Saat
ini, partai politik (parpol) ramai-ramai menjaring calon legislatif (caleg)
untuk dipertaruhkan dalam bursa pemilihan umum (pemilu) 2014 nanti. Iklan
penjaringan sudah banyak di publish baik melalui media elektronik maupun
spanduk atau baliho. Sepertinya, banyak paraol masih kekurangan stok kader
yang mumpuni untuk di pasang di bursa pemilu nanti.
Memang kita semua sudah sama-sama mafhum, bahwa tidak
sedikit anggota legislatif yang dinilai tidak berkualitas. Bahkan indikasi
banyaknya produk undang-undang yang di "tebas" Mahkamah
Konstitusi (MK), merupakan salah satu bukti ketidakbecusan para anggota
legislatif yang berhasil duduk dikursi elite anggota dewan. Banyak fakta
lainnya yang juga menunjukkan bahwa kualitas para elite negeri ini sangat
begitu rendah, bahkan tidak hanya legislatif akan tetapi juga termasuk
eksekutif dan yudikatif. Dalam sebuah kesempatan, ketua MK Mahfud MD
menyatakan bahwa tiga lembaga tersebut sedang "sakit" oleh karena
masih maraknya korupsi hingga kolusi, Kompas (2/12/2012).
Jika dikaitkan dengan momentum maulid Nabi Muhammad SAW
yang biasa diperingati oleh umat Islam tanggal 12 Rabi'ul awal 1434
Hijriyah yang bertepatan dengan tanggal 24 Januari 2013, dapat diambil
sebuah ibrah (baca: pelajaran) dari sosok fenomenal Nabi Muhammad Saw.
Seorang teladan pemimpin umat yang menjadi inspirasi manusia. Bahkan, Karen
Amstrong (2004), menempatkan Nabi Muhammad Saw sebagai teladan yang mampu
merombak peradaban dunia.
Dalam hal kepemimpinan, banyak teladan yang bisa kita
contoh dari beliau. Ada banyak buku, makalah ataupun artikel yang juga
membahas kecerdasan Nabi Muhammad Saw dalam memimpin. Kualitas kepemimpian
beliau yang mengedepankan kebutuhan masyarakat sehingga mampu menarik
simpati banyak kalangan di dunia ini.
Seperti dalam beberapa hari ini kita diributkan dengan
gaya kepemimpinan "blusukan" atau diartikan sebagai gaya memimpin
dengan cara-cara turun langsung kemasyarakat yang dimainkan oleh Gubernur
DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi). Jauh dimasa kepemimpinan Nabi Muhammad,
beliau telah mencontohkan yang kepemimpinan seperti dilakukan Jokowi.
Dalam buku Fiqh as-Sirah karangan Dr Said Ramadhan
al-Buthiy diceritakan bahwa Nabi Muhammad Saw sangat dekat dengan
masyarakatnya. Diceritakan saat itu para sahabat menggali parit dalam
keadaan lapar dan letih. Pada situasi dan kondisi seperti itu Rasulullah
Saw menunjukkan kualitasnya sebagai pemimpin teladan. Beliau turut serta
menggali parit dan turut pula menahan lapar hingga diriwayatkan bahwa
beliau mengikatkan beberapa batu ke perutnya untuk mengganjal rasa lapar.
Kebersamaan Rasulullah dengan para sahabat dalam bekerja
dan menahan derita bukan terjadi kali itu saja. Pada saat kali pertama
membangun Masjid Nabawi beliau pun turut serta memanggul dan membangun
masjid tersebut. Kecintaan dan kebersamaan beliau selaku pemimpin kepada
rakyatnya akan selalu kita temui dalam rentang sejarah hidupnya. Tampaknya
kecintaan ini telah begitu berurat akar dalam perasaan dan pikiran beliau
sehingga menjelang akhir hayatnya salah satu ungkapan yang keluar dari
lisan beliau adalah, Umatku, umatku, umatku.
Selain kedekatan beliau kepada rakyatnya, keteladanan
lainnya yang mendasar dari beliau adalah berkaitan dengan moral dan
kehidupan politiknya. Kita ketahui bahwa kondisi masyarakat pra-Islam yang
feodalistik dan represif ternyata mampu dihadapi oleh Nabi Saw dengan
menekankan aspek moralitas (akhlaq al-karimah). Oleh karena itu, politik
pada zaman Nabi berfungsi sebagai kendaraan moral yang efektif.
Inilah sosok pemimpin yang patut untuk menjadi suri
tauladan. Maka pantaslah jika di dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa,
"Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah SAW itu suri teladan yang
baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah," (QS Al
Ahzab, 33: 21).
Kembali kita lihat pada para pemimpin bangsa ini.
Kondisi keruhnya perpolitikan hanya menelurkan politisi-politisi dangkal
yang menjadi pemimpin-pemimpin kita saat ini. Alhasil, amanah kepemimpinan
hanya menjadi alat untuk memaksimalkan keuntungan pribadi dan golongan
tertentu. Frase atas nama rakyat, hanya menjadi jargon ketika kampanye
menjelang pemilu. Sehingga, ketika tampuk kekuasaan telah berhasil diraih,
mereka lupa kepada rakyat. Inilah krisis jiwa kepemimpinan yang diidap oleh
banyak elite pemimpin bangsa ini.
Selain itu, dari aspek moralitas para pemimpin ternyata
juga mempunyai prestasi tidak kalah buruknya. Banyaknya kasus yang
mencoreng para pemimpin seperti saratnya praktek kolusi, korupsi, jual beli
perkara dan sebagainya. Fakta mencengangkan, di akhir tahun 2012 ada 267
kepala daerah yang tersangkut dugaaan kasus tindak pidana. Sebanyak 173
orang di antaranya tersangkut dugaan kasus korupsi.
Inilah pantas yang menjadi bahan refleksi bagi kita
bersama. Momentum peringatan
Maulid Nabi adalah momen untuk kembali memompa
spirit kepemimpinan yang amanah, dan jujur sebagaimana diteladankan melalui
kepemimpinan Rasulullah. Spirit untuk menanamkan karakter kepemimpinan yang
berkualitas, yang mampu mengedepankan kepentingan khalayak daripada
kepentingan-kepentingan pribadi atau golongan tertentu.
Karakter kepemimpinan itu, mengedepankan moralitas yang
baik dan tinggi (akhlaqul al karimah).
Ini penting untuk kita renungkan, mengingat kembali peringatan maulid Nabi
Muhammad Saw dalam memimpin. Apalagi, menjelang tahun pemilihan umum yang
sebentar lagi akan menjadi perhelatan nasional dan sama-sama kita hadapi
untuk menentukan pemimpin bangsa ke depan setidaknya lima tahun ke depan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar