Masyarakat
urban tidak saja dilanda kelelahan fisik akibat padatnya pekerjaan dan
jalanan macet, melainkan juga kelelahan psikologis dan spiritual. Isi
pemberitaan media massa yang dipenuhi tragedi alam, sosial, politik,dan
rumah tangga benarbenar membuat mental masyarakat lelah.
Sampai-sampai
ada beberapa teman yang sangat malas melihat acara televisi dan membaca
surat kabar. Isinya bukannya mencerahkan, tetapi malah membuat pusing dan
ikut gundah serta pesimistis. Kata “capai, pusing, lelah” mudah sekali
keluar dalam obrolan. Kita terkondisikan untuk selalu sibuk bergulat dengan
pikiran dan kegiatan yang berkaitan langsung dengan kesuksesan materi. Itu
sah-sah saja, tak ada salahnya orang menjadi kaya.
Bahkan orang
kaya memiliki peluang jauh lebih besar ketimbang orang miskin untuk hidup
bahagia dan membantu orang lain. Keluarga kaya peluangnya lebih terbuka
untuk mengirimkan anakanaknya memilih sekolah yang bagus. Yang ingin
diingatkan di sini adalah ketika hidup dijalani dengan dangkal, kehilangan
penghayatan nilainilai spiritual.
Kita sangat
memerlukan kebugaran spiritual (spiritual
fitness), terutama di saat kehidupan gonjang-ganjing, di saat hukum
tidak selalu memihak pada keadilan, korupsi dan narkoba marak di mana-mana,
tokoh dan lembaga agama pun mengalami penurunan wibawa. What is spiritual fitness? Tidak ada
jawaban tunggal.
Namun semuanya
mengacu pada orientasi hidup yang berkualitas, mengatasi pemenuhan
kebutuhan fisik,yang mengarah pada pemenuhan dahaga rohani, intelektual,
seni, dan moral. Ada yang mengatakan, spiritual
fitness is about dropping your ego and letting God in. “Spiritus,
spiritual” berasal dari bahasa Latin yang artinya kekuatan yang amat halus
dan lembut, yang memberi energi dan vitalitas hidup. Kata “spiritualitas”
dalam literatur Barat tidak selalu memiliki konotasi religiusitas.
Namun di
Indonesia orang cenderung mengaitkan spiritualitas dengan pemaknaan dan
penghayatan religiositas. Danah Zohar yang populer dengan karyanya Spiritual Quotient (SQ) dan Spiritual Capital mengatakan: “The spiritual in human beings makes us
ask why we are doing what we are doing and makes us seek some fundamentally
better way of doing it.“
Dari sudut
pandang agama, kebugaran spiritual akan diraih jika seseorang tidak
terperangkap pada wilayah fisikal-material karena di luar itu masih ada
dunia nonmateri atau rohani yang lebih tinggi, indah, dan abadi yang
senantiasa mendekatkan manusia pada orbit Ilahi. Prestasi dalam tataran
material-fisikal masih bersifat instrumental
facilities and values, sedangkan yang kedua pada posisi fundamental dan
higher values.
Meski memiliki
posisi yang berbeda, aspek material-fisikal dan moral-spiritual tidak dapat
dipisahkan. Misalnya saja, secara moral-spiritual orang akan disebut
dermawan, baik hati, suka menolong, bersikap adil, dan seterusnya, tetapi
kesemuanya itu tidak akan terwujud menjadi kebajikan jika tidak
terekspresikan dalam wadah, lokus, dan sarana material yang konkret.
Itulah sebabnya
kebajikan moral-spiritual itu akan lebih mudah diwujudkan bagi mereka yang
kaya, berilmu, dan memiliki kekuasaan untuk mengubah masyarakat. Uang itu
hanya kertas, tetapi dengan uang itu seseorang dapat berbuat kebajikan
untuk membantu orang lain. Ketika seorang penguasa memegang pulpen, dengan
tanda tangannya dia dapat membuatkan keputusan politik dan kebijakan publik
yang menolong rakyat banyak.
Dalam ajaran
agama, orang yang memiliki kedalaman spiritual akan senantiasa teguh
memegang integritas, amanah,janji, tanggung jawab karena hidup itu sendiri
adalah anugerah dan amanah yang mesti dipertanggungjawabkan di hadapan
Tuhan Sang Pemberi kehidupan.
Dalam ajaran
agama, orang yang memiliki kedalaman spiritual akan senantiasa teguh
memegang integritas, amanah, janji, tanggung jawab karena hidup itu sendiri
adalah anugerah dan amanah yang mesti dipertanggungjawabkan di hadapan
Tuhan Sang Pemberi kehidupan. Tak ada ruang dan waktu sekecil pun yang
luput dari pengawasan Tuhan.
Kendati
demikian mereka yang memiliki spiritual
fitness kehidupan bukannya dijalani dengan rasa serbatakut karena
diawasi Tuhan, melainkan disemangati rasa cinta dan syukur kepada-Nya.
Syukur dan cinta kepada Tuhan akan selalu membuahkan kegairahan hidup, daya
tahan, dan harapan yang mengalahkan berbagai fluktuasi atau pasang surut
kehidupan yang dihadapinya.
Ketika
dihadapkan pada masalah tidak mudah menyerah lalu berkata, “Ya Tuhan, mengapa demikian besar
problem dan cobaan hidup yang aku hadapi,” melainkan sebaliknya, “Hai problem, ketahuilah, Tuhanku
Mahabesar, kau sangat kecil dibandingkan kebesaran dan kekuasaan Tuhanku.”
Buah dari spiritual fitness disebut virtues, kebajikan, dan keutamaan
atau akhlakulkarimah seperti tecermin dalam kata-kata: mercy, justice, generosity, fidelity, compassion, courage,
politeness, gratitude, humility, tolerance, purity, simplicity, gentleness,
prudence, yang kesemuanya menunjukkan kualitas pribadi yang dijiwai
nilai-nilai spiritual. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar