Merawat
Warisan Pakde Karwo
Airlangga Pribadi Kusman ; Pengajar Departemen Politik FISIP
Universitas Airlangga Surabaya
|
JAWA
POS, 23
Maret 2017
Perlahan-lahan
dinamika politik Jawa Timur (Jatim) menggeliat menuju momen politik Pemilihan
Gubernur Jatim 2018. Ketika persiapan tengah dilakukan para aktor politik
yang tengah berlaga, hal penting untuk diperhatikan warga Jatim adalah
warisan pembangunan apa yang telah dikerjakan Gubernur Jatim Soekarwo selama
dua periode. Apa yang telah dicapai Jatim dalam masa kepemimpinannya selama
dua periode?
Menimbang
warisan pembangunan tersebut penting bukan lantaran romantisme.
Mempertimbangkan warisan pembangunan yang telah ditorehkan dalam masa
kepemimpinan Pakde Karwo –sapaan akrab Soekarwo– dapat membantu kita memahami
peta dan jalan pembangunan Jatim.
Hal
itu terkait dengan prinsip-prinsip apakah yang telah diletakkan Soekarwo
untuk membangun Jatim? Sudah sampai manakah perjalanan Jatim melangkah?
Apakah yang harus dirawat dan manakah yang harus diperbaiki maupun diperkuat?
Selanjutnya, berhubungan dengan Pemilihan Gubernur Jatim 2018, bagaimanakah
publik menilai kualitas dan kapabilitas kandidat gubernur mendatang berdasar
apa yang telah dicapai Jatim sampai saat ini?
Prinsip Trisakti
Dalam
sebuah dialog yang dipublikasikan jurnal akademik Prisma volume 32 tahun 2013
dengan tema Neomarhaenisme dalam Globalisasi, Pakde Karwo mengutarakan bahwa
prinsip pembangunan yang dia terapkan untuk membangun Jatim bersandar pada
Trisakti, sebuah prinsip pembangunan bernegara dari Soekarno yang berpijak
pada berdikari secara politik, mandiri secara ekonomi, dan berkepribadian
dalam kebudayaan. Dalam era globalisasi, prinsip Trisakti
dikontekstualisasikan melalui metode perjuangan baru di era globalisasi.
Ketika
arus besar neoliberalisme ekonomi dan liberalisasi politik menjadi gelombang
yang mengalir deras di Indonesia, menjadikan Trisakti sebagai sebuah poros
utama pembangunan Jatim adalah sebuah keberanian. Dalam kontekstualisasi
Trisakti, politik partisipatoris yang bernapas kerakyatan menjadi pintu
pembuka mengelola urusan ekonomi menuju kesejahteraan. Sementara di dalam
pembangunan ekonomi yang mempertimbangkan keseimbangan antara pertumbuhan dan
redistribusi, kesanggupan sektor ekonomi untuk berdikari berperan
menghadirkan warga yang mandiri dan mampu mengawal serta berpartisipasi dalam
demokrasi politik. Selanjutnya, dalam konvergensi antara politik yang
berdikari dan ekonomi yang mandiri, tumbuhlah kebudayaan warga Jatim yang
berkepribadian.
Landasan
Trisakti yang menjadi pijakan pembangunan di Jatim ini dalam kepemimpinan
Pakde Karwo tidaklah semata-mata menjadi jargon-jargon politik tanpa
substansi. Postur ekonomi di Jatim berkembang dengan baik karena konsentrasi
kebijakan pada era Pakde Karwo yang memprioritaskan pasar dalam negeri.
Neraca perdagangan Jatim pada 2012, misalnya, surplus sampai Rp 62 triliun
dengan sekitar 80 persennya atau Rp 50 triliun berasal dari perdagangan
antara Jatim dan 24 provinsi di Indonesia (Prisma, 2013). Kemandirian ekonomi
garis Trisakti pada masa kepemimpinan Pakde Karwo diarahkan pada upaya
memperkuat pasar dalam negeri, termasuk pada sektor barang dan jasa.
Sedangkan pada 2016 tercatat bahwa surplus neraca perdagangan Jatim USD
10,580 juta (Kominfo.jatimprov.go.id).
Sementara
ilustrasi lain dapat dimunculkan terkait dengan kepedulian dan prioritas
kebijakan atas sektor UMKM di Jatim. Perhatian pada sektor usaha kecil dan
menengah dalam pembangunan adalah kunci pemahaman atas ajaran ekonomi-politik
Bung Karno, yakni marhaenisme. Kaum marhaen adalah mereka yang terhimpun
dalam ruang lingkup kaum pekerja dan usaha kecil di mana saka gurunya adalah
kaum tani pemilik alat produksi kecil yang diorganisasi secara
ekonomi-politik untuk memenuhi hajat hidup dan memperkuat kemakmurannya.
Dalam
konteks pembangunan di Jatim, fokus atas sektor UMKM atau lapisan marhaen ini
diterjemahkan dalam policy dengan mendistribusi uang yang idle di Bank Jatim
yang digunakan untuk memberdayakan sektor UMKM. Hasilnya, pada 2012 sektor
UMKM di Jatim berkembang sampai 6,8 juta jiwa, naik dari 2006 yang hanya 4,2
juta jiwa (Prisma, 2012). Jumlah UMKM yang ada pada 2016 menunjukkan adanya
serapan tenaga kerja se-Jatim sebesar lebih dari 11 juta jiwa
(www.diskopmkm.jatimprof.go.id)
Arus Balik Ekonomi Dunia
Apabila
dihubungkan dengan tren global, koreksi terhadap liberalisasi ekonomi
besar-besaran itu telah menjadi sebuah keinsafan baru di antara kalangan
ekonom dunia. Joseph E. Stiglitz, profesor ekonomi dari Columbia University,
dalam Making Globalization Works mengutarakan, agar globalisasi menjadi
sebuah jalan pembangunan yang berkesinambungan, keadilan sosial di mana
penguatan daya tahan ekonomi rakyat harus menjadi prioritas utama di mana
ekspansi ekonomi sektor bisnis menyesuaikannya.
Selanjutnya,
ekonom dari Cambridge University Ha-Joon Chang (2007) dalam Bad Samaritans
membuka resep rahasia kesuksesan dari negara-negara kaya. Resep ekonomi itu
adalah sebelum negara-negara tersebut mapan secara ekonomi, mereka
memprioritaskan pada perlindungan ekonomi rakyatnya sendiri, kaum marhaen
dari negeri mereka masing-masing. Di mana hubungan ekonomi dengan negara lain
dalam bentuk masuknya investasi asing ke negara seperti USA dan Prancis pada
awal sejarah pertumbuhannya tidak dibiarkan berkarakter liberal namun
protektif. Resep pembangunan seperti itu yang disimpan negara-negara maju.
Sementara negara-negara berkembang menyerukan jargon-jargon ekonomi
liberalisme untuk membiarkan rakyat kecil bertarung dengan kekuatan ekonomi
besar.
Apa
yang menjadi keinsafan dari para ekonom dunia saat ini sudah puluhan tahun
lalu dipahami Bung Karno saat melahirkan Trisakti sebagai peta jalan
pembangunan Indonesia. Sementara mutiara peta jalan pembangunan Indonesia
Trisakti telah disadari Soekarwo untuk menggerakkan pembangunan di Jatim.
Pertanyaannya
sekarang, siapakah yang akan merawat warisan Pakde Karwo selama lima tahun
mendatang? Apakah dia Wagub Jatim Saifullah Yusuf yang dikenal piawai
membangun silaturahmi-komunikasi politik, pekerja keras seperti Wali Kota
Surabaya Tri Rismaharini, atau Srikandi Santri sang pemberani Khofifah Indar
Parawansa? Ataukah yang lain, mari kita tunggu dan nilai bersama. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar