Tahun 2013 adalah tahun
politik. Media massa pada bulan-bulan mendatang masih akan dihadapkan pada
pemberitaan-pemberitaan politis karena persiapan menghadapi Pemilu 2014.
Banyak persoalan politik harus diperhatikan secara saksama oleh pers
Indonesia. Menjadi tantangan serius bagi pers nasional untuk tetap
profesional dalam menyajikan berita-berita, khususnya berita politik,
dengan senantiasa menjunjung tinggi kode etik jurnalistik.
Profesionalisme menuntut sikap
kritis, objektif, proporsional, dan independen dengan menyajikan berita
yang mudah dipahami masyarakat. Yang penting, bagaimana pers nasional mampu
mengetengahkan berita-berita politik sesuai kriteria ideal itu, tanpa harus
menjadi korban politisasi. Oleh sebab itu, pers nasional harus jeli
menyajikan pemberitaan-pemberitaan politik secara kondusif, yang bermanfaat
bagi masyarakat, tanpa harus terjebak untuk memihak salah satu kekuatan
politik tertentu.
Meski bukan rahasia lagi,
banyak di antara media massa, baik cetak maupun elektronik, dimiliki oleh
tokoh-tokoh elite partai tertentu. Namun, dalam menyajikan berita-berita
politik, hendaknya mereka tetap profesional dengan menjunjung tinggi sikap
kritis, objektif, proporsional, dan independen.
Dewan Pers telah menekankan,
siapa pun pengusaha atau pemilik pers hendaknya tidak memengaruhi kebijakan
redaksi. Dewan Pers juga terus mewanti-wanti agar pengusaha pers senantiasa
menghargai idealisme pers di redaksi. Ini penting sebab tanpa idealisme
pers, maka sebuah koran atau televisi, cepat atau lambat, akan ditinggalkan
pembaca atau penontonnya.
Yang jelas, di tengah
perkembangan dunia pers nasional yang makin dewasa, redaksi biasanya tidak
akan membiarkan begitu saja pemilik atau perusahaan pers ikut campur tangan
dalam kebijakan pemberitaan-pemberitaannya. Bahkan, redaksi harus bisa
memengaruhi pemilik atau perusahaan pers agar menghormati dan menjaga
idealisme pers.
Apalagi, fakta yang
berkembang, beberapa pengusaha pers yang memiliki pengaruh politik kuat
ternyata justru mampu mempertahankan idealisme pers hingga tetap terjaga.
Pengusaha pers macam itu biasanya menyadari betul bahwa bisnis pers akan
eksis apabila tetap menjaga idealismenya. Tanpa idealisme, media pers akan
ditinggalkan masyarakat pembaca atau pemirsanya.
Memasuki tahun politik,
manakala kemungkinan konflik-konflik politik makin tajam, media pers ke
depan harus berani menyajikan pemberitaan-pemberitaan politik secara terus
terang dengan fakta-fakta yang bisa dipertanggung-jawabkan. Hindari
pemberitaan-pemberitaan politik yang memihak, apalagi berbau desas-desus,
gosip atau isu-isu dengan fakta-fakta yang tidak jelas.
Media pers profesional harus
mendalami kapasitas atau kemampuannya untuk senantiasa memberikan
pelajaran-pelajaran politik yang bermanfaat bagi masyarakat. Dalam
menyajikan berita-berita politik, pers nasional harus bersikap netral,
independen, dan tidak condong pada kekuatan politik tertentu. Redaksi
sebaiknya tidak berpihak pada salah satu tokoh atau elite orang per orang.
Tetapi, berpihak pada konsep dan program yang diyakini paling baik dan
paling adil bagi kehidupan masyarakat luas.
Dalam hal ini maka
pemberitaan-pemberitaan politik secara kritis analisis berdasarkan hasil
kajian investigasi secara mendalam lengkap dengan fakta-fakta yang jelas,
sangat diperlukan. Hindari pemberitaan-pemberitaan politik yang sekadar
mengutip pernyataan para pengamat, pejabat pemerintah, tokoh partai, atau
anggota DPR tanpa pendalaman analisis investigatif yang memadai. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar