Selasa, 28 Maret 2017

Indikasi Awal El Nino 2017

Indikasi Awal El Nino 2017
Paulus Agus Winarso  ;   Dosen Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi
dan Geofisika Jakarta
                                                        KOMPAS, 25 Maret 2017


                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Cuaca dan iklim yang kian rancu semakin berdampak dalam 10 tahun terakhir. Hingga pertengahan Maret, saat sang surya melewati garis ekuator menuju belahan bumi utara, di beberapa kawasan Indonesia masih terjadi cuaca ekstrem berupa hujan badai.

Dari Sumatera hingga Papua bagian barat, hujan lebat dengan intensitas tinggi, angin kencang yang berputar atau puting beliung, serta petir yang giat dalam kurun waktu 30-60 menit. Rabu malam, kawasan Jakarta dan sekitarnya juga dilanda hujan lebat dengan aktivitas petir yang intens.

Dari catatan dan pengalaman, kehadiran cuaca dan iklim ekstrem yang terjadi setiap tahun umumnya terkonsentrasi pada November hingga awal Februari. Oleh karena itu, kondisi saat ini menunjukkan adanya penyimpangan dari kondisi normal atau reratanya. Seharusnya, kuartal II tahun 2017 musim memasuki masa peralihan.

Informasi prakiraan suhu dalam pemantauan gejala alam global El Nino mengindikasikan kecenderungan kehadiran gejala alam El Nino. Pengalaman menunjukkan, periode setiap akhir musim hujan dengan fenomena peningkatan curah hujan dan tiupan angin baratan di atas wilayah selatan ekuator Indonesia menandakan kehadiran El Nino. Hal ini telah terjadi pra gejala alam global El Nino 1982/1983, 1987/1988, 1997/1998, 2002/2003, dan 2007/2008.

Memasuki periode gejala alam El Nino, biasanya diawali dengan giatnya hujan badai angin barat, yang meluas hingga Maret-April. Apakah kondisi ini yang sekarang berlangsung? Tampaknya demikian. Oleh karena itu, hal ini seyogianya menjadi bahan perhitungan dan perhatian kita semua, terutama dalam hal menyiapkan diri untuk meminimalisasi dampaknya di segala bidang.

El Nino periode 1991-1994, misalnya, telah mendorong hadirnya krisis ekonomi dunia. Indonesia pun kena imbasnya yang berakibat pada kerusakan swasembada pangan nasional dan 1997/1998. El Nino yang menyebabkan kekeringan berkepanjangan juga memicu kebakaran lahan dan hutan diikuti dengan bencana asap yang melintas batas negara (transboundary).

Kondisi alam yang demikian seyogianya menjadi perhatian dan kepedulian pihak terkait. Sayangnya, sampai saat ini pihak berwenang belum menginformasikan kepastian akan hadirnya gejala alam global ini. Padahal, tetangga terdekat, Australia dengan Pusat Iklim Nasional-nya, telah memberikan sinyal akan kehadiran El Nino ini. Informasi itu bisa dilihat di laman mereka: www.bmo.gov.au.

Demikian pula halnya negara-negara maju. Pusat informasi iklim di Amerika Serikat, Inggris, Perancis, dan Jepang, termasuk yang sudah mengingatkan akan kehadiran gejala alam global ini.

Kriteria El Nino

Tolok ukur untuk menentukan hadirnya gejala alam El Nino umumnya menggunakan kawasan perairan Samudra Pasifik bagian tengah sampai mendekati kawasan tropis Benua Amerika. Dari hasil pemantauan mereka, disimpulkan akan terjadi kenaikan suhu muka air laut. Hal ini sebagaimana definisi gejala alam global El Nino: naiknya suhu muka air laut kawasan tropis Samudra Pasifik.

Saat ini suhu muka air laut itu mulai naik di atas 0,1-0,4 derajat celsius untuk kawasan tengah dan kian naik ke arah kawasan timur. Kenaikan suhu muka laut kawasan perairan barat pantai barat Benua Amerika, seperti Peru, telah memicu peningkatan curah hujan di kawasan Peru yang berada di kawasan tropis barat dari Benua Amerika Selatan. Dengan kondisi ini, sepertinya gejala alam El Nino sudah mulai terasa.

Lebih lanjut, informasi prakiraan suhu muka laut kawasan ekuator Samudra Pasifik Tengah dari negara yang sudah menghitung kenaikan suhu ini sampai awal Maret 2017 menunjukkan suhu muka laut akan naik menuju simpangannya dengan nilai 1 derajat. Dengan demikian, ini menjadi petunjuk gejala alam El Nino yang mulai giat.

Berdasarkan pengolahan dan perhitungan dengan hasil pengamatan udara dan perairan hingga akhir Februari 2017, diketahui hingga akhir tahun suhu di atas 1 derajat celsius akan mulai dengan persentase 50 persen. Adapun 50 persen sisanya memprakirakan suhu muka laut kawasan tropis Samudra Pasifik Tengah hingga sedikit ke arah timur tidak akan mencapai 1 derajat alias kurang dari nilai ambang mulainya gejala alam El Nino.

Hasil prakiraan suhu muka laut kawasan tropis Samudra Pasifik sementara —yang akan diperbaiki setiap bulan— mengindikasikan peluang munculnya gejala alam El Nino dengan intensitas lemah hingga sedang.

El Nino masuk kriteria kuat jika simpangan setiap bulan di atas 2 hingga 4 derajat. Hal ini terjadi saat gejala alam global El Nino 1982/1983 dan 1997/1998 dengan durasi kegiatan 12-18 bulan.

Untuk kegiatan lain, seperti gejala alam El Nino 1987/1988, 1991-1994, 2002/2003, dan 2007/2008 masuk dalam kategori El Nino lemah dengan durasi kegiatan 12-15 bulan. Demikian juga kegiatan El Nino 2015/2016 dengan simpangan suhu muka laut kawasan tropis Samudra Pasifik 1–2 derajat masuk kategori lemah-sedang dengan durasi kegiatan kurang dari 12 bulan atau setahun.

Sepertinya kondisi yang akan berlangsung ke depan, yang dapat diinformasikan adalah berdasarkan prakiraan suhu kurang dari 1 hingga di atas 1 derajat. Kondisi ini dapat diringkas bahwa gejala alam global El Nino intensitas lemah berpeluang terjadi mulai pertengahan 2017. Durasinya akan mirip dengan kondisi saat gejala alam global El Nino 2016/2017 beberapa bulan lalu. Ini mengingat siklus surya periode 2016/2017 berada di puncak kegiatan surya.

Periode 2017/2018 hingga periode 2020 merupakan periode peluruhan kegiatan bintik sang surya yang menandakan sumber hangat dari sang surya sangat minim. Dengan demikian, peluang dampak gejala alam El Nino yang mirip setahun silam bisa dipertimbangkan dalam penyusunan rencana menghadapi gejala alam El Nino di pertengahan tahun.

Peralihan musim

Dengan kondisi ini serta menilik pelajaran kondisi cuaca dan iklim pra kehadiran gejala alam global El Nino sebelum hadirnya cuaca ekstrem di akhir musim hujan seperti yang berlangsung di Sumatera, Jawa, Kalimantan, hingga Papua, sepertinya akanberlanjut dengan kehadiran badai lokal sebagai ekspresi masa peralihan musim.

Masa peralihan musim ditandai dengan marak dan meluasnya awan konvektif yang disebut awan badai atau awan tipe kumulonimbus (Cb). Kegiatan di beberapa kawasan mulai sore, malam, hingga dini hari, baik pegunungan maupun pantai.

Kehadiran angin barat yang cukup dominan mengindikasikan mundurnya awal musim kemarau, seperti yang berlangsung sejak 2010 hingga kini. Dengan situasi dan kondisi ini, cuaca ekstrem yang bersifat lokal akan mendominasi serta perlu kesiapan dan kewaspadaan untuk menyikapi perkembangan alam yang cenderung berbeda dibandingkan dengan kondisi cuaca dan iklim sebelumnya.

Pembelajaran akan peristiwa dalam waktu satu hingga dua tahun terakhir akan memberikan inspirasi kesiapan kita menghadapi perkembangan kondisi alam dan berinteraksi dengan perkembangan lingkungan. Semoga catatan kondisi cuaca dan iklim yang kian beragam ini dapat digunakan untuk menyikapi perubahan alam dan lingkungan sekitar kita, sekaligus mengajarkan kepada kita untuk lebih arif dan bijaksana. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar