Rabu, 17 Maret 2021

 

Pendekatan Kelokalan dalam Pendidikan Vokasi Era Industri Kreatif

 Sumbo Tinarbuko  ; Pemerhati Budaya Visual dan Dosen Komunikasi Visual ISI Yogyakarta

                                                        KOMPAS, 15 Maret 2021

 

 

                                                           

Tulisan Wikan Sakarinto, Dirjen Pendidikan Vokasi Kemendikbud, yang dimuat di kolom opini harian Kompas (1/3/2021) berjudul ”Defragmentasi Pendidikan Vokasi Indonesia’’ menarik dijadikan bahan diskusi.

 

Dalam anggitannya, Dirjen Pendidikan Vokasi menulis, ”… Lulusan vokasi saat ini diproyeksikan tidak hanya untuk bekerja, tetapi juga memiliki kemampuan untuk berwirausaha dan tentunya juga melanjutkan studi. Kebijakan pengembangan vokasi saat ini juga telah diarahkan untuk memiliki pola pikir start from the end’’. Artinya, menurut Wikan, vokasi harus bias menghadirkan solusi permasalahan di masyarakat dengan berbagai tantangannya.

 

Ia menegaskan, globalisasi, disrupsi teknologi, dan pandemi saat ini menjadi fokus vokasi untuk dapat memberikan alternatif pemecahan masalah. ”Tentunya dalam konteks menghadirkan sumber daya manusia yang andal dan berkualitas”.

 

Upaya pemecahan masalah

 

Kata kunci dari pemikiran Dirjen Pendidikan Vokasi Kemendikbud meliputi: pertama, sumber daya manusia yang berkualitas. Kedua, upaya pemecahan masalah.

 

Berdasarkan hal itu, representasi pemikiran Dirjen Pendidikan Vokasi Kemendikbud akan terwujud manakala hasil karya lulusan pendidikan vokasi dibaca sebagai bagian dari produk budaya massa. Keberadaannya diharapkan memiliki getaran sosial budaya yang mampu menghadirkan daya ganggu signifikan dalam konteks positif.

 

Untuk sampai ke sana, butuh semangat untuk senantiasa fokus memecahkan masalah atas permasalahan yang mengemuka di tengah masyarakat. Hal itu menjadi paling penting saat berkarya nyata. Adapun agar dapat menghasilkan karya nyata, dibutuhkan sumber daya manusia lulusan pendidikan vokasi yang tangguh dan berkualitas.

 

Dengan demikian, hasil karya mereka mampu bertengger lama dalam rekaman otak target sasarannya. Oleh karena itu, tugas sosial pengelola lembaga pendidikan vokasi adalah bagaimana caranya agar karya mereka dapat berfungsi sebagai penanda visual atas kebudayaan bangsa Indonesia dalam perspektif peradaban modern.

 

Tugas sosial seperti itu didedikasikan untuk mendorong laju gerbong lulusan pendidikan vokasi pada era industri kreatif berbasis digital. Mereka tidak sekadar dibekali kemahiran praktikal dalam bidang skill saja. Namun, mereka harus berupaya untuk merentangkan domain kompetensi selebar dan seluas cakrawala.

 

Artinya, mereka harus bersedia berkolaborasi dengan melakukan kerja kelompok yang berasal dari beragam disiplin ilmu. Mereka harus memiliki modal sosial yang singnifikan guna memberikan nilai tambah pada proses kreatif itu sendiri. Hal itu wajib menjadi napas kehidupan bagi lulusan pendidikan vokasi.

 

Tugas sosial semacam itu penting didukung bersama dengan mengedepankan konsep kolaborasi dalam struktur Triple Helix bahkan Penta Helix. Di antaranya kerja kolaborasi proaktif antara lembaga pendidikan vokasi, jagat industri kreatif, pemerintah dan masyarakat luas.

 

Lewat kerja kolaborasi semacam ini, hasil karya nyata lulusan pendidikan vokasi dapat dikonstruksi menjadi bagian dari upaya pemecahan masalah. Ujung dari semua itu berwujud penanda visual atas eksistensi peradaban budaya massa milik bangsa Indonesia.

 

Kedepankan kelokalan

 

Pada era revolusi industri 4.0, sudah saatnya jagat industri kreatif berbasis digital bersama lembaga pendidikan vokasi untuk tidak lagi berpikir perihal persaingan dalam arti sempit.

 

Dunia pendidikan vokasi di Indonesia seyogianya mau saling berbagi. Bersedia duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi. Saling terbuka tanpa takut tersaingi. Terpenting, rela menjalankan kerja kolaborasi antarpara pihak sebagai produk kolaborasi guna secara bersama-sama mengupayakan pemecahan masalah terhadap permasalahan yang mengemuka di tengah masyarakat.

 

Melalui kerja kolaborasi seperti ini, dapat dibayangkan pengetahuan, kemampuan, dan kompetensi seperti apa yang harus dimiliki oleh lulusan pendidikan vokasi. Teori dan pelatihan apa saja yang nantinya dapat diaplikasikan agar mereka siap bekerja di lingkungan industri kreatif dan berkarya nyata menyumbangkan kemampuan praktikalnya kepada masyarakat luas.

 

Semuanya itu tentu harus dikonfirmasikan, disinergikan dan dikomunikasikan kepada para pihak yang berkompeten di lingkungan jagat industri kreatif dan diupayakan agar setiap tahun di-update karena perkembangan industri kreatif sangat dinamis.

 

Pendek kata, pendidikan vokasi diharapkan lebih menekankan pengembangan pada pengetahuan yang bersifat umum dan memperkuat perhatiannya pada kompetensi yang harus mereka miliki dengan tetap memberi perhatian pada keterampilan serta pengetahuan yang memadai.

 

Kehendak untuk maju bersama-sama lewat kerja kolaborasi dalam perkembangannya lebih mengutamakan kurikulum dengan mengedepankan local color karena setiap lembaga pendidikan vokasi mempunyai keunggulan dan kompetensi yang berbeda antara yang satu dan lain. Hal ini harus tetap dipertahankan untuk menumbuhkan keberagaman sudut pandang dan outcome dari lulusan pendidikan vokasi.

 

Artinya, bukan menciptakan model pendidikan vokasi yang diberlakukan secara seragam. Pembentukan kurikulum dengan mengedepankan kelokalannya justru menjadi nilai tambah tersendiri bagi keberadaan lembaga pendidikan vokasi yang bernaung di bawah kibaran bendera Dirjen Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar