Akhir-akhir ini ramai dibicarakan orang bahwa partai-partai politik
besar akan kehilangan banyak suara dalam Pemilihan Umum 2014 dan
partai-partai menengah memiliki peluang meraih suara-suara itu. Oleh karena
suara-suara dari partai besar tidak akan secara otomatis berpindah ke
partai-partai menengah, mereka harus meraihnya.
Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi munculnya pendapat bahwa
partai-partai besar akan ditinggalkan. Salah satunya adalah hasil survei
nasional yang diadakan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang
menyebutkan bahwa elektabilitas Partai Demokrat terus menurun. Disebutkan,
elektabilitas Demokrat tinggal 8,3 persen, jauh di belakang Partai Golkar
yang mencapai 21,3 persen dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sebesar
18,2 persen. Banyaknya kader yang terlibat tindak korupsi dikatakan sebagai
alasan drastisnya penurunan elektabilitas Demokrat.
Rendahnya elektabilitas Demokrat itu meresahkan para petingginya.
Bagaimana tidak, pada Pemilihan Umum 2009, Demokrat meraih suara terbanyak
(20,85 persen), diikuti Golkar (14,45 persen), PDI-P (14,03 persen), dan
Partai Keadilan Sejahtera (7,88 persen).
Itu sebabnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai Ketua
Majelis Tinggi Partai Demokrat, mengambil alih partai dengan solusi delapan
langkah untuk menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat. Namun, ada yang
meragukan upaya Yudhoyono bisa memberikan hasil seperti yang diinginkan,
mengingat ia tidak dapat mencalonkan dirinya lagi.
Survei SMRC itu boleh saja menyebutkan bahwa Partai Golkar memiliki
elektabilitas tertinggi di antara ketiga partai besar tersebut, tetapi itu
tidak berarti Golkar bukan tanpa masalah. Persoalan lumpur Sidoarjo, yang
populer dengan sebutan lumpur Lapindo, yang menaungi Ketua Umum Partai
Golkar Aburizal Bakrie, bisa menjadi sandungan bagi partai berlambang pohon
beringin itu meraih suara dalam Pemilihan Umum 2014.
Lawan-lawan politik terus-menerus menggunakan persoalan lumpur
Lapindo untuk meruntuhkan reputasi Partai Golkar, melalui sosok ketua
umumnya. Uniknya, serangan kepada Aburizal Bakrie tak hanya dari
partai-partai lain, tetapi juga dari dalam partai sendiri.
Jalan yang harus dilalui PDI-P pun tidak sepenuhnya bisa dikatakan
mulus. Kiprah PDI-P ke depan sangat ditentukan oleh siapa yang akan
dicalonkan partai tersebut sebagai presiden. Sampai saat ini belum jelas
siapa yang akan diajukan partai itu sebagai calon presiden. Ketua Umum
PDI-P Megawati Soekarnoputri dalam beberapa kesempatan memberikan
tanda-tanda bahwa ia akan kembali maju sebagai calon presiden dari PDI-P
pada Pemilihan Presiden 2014.
Walaupun dalam suatu kesempatan Megawati mengatakan, dua kali
kekalahan beruntun yang dialaminya pada Pemilihan Presiden 2004 dan 2009
membuat ia ragu-ragu mengajukan diri sebagai calon presiden untuk ketiga
kalinya (2014). ”Kalau saya maju dan kalah lagi untuk ketiga kalinya,
bagaimana coba,” ujarnya berseloroh. Meski demikian, Megawati tidak pernah
secara tegas mengatakan tidak akan maju lagi pada Pemilihan Presiden 2014.
Suaminya, Taufiq Kiemas, yang juga Ketua MPR dari Fraksi Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan, meminta agar Megawati tidak maju pada 2014
dan menyerahkannya kepada orang muda, yakni putri mereka, Puan Maharani.
Namun, Megawati tidak bereaksi atas usulan tersebut.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang berada di urutan keempat pada Pemilihan
Umum 2009 juga mengalami masalah yang tidak ringan. Presidennya, Luthfi
Hasan Ishaaq, ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi di Rumah Tahanan Guntur.
Luthfi mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden PKS karena oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap
terkait rekomendasi kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian.
PKS memang telah memiliki presiden baru, yakni Anis Matta, yang
sebelumnya adalah Sekretaris Jenderal PKS. Namun, rasanya diperlukan waktu
bagi PKS untuk kembali meraih kepercayaan masyarakat.
Tidak Otomatis
Seperti telah disebutkan di atas, suara-suara dari partai-partai
besar tidak akan secara otomatis berpindah ke partai-partai menengah,
mereka harus meraihnya. Dalam kaitan itulah, Partai Hati Nurani Rakyat
seperti mendapatkan solusi ketika Hary Tanoesoedibjo, yang meninggalkan
Partai Nasional Demokrat, menyatakan bergabung. Ketua Umum Partai Hanura
Wiranto menyatakan, dalam Pemilihan Umum 2014, Hanura menargetkan perolehan
suara dua digit. Dengan kekuatan media di belakang Hary Tanoe, Hanura
berharap dapat lebih mudah meraih simpati masyarakat luas.
Hanura dalam Pemilihan Umum 2009 hanya meraih suara 3,77 persen.
Sebelum Hary Tanoe bergabung, ada perkiraan bahwa raihan suara Hanura pada
Pemilihan Umum 2014 sekitar 3,5 persen, yang merupakan ambang batas untuk
lolos parlemen (parliamentary threshold) pada 2014.
Partai Nasional Demokrat sebagai pendatang baru akan diuji
kemampuannya dalam meraih suara. Seandainya Hanura berhasil meraih angka dua
digit, Partai Nasional Demokrat akan tahu apa artinya kehilangan Hary Tanoe
bagi mereka. Sementara Partai Gerakan Indonesia Raya akan didongkrak oleh
kepopuleran nama Prabowo Subianto, ketua umumnya. Beberapa survei yang
diadakan baru-baru ini memperlihatkan, Prabowo merupakan calon presiden
yang paling populer. Namun, tak sedikit orang yang mempunyai catatan
negatif terhadap Prabowo.
Akan tetapi, semua ini hanya hitung-hitungan di atas kertas. Dalam
kenyataan nanti, keadaan bisa sangat berbeda. Sebab, partai-partai besar,
yang dua di antaranya merupakan partai lama, mempunyai pendukung
tradisional yang akan muncul apabila diperlukan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar