Mewujudkan
Generasi Penyintas
Jejen Musfah ; Ketua Program Magister Manajemen Pendidikan
Islam UIN Jakarta
|
JAWA
POS, 24
Maret 2017
MASYARAKAT
Indonesia dikejutkan tayangan langsung aksi bunuh diri di Facebook. Menurut
data WHO pada 2005, sedikitnya ada 30 ribu kasus bunuh diri di Indonesia
setiap tahunnya. Artinya, rata-rata ada 82 orang Indonesia yang bunuh diri
per hari. Kelompok usia paling banyak bunuh diri adalah 15 hingga 24 tahun.
Bunuh
diri menjadi penyebab kematian nomor dua untuk usia 15 hingga 29 tahun.
Menurut data WHO, setiap 40 detik ada satu orang yang meninggal karena bunuh
diri. Rasionya 11,4 per 100 ribu populasi. Masih menurut data WHO pada 2012,
angka bunuh diri mencapai 4,3 per 100 ribu populasi, meningkat dari 2010 yang
sekitar 1,8 per 100 ribu jiwa atau sekitar 5.000 orang per tahun.
Bunuh
diri itu berbahaya karena menular. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menetapkannya sebagai krisis global. Setiap satu orang bunuh diri, akan
muncul lebih dari 20 percobaan bunuh diri lainnya. Karena itu, pencegahan
warga negara yang ingin bunuh diri harus segera dilakukan, di antaranya
melalui pendidikan agama di sekolah.
Iman
Bunuh
diri terjadi karena stres. Setiap orang mengalami stres ka- rena sesuatu
terjadi tidak sesuai dengan keinginannya. Semua orang membutuhkan makan,
minum, kasih sayang, rasa aman, penghargaan, dan aktualisasi diri.
Kenyataannya, tidak semua orang mendapatkan semua yang dibutuhkan dan
diinginkannya. Maka, timbullah stres. Semua orang memiliki masalah, tetapi
setiap orang berbeda cara menghadapinya.
Iman
adalah kunci manusia agar tidak stres berkepanjangan dan tak berakibat fatal.
Tepat sudah tujuan utama pendidikan, yakni membentuk manusia beriman dan
berakhlak mulia. Iman kepada Tuhan akan menjadikan manusia tegar menghadapi
segala masalah, besar maupun kecil. Manusia percaya Tuhan Maha Penolong, Maha
Penyayang, Maha Pemberi Rezeki, dan tempat bersandar.
Pelajaran
agama sejak SD, SMP, hingga SMA mengajarkan siapa dan sifat-sifat Tuhan di
atas. Iman kepada Tuhan adalah kunci kebahagiaan menjalani hidup meskipun
berat. Iman penting karena meskipun manusia itu terlihat kuat, tetapi
sesungguhnya ia makhluk yang lemah. Kepercayaan akan Tuhanlah yang
menjadikannya kuat, bahkan sangat kuat.
Pendidikan
menanamkan iman dalam jiwa peserta didik. Caranya ialah menjalankan setiap
ritual yang diperintahkan-Nya, seperti yang tertulis dalam kitab suci. Maka,
iman tidak hanya diucapkan di mulut, tetapi juga dilakukan dalam perbuatan
nyata. Seseorang yang beriman menjalankan apa yang diperintahkan Tuhan dalam
kitab suci. Jika tidak, hidup manusia akan dinaungi kemarahan, kebencian,
putus asa, sedih, keburukan, bahkan bunuh diri. Hidup memerlukan kitab suci,
kalam Tuhan, sebagai kompas ( way of life), agar manusia kuat dan bahagia
menjalani hidup hingga akhir.
Akhlak Mulia
Akhlak
atau sikap merupakan cermin iman. Iman yang baik memantulkan sikap sabar,
syukur, ikhlas, pemaaf, dan jauh dari sikap dendam, marah, benci, iri,
dengki, serta putus asa. Orang beriman akan terhindar dari sikap buruk
seperti bunuh diri. Jiwanya kuat menghadapi segala macam cobaan karena punya
sandaran: Tuhan. Apa pun yang terjadi bukan tanda Tuhan meninggalkannya,
tetapi sebaliknya Tuhan menyayanginya. Ada hikmah di balik semua yang menimpa
manusia.
Angka
bunuh diri di Indonesia sangat tinggi, maka pendidikan agama di sekolah perlu
dievaluasi. Pendidikan seharusnya melahirkan manusia yang tabah menghadapi
ujian. Bisa jadi, pendidikan agama lebih menekankan hafalan daripada praktik
keagamaan. Iman yang dihafal melahirkan pengetahuan, tetapi iman yang
dipraktikkan melahirkan akhlak atau perilaku terpuji.
Iman
di sekolah tidak sekadar tertulis dalam buku dan pamflet serta bukan hanya
ucapan guru di kelas dan saat upacara. Tapi juga perilaku santun, disiplin,
saling menghormati, saling menghargai, giat belajar, gotong royong, saling
menolong, dan percaya diri. Iman seperti itulah yang harus dimiliki peserta
didik hingga besar.
Maka,
cara menghambat laju bunuh diri yang tinggi di Indonesia ialah mengevaluasi
pendekatan pendidikan agama di sekolah dan keluarga. Pendidikan agama yang
tidak hanya verbalistis, tetapi ritual sekaligus membumikan nilainilai
keimanan dalam kehidupan nyata. Nilai itu harus diajarkan sejak dini kepada
anak didik sehingga menjadi perilaku yang melekat kuat sampai remaja dan
dewasa.
Penanaman
iman di sekolah dan rumah perlu dipupuk dengan perhatian dan kasih sayang
guru serta orang tua terhadap anak, yang tulus dan tanpa batas. Dengan
demikian, bangsa ini akan memiliki generasi penyintas yang menularkan
ketangguhan dan keutamaan hidup, bukan mudah tertular virus bunuh diri. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar