratus kekasih nan menawan
Bunga mawar dan bunga tulip menari berputar-putar
Di anak sungainya mengalir air bening,
Semuanya ini hanyalah helat (dalih)--itulah Dia!
Rumi juga menulis:
Desember dan Januari berlalu
Tulip bermunculan. Ini saatnya menikmati
bagaimana pohon bergoyang ditiup angin
dan mawar tak pernah istirahat.
Tulip memang indah. Tulip mepesona. Keindahan itulah yang diboyong
ke Belanda, ratusan tahun silam. Belanda pun disebut "negeri bunga
tulip". Bunga tulip menjadi identitas Belanda, selain kincir angin,
selain sepak bola total football. Tetapi, tulip tetaplah yang paling indah.
Walau sangat identik dengan Belanda dan menjadi
identitasnya, ternyata tulip bukanlah bunga asli Belanda. Bunga ini
sebetulnya berasal dari Asia Tengah. Dahulu kala bunga itu tumbuh secara liar
di kawasan Pegunungan Pamir, stepa di Kazakhstan, dan Pegunungan Hindu Kush.
Karena keindahan serta kecantikannya, penguasa Ottoman terpesona dan tertarik
sehingga pada tahun 1080 mereka mulai membudidayakannya.
Pembudidayaan tulip meluas hingga ke Rusia, pesisir Laut
Hitam, dan Krimea. Bunga Tulip semakin populer karena keindahannya.
Tulip menjadi sangat populer pada masa pemerintahan
Khalifah Sulaiman yang memerintah tahun 1520-1566. Kekuasaan Kekhalifahan
Ottoman pada masa itu membentang dari Tripoli sampai Teluk Persia dan juga
meliputi daratan Eropa, Hongaria. Ada yang menyebut masa itu disebut sebagai
"Abad Tulip". Pada masa ini pula, bunga tulip diperkenalkan ke
Eropa (Austria).
Adalah Augier Ghislain de Busbecq, yang juga disebut Ogier
Ghiselin de Busbeck (1522-1592), seorang diplomat yang menjadi duta besar
untuk Konstantinopel (sekarang Istanbul). Dialah yang membawa umbi, biji, dan
bunga tulip ke Vienna. Ia lalu memberikan kepada temannya, antara lain
Carolus Clusius, seorang ahli botani.
Carolus Clusius (1526-1609) mencoba menanam beberapa biji
tulip di Leiden, Belanda. Mulai saat itulah tulip tumbuh dan berkembang di
Belanda. Seiring perjalanan waktu, budidaya tulip menjadi industri. Dan,
Belanda-bukan Turki, negeri asal muasal tulip-mendapat sebutan "Negeri
Tulip".
Akan tetapi, pemilu di Belanda kemarin, seperti
menghilangkan keindahan tulip, keindahan Belanda. Belanda yang selama ini
dikenal sebagai salah satu negara yang sangat toleran, bangsa yang easygoing
dan kaya, tetapi sejak kampanye pemilu lalu telah berubah menjadi xenophobia
dan rasis. Semua itu karena politisi berambut aneh-yang dimaksud adalah Geert
Wilders yang berambut pirang seperti Donald Trump, dari Partai Kebebasan
(Partij voor de Vrijheid, PVV)-yang mengatakan hal-hal yang secara politik
tidak benar. Begitu kata Leon de Winter, seorang novelis dan komentator
politik di De Telegraaf.
Leon de Winter menulis, pada 1960-an dan 1970-an, Belanda
mengundang para tenaga kerja dari Maroko serta Turki untuk bekerja ketika
perekonomian Belanda sedang tumbuh. Ledakan ekonomi berhenti, tetapi para
pekerja tetap tinggal di Belanda dan menciptakan kelas bawah imigran Muslim
yang berketerampilan rendah.
Anak keturunan mereka kini tinggal di
"kampung-kampung" Maroko dan Turki. Mereka kebanyakan drop out
sekolah. Banyak dari mereka yang melakukan tindak kriminal, tetapi banyak
pula yang lebih religius dibandingkan dengan kakek moyang mereka.
Hidup mereka tergantung pada santunan pemerintah (Belanda
negara walfare state). Mereka adalah separuh dari penerima santunan
pemerintah. Padahal, jumlah mereka hanya 11 persen dari total penduduk Belanda,
sekitar 17 juta jiwa. Sekarang bahkan ditambah imigran dari Somalia yang
mencari suaka.
Padahal, masih menurut Leon de Winter, orang-orang Belanda
disiplin, pekerja keras, terpelajar, dan berpikiran terbuka, toleran dan anti
otoritarian. Kata Claus Hecking, seorang wartawan, Belanda adalah bangsa
kosmopolitan, toleran, serta makmur. Bahkan, De Winter menambahkan, Belanda
adalah bangsa yang sangat sekuler di dunia.
Gambaran seperti itu mendadak berantakan karena ulah Geert
Wilders, yang anti imigran, anti Muslim, anti Uni Eropa (Belanda salah satu
negara pendiri Uni Eropa), dan pendukung Brexit. Selama kampanye, Wilders
"meminjam" slogan Trump, "Make America Great Again"
menjadi "Make the Netherlands Great Again". Itulah sebabnya, CNN
menyebut Wilders sebagai "Dutch Donald Trump".
Kata De Winter, ketegangan di Belanda saat ini bukan
karena masalah uang (kesejahteraan). Tetapi, pengalaman dua kali pembunuhan
politik-terhadap Pim Fortuyn, seorang kandidat perdana menteri, profesor gay
dan Theo van Gogh, sutradara film-yang menjadi benih sikap intoleran Wilders.
Apa pun, sikap dan pandangan hidup Geert Wilders telah merusak Belanda yang
terbuka dan toleran; telah mengurangi keindahan bunga tulip yang selama ini
memesona, persis seperti negeri kita ini, yang pelan-pelan sulaman
keindahannya mulai robek. ●
|
Nice Article....donnt forget visit
BalasHapus10 Gambar Bunga Tulip