Mengelola
Raja-Raja Kecil di Laut
Putu Gde Ariastita ; Dosen Departemen Perencanaan Wilayah dan
Kota ITS
|
JAWA
POS, 22
Maret 2017
PADA
4 Maret 2017, kapal pesiar MV Caledonian yang berpelesir di perairan Raja
Ampat kandas. Meski akhirnya bisa keluar, kapal tersebut telah merusak
sekitar 1.600 meter persegi terumbu karang, ekosistem laut yang telah hidup
ratusan tahun dan menghidupi ratusan spesies ikan.
Kejadian
di perairan Raja Ampat tersebut melukiskan bahwa laut biru yang tenang diselingi
gelombang dan ombak yang indah ternyata menyimpan potensi konflik yang rumit.
Bila di darat sebagian besar kehidupan terdapat di permukaan tanah, di laut
ada tiga lapis kehidupan. Pada titik yang sama, misalnya, di permukaan
terdapat alur pelayaran, di kolong air tempat ikan, dan di dasar laut
terhubung kabel dan pipa, atau bahkan terdapat terumbu karang.
Tidak
ada RT dan RW di lautan, apalagi KTP untuk mengontrol masyarakat. Semua bebas
sehingga laut dikatakan open access. Pada kondisi seperti itu, siapa yang
kuat, dialah yang menjadi pemenang.
Raja-Raja Kecil
Mari
kita mengidentifikasi kehidupan di laut beserta aktivitasnya. Dimulai dari
mangrove, padang lamun, dan terumbu karang. Mereka adalah makhluk yang paling
lemah, tapi menjadi sumber kehidupan karena membentuk ekosistem di laut.
Selanjutnya adalah ikan dan sejenisnya yang menjadi penghuni kedua.
Belum
cukup sampai di situ, laut merupakan penghubung daratan. Karena itu, dibangun
pelabuhan dengan berbagai tipe beserta alur pelayaran orang beserta barang.
Lebih kompleks, karena di laut tersimpan deposit minyak dan gas (migas) serta
mineral yang terbilang besar, terjadilah kavling-kavling migas dan mineral
beserta alur pipa migas. Demikian juga dengan listrik dan telekomunikasi yang
ikut menyumbang alur kabel di dasar laut.
Aktivitas
pariwisata juga tidak tertinggal memanfaatkan potensi laut. Spot-spot diving
dan atraksi lainnya menjadi daya tarik wisata.
Masih
ada ribuan aktivitas lain yang menjadikan laut sebagai media. Yang menarik
disimak, aktivitas-aktivitas tersebut memiliki regulasi sendiri-sendiri.
Akibatnya, aktivitas dijalankan sesuai dengan ketentuan sendiri. Lambat laun
mereka seolah-olah menjadi raja-raja kecil yang menguasai lautan. Karena
berjalan sendiri, raja yang kuatlah yang bisa mengalahkan yang lain.
Misalnya,
bidang perhubungan. Dengan regulasi sendiri, dibangun pelabuhan-pelabuhan
dengan daerah lingkungan kerja dan pelabuhannya (DLKr dan DLKp). Tidak
tertinggal, alur-alur pelayaran ditetapkan sendiri. Padahal, mungkin di area
DLKr, DLKp, maupun alur pelayaran terdapat terumbu karang, area fishing
ground, atau pipa/kabel laut.
Selain
itu, di areal potensi migas dan mineral, laut dikavling-kavling dengan
mengacu pada regulasi masing-masing.
Masih
banyak aktivitas di ruang laut yang menimbulkan konflik antara satu dan
lainnya. Konflik tersebut semakin kompleks karena adanya multilevel
kepentingan. Contohnya, sektor perhubungan, migas, dan hankam adalah
kepentingan pusat, sedangkan penetapan fishing ground, konservasi, dan
sebagainya merupakan kepentingan provinsi. Bahkan bisa lebih parah apabila
ada ego sektoral di dalamnya.
Tata Ruang Laut
Laut
yang bersifat open access dengan beragam aktivitasnya memang perlu diatur,
tidak diatur sendiri-sendiri. Ada aturan yang mengikat semuanya, yakni tata
ruang laut. Alokasi-alokasi ruang perlu ditetapkan dengan zonasi-zonasi
tertentu dengan disertai aturan di setiap zonasinya.
Tata
ruang laut yang diwujudkan dalam alokasi-alokasi ruang tersebut, salah
satunya, tertuang dalam Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(RZWP3K) sesuai dengan amanat UU No 27 Tahun 2007 jo UU No 1 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil beserta
perubahannya.
RZWP3K
adalah rencana spasial yang diharapkan memberikan kepastian, legitimasi, dan
resolusi konflik di dalam pengelolaan ruang laut. Rencana tersebut seharusnya
juga bisa mewujudkan keterpaduan antar kewenangan, sektor, dan stakeholder
pembangunan.
Mewujudkan
RZWP3K seperti harapan dan cita-cita tersebut memang tidak mudah. RZWP3K
merupakan produk yang lahir dari proses perencanaan. Kata proses itulah yang
terpenting. Proses mencerminkan pelaksanaan mekanisme teknis dan konsensus di
dalamnya. Mekanisme teknis adalah engineering process atau upaya rekayasa teknis
keruangan. Upaya tersebut meliputi pengadaan data yang valid dan update,
analisis, serta penyusunan skenario alokasi ruang.
Sementara
itu, proses konsensus adalah kesepakatan antar-stakeholder terhadap proses
penentuan skenario-skenario alokasi ruang. Bila proses teknis dan konsensus
itu dijalankan dengan baik, produk perencanaan (RZWP3K) yang dihasilkan pasti
akan memiliki kualitas yang bagus.
Lesson Learned
Tata
ruang laut dalam wujud RZWP3K adalah keniscayaan yang dibutuhkan untuk
mewujudkan pengelolaan laut yang terintegrasi, produktif, berkelanjutan, dan
berkeadilan. Memang tidak mudah mewujudkan hal tersebut. Beberapa hal yang
perlu dikembangkan ke depan adalah kesamaan sudut pandang antar-stakeholder
dalam pengelolaan laut, tidak mudah memang untuk menghapus ego sektoral,
tetapi itu harus dilakukan. Ego sektoral ini akan bisa diatasi bila ada
komitmen dan visi pemimpinnya, baik di pusat maupun di daerah.
Dalam
hal teknis pelaksanaan, kiranya yang perlu diperhatikan, proses penyusunan
RZWP3K memerlukan waktu dan sumber daya yang cukup. Bila proses itu dipandang
sebagai proyek dan hanya dilihat dari sisi administrasi keuangan, jangan
harap dapat menghasilkan dokumen rencana yang berkualitas.
Masih
berkaitan dengan hal itu, fondasi dasar dokumen perencanaan adalah data.
Validitas dan updating data membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Demikian
pula, proses konsensus harus dipahami membutuhkan waktu dan sumber daya yang
cukup sehingga salah satu output konsensus, yaitu resolusi konflik, bisa dicapai.
Norwegia
dan Tiongkok merupakan sebagian kecil negara yang sukses mengelola laut.
Kedua negara menghasilkan PDB kelautan yang tertinggi di dunia. Hebatnya,
produktivitas tinggi tersebut diimbangi kelestarian ekologi dan keharmonisan
sosial.
Ternyata,
kunci sukses negara-negara tersebut adalah pengelolaan ruang laut yang
berbasis tata ruang. Tidak ada salahnya kisah sukses negara lain itu ditiru
dan dikembangkan. Jalesveva Jayamahe. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar