Ada
Apa di Pamurbaya?
Suparto Wijoyo ; Dosen Hukum Lingkungan Fakultas Hukum; Koordinator Magister Sains Hukum &
Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga
|
JAWA
POS, 20
Maret 2017
SURABAYA
telah berkembang dalam gerak dinamik yang mencengangkan. Seluruh segmen
geografisnya tumbuh bak jamur di musim hujan: bersemi serentak tanpa sekat.
Surabaya
Timur memancarkan pesona investasi properti yang segera disambut Surabaya
Barat untuk saling merapat memperkuat aliran modal yang memikat. Surabaya
Selatan melontar moda transportasi demi cepatnya arus orang, barang dan jasa
yang digaet Surabaya Utara agar menyilang sempurna membulatkan metropolitan.
Kota
ini mekar tanpa jeda dan kini sedikit tersedak akibat lahan konservasi di
pamurbaya, pantai timur Surabaya, yang disekat-sekat. Arealnya dikavling
secara liar sambil berkelit sedikit legal. Tanah diperebutkan dan hak-haknya
diperjualbelikan. Antara sengaja dan kekhilafan dicampur menjadi satu adonan
kosakata ketidaktahuan. Aneh.
Surabaya
ini, kota yang setiap jengkal kawasannya diatur penggunaan ruangnya. Perda
Kota Surabaya No 12 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Surabaya Tahun 2014–2034 merupakan dasar hukum yang mesti menjadi rujukan.
Perda itu dibuat dengan pertimbangan untuk mewujudkan pembangunan Kota
Surabaya yang berkelanjutan, yang penataan ruang wilayahnya secara berdaya
guna, berhasil guna, serasi, selaras, dan seimbang. Arahan penataan ruang
wilayah yang berkelanjutan itu dapat terwujud jika didukung keterpaduan
pembangunan antarsektor dan antar pelaku.
Betapa
idealnya perda dimaksud yang mengusung visi Penataan ruang Kota Surabaya
adalah terwujudnya kota perdagangan dan jasa internasional berkarakter lokal
yang cerdas, manusiawi dan berbasis ekologi tersebut.
Khusus
untuk strategi pengembangan kawasan perumahan dan permukiman dilakukan dengan
tetap meningkatkan kualitas lingkungan. Pamurbaya adalah inti konservasi yang
harus dijaga kelestarian fungsinya sebagai unit pengembangan wilayah laut
yang berada di perairan bagian timur kota.
Tatanan
ekologis kawasan sistemik sekitar Tambak Wedi, Kenjeran, Bulak, serta daerah
pantai timur di Mulyorejo, Sukolilo, Rungkut, dan Gunung Anyar harus dijaga.
Kawasan
sempadan pantai merupakan ruang yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan RTH,
pengembangan struktur alami dan buatan, untuk mencegah bencana pesisir,
kegiatan rekreasi, wisata bahari ekowisata, penelitian dan pendidikan,
kepentingan adat dan kearifan lokal, pertahanan dan keamanan, perhubungan
ataupun komunikasi.
Fungsi
yang demikian semerbak menjalar di kawasan sempadan pantai yang berada di
Kecamatan Benowo, Asemrowo, Krembangan, Pabean Cantian, Semampir, Kenjeran,
Bulak, Mulyorejo, Sukolilo, Rungkut, dan Gunung Anyar. Kawasan pantai
tersebut dikembangkan sebagai kawasan RTH yang terintegrasi dengan
pengembangan kota yang berorientasi pada perairan (waterfront city),
pelabuhan, hankam, perkapalan, dan wisata alam maupun buatan. Pamurbaya
dinormakan menjadi kawasan lindung berupa hutan mangrove yang terintegrasi dengan
ekosistem pesisir dan wisata alam.
Pesan
utama seluruh hukum tata Kota Surabaya menahbiskan pamurbaya adalah areal
konservasi. Tetapi, faktanya, kini selain masalah jual-beli tanah kavling
maupun drama tanah oloran, telah bertengger pula ”pulau properti”. Pembelokan
garis konservasi dan merajalelanya broker tanah di pamurbaya adalah cermin
adanya gumpalan penyalahgunaan ruang.
Publik
kini menyorot dan aparatur punya gawe untuk menuntaskannya. DPRD dengan
otoritas pengawasan pelaksanaan regulasi dan kebijakan menjadi pintu masuk
serius perlunya menggelar agenda dewan yang meneguhkan kembali materi
planologi sebagaimana dirumuskan dalam Perda Tata Kota Surabaya.
Banyak
kota besar di dunia yang memberikan pelajaran berharga. Setiap penyalahgunaan
kawasan konservasi pantai yang semula dimaksudkan sedemikian ”imajinatifnya”
untuk warga kota pada praktiknya justru meminggirkan ”warga miskin”. Kota
menjadi dikepung mulai kawasan pantai, melingkar mendesak dan menjerat
komunitas kota. Apa yang terjadi adalah suasana gaduh dan gerah. Kemiskinan
dan kepadatan penduduk akan mengerucut di pusat kota dan kondisi ini sangat
berbahaya secara sosio-ekologis.
Kalau
reklamasi diam-diam di pamurbaya terus dipaksakan, saya khawatir pamurbaya
menjadi pantai timur yang memendam bara. Semoga tidak.
Pamurbaya,
akankah penuh kejutan? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar