Jumat, 17 Maret 2017

Go-Jek yang Hebat, (Bukan) Go-Jek yang Jahat

Go-Jek yang Hebat, (Bukan) Go-Jek yang Jahat
Didik J Rachbini  ;   Ekonom Indef; 
Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Mercu Buana, Jakarta
                                                    DETIKNEWS, 16 Maret 2017

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Siapa yang tidak tahu Go-Jek hebat? Maksudnya, Go-Jek dan kawan-kawannya. Kalau tidak tahu dengan dunia persilatan IT, yang sangat marak akhir-akhir ini, maka ketidaktahuan itu adalah suatu kesalahan, yang dimaafkan.

Go-Jek yang saya tulis di sini termasuk Grab, Uber dan teman-temannya. Mereka bisa menjadi hebat tetapi juga bisa menjadi jahat secara sengaja atau tidak sengaja. Go-Jek membantu memudahkan kehidupan dan bahkan menyediakan keamanan bagi penumpangnya karena kemana pun angkutan itu pergi selalu terpantau posisinya.

Tetapi hukum besi pasar yang tidak diberi norma, lembaga dan moral akan selalu berhadap-hadapan secara sengit antara pendatang baru yang kuat dan pelaku asli yang ada di pasar. Persaingan bebas semacam itu akan selalu memakan korban.

Persaingan ini selalu berulang dan menjadi tanda dan tahap-tahap kemajuan zaman. Dulu motor dan mobil menyingkirkan becak dan dokar. Peralihan dari kendaraan tenaga hewan dan manusia di lapangan atau tepatnya di pasar jasa angkutan tidak kalah sengit dengan yang terjadi sekarang antara Go-Jek dan kawan-kawannya berhadapan dengan ojek tradisional dan taksi konvensional.

Ketegangan sudah terjadi paling tidak selama satu tahun terakhir ini. Moda angkutan baru dengan aplikasi sudah dihadang demo berkali-kali. Tidak sedikit yang ingin memberangus dan meminta pemerintah menutupnya.

Tetapi pemerintah pada satu sisi bijaksana karena berwawasan terbuka dan masih tetap memberi peluang kepada Go-Jek dan taksi beraplikasi untuk berkembang karena memang sudah kehendak zaman. Tetapi pada sisi lain masih sangat naif karena tetap membiarkan mereka saling terkam di lapangan sehingga ketegangan dan friksi mulai menimbulkan korban manusia.

Go-Jek, Gocar, Grab dan Uber adalah pendatang baru yang kuat. Sedangkan ojek pinggiran kota dan taksi konvensional adalah pelaku yang lemah. Jika keduanya bertemu, maka nyaris pertempuran pasar pasti terjadi secara otomatis.

Hukum besi pasar seperti ini sama persis dengan penjelasan Schumpeter. Di dalam teorinya, "creative destruction", disebutkan bahwa kreativitas baru dan inovasi baru di pasar secara otomatis akan menghancur-leburkan kreativitas yang lama sebelumnya.

Hukum inilah yang sedang terjadi antara Go-Jek dan angkot. Jika dibiarkan, maka yang terjadi adalah "creative destruction" tadi - ladang pembantaian pemegang otoritas kreativitas yang baru terhadap pelaku-pelaku yang lama.

Moral dan norma tidak bisa lahir dengan sendirinya di pasar. Pasar hanya punya tenaga "invisible" yang sangat kuat. Tenaganya menjadi menjadi lebih kuat dan tampil sebagai "super power" dengan teknologi yang canggih. Dan dalam waktu bersamaan punya kekuatan destruksi yang kuat dan canggih pula.

Pasar tidak bisa menciptakan moral dan tidak bisa mengakomodasi norma secara spontan. Karena itu, norma yang baik dan aturan yang sehat harus diciptakan bersama oleh pelaku-pelakunya dan negara untuk menghindari persaingan yang sengit dan mencegah ladang pembantaian di pasar yang tidak bermoral.

Bagaimana caranya? Saya tidak perlu mengajarkannya karena yang berkelahi itulah yang bisa menahan, berdamai dan menghentikan perkelahian pasar. Dalam keadaan seperti ini negara harus hadir, jangan bengong seperti sekarang, dan harus membantu transisi yang bagus untuk melompat ke tahap kemajuan kehidupan yang lebih baik.

Konsumen sangat diuntungkan dengan hadirnya kemudahan teknologi. Ke mana saja Go-Jek berjalan, posisinya dapat dipantau. Dengan teknologi itu Go-Jek dan kawan-kawan dapat mencegah kejahatan dan mengendalikan orang-orang jahat untuk menahan perbuatannya.

Tetapi dengan persaingan pasar bebas dan sengit sekarang ini, Go-Jek dan kawan-kawannya bisa menjadi jahat di pasar. Teori "creative destruction" Schumpeter berlaku sebagai bingkai ladang pembantaian pelaku-pelaku usaha sebelumnya.

Negara harus hadir. Go-Jek dan kawan-kawannya bisa dan harus bisa berbisnis dengan hati, mengajak 'Go-Jek pinggiran' itu masuk lebih dahulu ke dalam rangkulan teknologi canggihnya.

Ajak dengan baik, mari bersama masuk ke dalam kehidupan yang lebih mudah dengan teknologi. Jangan biarkan mereka cuma menonton kemudian dibantai habis dengan hadirnya teknologi canggih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar