Indikasi
Awal El Nino 2017
Paulus Agus Winarso ; Dosen Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi
dan Geofisika Jakarta
|
KOMPAS, 25 Maret 2017
Cuaca
dan iklim yang kian rancu semakin berdampak dalam 10 tahun terakhir. Hingga
pertengahan Maret, saat sang surya melewati garis ekuator menuju belahan bumi
utara, di beberapa kawasan Indonesia masih terjadi cuaca ekstrem berupa hujan
badai.
Dari
Sumatera hingga Papua bagian barat, hujan lebat dengan intensitas tinggi,
angin kencang yang berputar atau puting beliung, serta petir yang giat dalam
kurun waktu 30-60 menit. Rabu malam, kawasan Jakarta dan sekitarnya juga
dilanda hujan lebat dengan aktivitas petir yang intens.
Dari
catatan dan pengalaman, kehadiran cuaca dan iklim ekstrem yang terjadi setiap
tahun umumnya terkonsentrasi pada November hingga awal Februari. Oleh karena
itu, kondisi saat ini menunjukkan adanya penyimpangan dari kondisi normal
atau reratanya. Seharusnya, kuartal II tahun 2017 musim memasuki masa
peralihan.
Informasi
prakiraan suhu dalam pemantauan gejala alam global El Nino mengindikasikan
kecenderungan kehadiran gejala alam El Nino. Pengalaman menunjukkan, periode
setiap akhir musim hujan dengan fenomena peningkatan curah hujan dan tiupan
angin baratan di atas wilayah selatan ekuator Indonesia menandakan kehadiran
El Nino. Hal ini telah terjadi pra gejala alam global El Nino 1982/1983,
1987/1988, 1997/1998, 2002/2003, dan 2007/2008.
Memasuki
periode gejala alam El Nino, biasanya diawali dengan giatnya hujan badai
angin barat, yang meluas hingga Maret-April. Apakah kondisi ini yang sekarang
berlangsung? Tampaknya demikian. Oleh karena itu, hal ini seyogianya menjadi
bahan perhitungan dan perhatian kita semua, terutama dalam hal menyiapkan
diri untuk meminimalisasi dampaknya di segala bidang.
El
Nino periode 1991-1994, misalnya, telah mendorong hadirnya krisis ekonomi
dunia. Indonesia pun kena imbasnya yang berakibat pada kerusakan swasembada
pangan nasional dan 1997/1998. El Nino yang menyebabkan kekeringan
berkepanjangan juga memicu kebakaran lahan dan hutan diikuti dengan bencana
asap yang melintas batas negara (transboundary).
Kondisi
alam yang demikian seyogianya menjadi perhatian dan kepedulian pihak terkait.
Sayangnya, sampai saat ini pihak berwenang belum menginformasikan kepastian
akan hadirnya gejala alam global ini. Padahal, tetangga terdekat, Australia
dengan Pusat Iklim Nasional-nya, telah memberikan sinyal akan kehadiran El
Nino ini. Informasi itu bisa dilihat di laman mereka: www.bmo.gov.au.
Demikian
pula halnya negara-negara maju. Pusat informasi iklim di Amerika Serikat,
Inggris, Perancis, dan Jepang, termasuk yang sudah mengingatkan akan
kehadiran gejala alam global ini.
Kriteria El Nino
Tolok
ukur untuk menentukan hadirnya gejala alam El Nino umumnya menggunakan
kawasan perairan Samudra Pasifik bagian tengah sampai mendekati kawasan
tropis Benua Amerika. Dari hasil pemantauan mereka, disimpulkan akan terjadi
kenaikan suhu muka air laut. Hal ini sebagaimana definisi gejala alam global
El Nino: naiknya suhu muka air laut kawasan tropis Samudra Pasifik.
Saat
ini suhu muka air laut itu mulai naik di atas 0,1-0,4 derajat celsius untuk
kawasan tengah dan kian naik ke arah kawasan timur. Kenaikan suhu muka laut
kawasan perairan barat pantai barat Benua Amerika, seperti Peru, telah memicu
peningkatan curah hujan di kawasan Peru yang berada di kawasan tropis barat
dari Benua Amerika Selatan. Dengan kondisi ini, sepertinya gejala alam El
Nino sudah mulai terasa.
Lebih
lanjut, informasi prakiraan suhu muka laut kawasan ekuator Samudra Pasifik
Tengah dari negara yang sudah menghitung kenaikan suhu ini sampai awal Maret
2017 menunjukkan suhu muka laut akan naik menuju simpangannya dengan nilai 1
derajat. Dengan demikian, ini menjadi petunjuk gejala alam El Nino yang mulai
giat.
Berdasarkan
pengolahan dan perhitungan dengan hasil pengamatan udara dan perairan hingga
akhir Februari 2017, diketahui hingga akhir tahun suhu di atas 1 derajat
celsius akan mulai dengan persentase 50 persen. Adapun 50 persen sisanya memprakirakan
suhu muka laut kawasan tropis Samudra Pasifik Tengah hingga sedikit ke arah
timur tidak akan mencapai 1 derajat alias kurang dari nilai ambang mulainya
gejala alam El Nino.
Hasil
prakiraan suhu muka laut kawasan tropis Samudra Pasifik sementara —yang akan
diperbaiki setiap bulan— mengindikasikan peluang munculnya gejala alam El
Nino dengan intensitas lemah hingga sedang.
El
Nino masuk kriteria kuat jika simpangan setiap bulan di atas 2 hingga 4
derajat. Hal ini terjadi saat gejala alam global El Nino 1982/1983 dan
1997/1998 dengan durasi kegiatan 12-18 bulan.
Untuk
kegiatan lain, seperti gejala alam El Nino 1987/1988, 1991-1994, 2002/2003,
dan 2007/2008 masuk dalam kategori El Nino lemah dengan durasi kegiatan 12-15
bulan. Demikian juga kegiatan El Nino 2015/2016 dengan simpangan suhu muka
laut kawasan tropis Samudra Pasifik 1–2 derajat masuk kategori lemah-sedang
dengan durasi kegiatan kurang dari 12 bulan atau setahun.
Sepertinya
kondisi yang akan berlangsung ke depan, yang dapat diinformasikan adalah
berdasarkan prakiraan suhu kurang dari 1 hingga di atas 1 derajat. Kondisi
ini dapat diringkas bahwa gejala alam global El Nino intensitas lemah
berpeluang terjadi mulai pertengahan 2017. Durasinya akan mirip dengan
kondisi saat gejala alam global El Nino 2016/2017 beberapa bulan lalu. Ini
mengingat siklus surya periode 2016/2017 berada di puncak kegiatan surya.
Periode
2017/2018 hingga periode 2020 merupakan periode peluruhan kegiatan bintik
sang surya yang menandakan sumber hangat dari sang surya sangat minim. Dengan
demikian, peluang dampak gejala alam El Nino yang mirip setahun silam bisa
dipertimbangkan dalam penyusunan rencana menghadapi gejala alam El Nino di
pertengahan tahun.
Peralihan musim
Dengan
kondisi ini serta menilik pelajaran kondisi cuaca dan iklim pra kehadiran
gejala alam global El Nino sebelum hadirnya cuaca ekstrem di akhir musim
hujan seperti yang berlangsung di Sumatera, Jawa, Kalimantan, hingga Papua,
sepertinya akanberlanjut dengan kehadiran badai lokal sebagai ekspresi masa
peralihan musim.
Masa
peralihan musim ditandai dengan marak dan meluasnya awan konvektif yang
disebut awan badai atau awan tipe kumulonimbus (Cb). Kegiatan di beberapa
kawasan mulai sore, malam, hingga dini hari, baik pegunungan maupun pantai.
Kehadiran
angin barat yang cukup dominan mengindikasikan mundurnya awal musim kemarau,
seperti yang berlangsung sejak 2010 hingga kini. Dengan situasi dan kondisi
ini, cuaca ekstrem yang bersifat lokal akan mendominasi serta perlu kesiapan
dan kewaspadaan untuk menyikapi perkembangan alam yang cenderung berbeda
dibandingkan dengan kondisi cuaca dan iklim sebelumnya.
Pembelajaran
akan peristiwa dalam waktu satu hingga dua tahun terakhir akan memberikan
inspirasi kesiapan kita menghadapi perkembangan kondisi alam dan berinteraksi
dengan perkembangan lingkungan. Semoga catatan kondisi cuaca dan iklim yang
kian beragam ini dapat digunakan untuk menyikapi perubahan alam dan
lingkungan sekitar kita, sekaligus mengajarkan kepada kita untuk lebih arif
dan bijaksana. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar