Yang
Menghidupkan Hidup
Hasanudin Abdurakhman ; Cendekiawan; Penulis;
Kini menjadi seorang profesional
di perusahaan Jepang di Indonesia
|
KOMPAS.COM, 03 Maret 2017
Ada
anak orang kaya. Mereka dari kecil sudah kaya. Sampai besar dan dewasa,
mereka tetap kaya. Bahkan tambah kaya. Lalu kita lihat diri kita. Kita tidak
kaya sejak kecil. Hidup begini-begini saja, tidak ada perubahan. Kita
ditakdirkan untuk hidup seperti ini.
Hidup
sepertinya diikat oleh takdir. Kita bukan pengendali hidup kita. Hidup kita
ditentukan oleh banyak faktor. Di keluarga mana kita lahir. Siapa saja yang
ada di sekitar kita. Dengan siapa saja kita bertemu dan bergaul. Kebetulan
apa saja yang pernah kita dapatkan dan menguntungkan kita. Pendek kata, kita
ini makhluk tak berdaya dalam lautan takdir.
Benarkah?
Sebenarnya
kita perlu melihat hidup dengan lebih lengkap. Ada anak orang kaya, dan tetap
kaya, bahkan jadi lebih kaya. Tapi ada banyak juga anak orang kaya yang jatuh
miskin semiskin-miskinnya.
Saya
pernah menyaksikan sendiri, anak orang kaya, yang harta orang tuanya saya
kira tak akan habis untuk beberapa keturunan. Tapi akhirnya saya menyaksikan
anak tadi meninggal sebagai orang miskin.
Sebaliknya,
ada begitu banyak anak orang miskin yang kemudian menjadi kaya raya. Atau,
tadinya anak orang biasa, yang berubah jadi kaya raya.
Mari
kita ambil contoh yang sangat terkenal, Bill Gates. Siapa dia? Dia bukan anak
orang miskin. Bapaknya pengacara. Tapi orang tuanya bukan orang yang masuk
dalam daftar orang terkaya dunia. Bill Gates sendiri yang memasukkan dirinya
ke daftar itu.
Sebenarnya
ini bukan sekadar soal kaya miskin. Kita sebenarnya tak perlu peduli soal
kekayaan Bill Gates, karena juga tak mempengaruhi hidup kita.
Tapi
siapa dari kita yang tak pernah bersentuhan dengan produk Microsoft,
perusahaan yang didirikan Bill Gates? Ada milyaran penduduk dunia pernah
memakainya.
Apa
yang membuat Bill Gates menjadi seperti itu? Ada keluarga yang mendidiknya.
Ada pula guru-guru dia, teman-teman dia, lingkungannya.
Tapi
kenapa hanya Bill Gates yang jadi seperti itu, tidak semua orang di
lingkungan itu? Karena faktor terbesar dari sukses Bill Gates, ada di
tangannya sediri.
Sama
halnya, anak-anak orang kaya yang saya sebut di awal tulisan ini, juga
demikian. Yang bisa bertahan tetap kaya, atau menjadi lebih kaya, adalah yang
melakukan sesuatu. Yang salah dalam menjalankan hidup, akan terjerembab.
Ya,
demikian pula dengan saya dan Anda. Sukses atau terjerembab, ditentukan oleh
tangan kita sendiri. Saya tahu, akan banyak orang yang mencoba membantah ini.
Banyak orang percaya bahwa sukses itu adalah hasil dari berbagai kebetulan
yang ada di sekitar kita. Baiklah. Kalau itu yang Anda harapkan, silakan
tunggu kebetulan-kebetulan itu.
Kalau
Anda tidak mau menunggu, maka kita harus bergerak. Kita tak boleh lagi
menunggu kebetulan-kebetulan. Kita harus bergerak, membuat berbagai
kesempatan datang kepada kita.
Di
suatu kuliah saya di kampus, saya bicara tentang pentingnya penguasaan bahasa
asing, khususnya bahasa Inggris. Saya tekankan bahwa kunci penguasaan bahasa
itu adalah memakainya dalam keseharian. Saya contohkan bagaimana para santri
di Gontor, yang umumnya mahir berbahasa Inggris dan Arab, karena mereka
setiap hari menggunakannya.
Seorang
mahasiswa berkomentar. Menurut dia, lingkunganlah yang membuat anak-anak di
Gontor itu menjadi mahir. Yang tidak berada di lingkungan itu, tidak akan
mahir. Bagi dia, orang harus berada di lingkungan yang memaksa, untuk bisa
melakukan sesuatu.
Saya
ingatkan dia bahwa para santri itu berada di Gontor bukan kebetulan. Mereka
ingin berada di sana, karena memang ingin bisa. Mereka tidak dipaksa. Mereka
punya tujuan, lalu mereka pergi ke Gontor.
Tidak
hanya itu. Perjanjian untuk selalu pakai bahasa Inggris dan Arab itu adalah
sebuah komitmen. Yang memaksa bukan orang lain, tapi santri yang mengikatkan
diri pada komitmen itu.
Nah,
para mahasiswa di kelas saya tadi, yang tidak berada di Gontor, sebenarnya
tinggal membuat komitmen yang sama. Mereka bisa bersepakat untuk bersama
berbicara dalam bahasa Inggris. Yang melanggar dikenai sanksi, misalnya
denda. Maka mereka akan mendapatkan lingkungan yang persis sama seperti
Gontor.
Itulah
contoh bagaimana perbedaan cara berpikir yang secara fundamental menentukan
seseorang akan sukses atau tidak.
Ada
orang-orang yang menganggap hidup ini ditentukan oleh berbagai faktor di luar
dia. Singkat kata, ia menyerahkan kemudi kehidupannya kepada pihak lain.
Atau, ia menyerahkan remote control kehidupannya kepada pihak lain.
Tidak.
Jangan lakukan itu. Rebut kendali itu. Rebut kemudi atau remote control itu,
kendalikan hidup dan nasib Anda sendiri.
Tapi
bukankah lingkungan juga berpengaruh pada hidup kita? Ya, lingkungan
berpengaruh. Tapi, bagaimana pengaruh lingkungan terhadap diri kita,
lagi-lagi tetap tergantung pada bagaimana kita bersikap.
Saat
Anda tercemplung di tengah laut, Anda berada pada suatu lingkungan. Apakah
Anda akan mati tenggelam atau selamat, sangat tergantung pada bagaimana Anda
bersikap saat itu.
Ringkasnya,
jangan berfokus pada lingkungan, karena ia berada di luar kontrol kita.
Fokuslah pada bagaimana kita bersikap terhadap lingkungan. Dalam hal itu,
kita sepenuhnya memegang kendali. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar