Kamis, 25 Maret 2021

Etalase Polri Itu Bernama Polantas

 Windoro Adi ;  Wartawan Kompas

                                                        KOMPAS, 24 Maret 2021

 

 

                                                           

Dalam keseharian, penentu citra Polri ada di jalan raya. Polantas menjadi etalase menarik bagi Polri di mata masyarakat atau bisa terjadi sebaliknya. Setiap ketidakpuasan pengguna jalan yang berurusan dengan Polantas yang sering kali diwarnai pertengkaran terbuka ditonton publik.

 

Tak jarang peristiwa tersebut di unggah ke media sosial dan menimbulkan kegaduhan. Citra Polri sebagai penegak hukum, pelindung, dan pengayom masyarakat terganggu. Padahal, belum tentu Polantas salah. Sebaliknya, belum tentu pengguna jalan salah.

 

Ada Polantas yang nakal, korup, dan cuma mencari-cari kesalahan, dan ada pula pengguna jalan yang ngotot, tak santun, bahkan berani menganiaya Polantas. Ada Polantas yang obyektif dan bekerja sesuai prosedur standar operasi, ada pula pengguna jalan yang santun, cermat, dan taat pada teguran Polantas. Warna-warni hiruk pikuk ini diunggah ke medsos.

 

Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo ingin meniadakan bermacam kegaduhan di jalan raya ini dengan menghapus sistem tilang di jalan dan mengedepankan mekanisme penegakan hukum berbasis elektronik tilang (ETLE) yang bakal diterapkan secara bertahap. Prinsipnya, mengurangi waktu polisi berhubungan langsung dengan pengguna jalan dalam waktu lama. Dengan demikian, peluang bertengkar, berselisih paham di jalanan atau di tempat terbuka bisa dihindari. Proses penegakan hukum pun bisa berlangsung lebih cepat.

 

Sejumlah polda dan polres tanggap merealisasikan harapan Kapolri. Polda Jawa Tengah, misalnya, memasang kamera di helm petugas bersepeda motor atau bermobil patroli untuk merekam aksi pengguna jalan yang melanggar. Usai merekam, petugas menghentikan pelanggar dan kendaraannya.

 

Polantas lalu memberi tahu bahwa pengemudi yang bersangkutan melanggar aturan lalu lintas. Kepada pelanggar, Polantas menyampaikan, surat tilang akan dikirim lewat pos ke alamat rumah pengemudi sesuai yang tertera di STNK. Selanjutnya, pelanggar membayar denda ke BRI. Surat tilang akan menyebut jenis pelanggaran dan lampiran foto saat kendaraan melanggar. Surat BPKB (bukti kepemilikan kendaraan bermotor) akan diblokir bila pelanggar tidak mengindahkan surat tilang.

 

Sistem ini dinamai Sistem Kopek (kamera portabel penindakan kendaraan bermotor). Kopek, kata Dirlantas Polda Jateng Komisaris Besar Rudy Syarifudin, melengkapi CCTV yang dipasang di jalan raya yang jumlahnya masih terbatas.

 

”Kopek terintegrasi dengan data Samsat sehingga petugas tak perlu membawa surat tilang,” ujar Rudy. Kopek juga merekam wajah pengemudi yang rekamannya terintegrasi dengan data SIM dan KTP elektronik.

 

Pada tahap uji pantau Regional Traffic Management Center (RTMC) Polda Jawa Tengah, pelanggaran terbanyak menyangkut penggunaan sabuk keselamatan dan penggunaan telepon genggam saat orang mengemudi sepeda motor.

 

Sementara itu, Polda Kalimantan Tengah meluncurkan aplikasi TACS (traffic accident claim system). Lewat aplikasi ini, korban atau keluarga korban bakal mendapat pelayanan cepat klaim asuransi kecelakaan lalu lintas.

 

Semua penanganan korban kecelakaan lalu lintas akan terintegrasi dengan instansi terkait, baik dengan Unit Laka Lantas Polres, rumah sakit, maupun Asuransi Jasa Raharja, dan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial). Di Jawa Timur, Polda Jatim meluncurkan aplikasi TARC (traffic accident research center) dan sejumlah aplikasi lain.

 

Direktur Keamanan dan Keselamatan Korlantas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Chrysnanda Dwilaksana mengakui, setiap polres dan polda bebas mengembangkan ETLE sesuai kebutuhan wilayahnya masing-masing dengan catatan bertujuan mencapai amanat UU tentang Lalu Lintas Jalan, yaitu memelihara kondisi lalu lintas yang aman, tertib, dan lancar; meningkatkan keselamatan pengguna jalan; serta meningkatkan pelayanan masyarakat.

 

Tingkat keberhasilan pelaksanaan amanat UU Lalu Lintas Jalan ini akan menjadi dasar sistem meritokrasi bagi anggota. Ukurannya sederhana, yaitu tingkat keamanan, ketertiban, dan kelancaran jalan yang ditandai dengan sedikitnya jumlah lakalantas dan kemacetan jalan.

 

Perampingan tenaga kerja

 

Penerapan ETLE yang bakal disempurnakan setahap demi setahap ini tentu  bakal dibarengi dengan langkah perampingan tenaga staf di setiap kantor pelayanan. Dengan demikian, sasaran mengurangi hubungan langsung antara petugas dan pengguna jalan untuk mencegah penyalahgunaan wewenang petugas kian bisa ditekan. Chrysnanda mengistilahkan langkah ini sebagai reformasi birokrasi.

 

Sebagai pengganti pengurangan tenaga kerja staf, Polri layak menyiapkan tenaga terampil untuk menangani sistem ETLE, antara lain tenaga perawat sistem ETLE, yang rawan diretas. Pendek kata, jumlah tenaga yang berkurang harus dibarengi peningkatan kualitas sumber daya manusianya.

 

Menurut Chrysnanda, kecepatan, transparansi, dan akuntabilitas menjadi prioritas. Oleh karena itu, sudah sepantasnya Korlantas (Korps Lalu Lintas) secara berkala menyampaikan kepada publik sejumlah kemajuan pelayanan menyangkut ketiga hal ini agar masyarakat bisa ikut memonitor kinerja Polantas.

 

Hal yang dimonitor antara lain menyangkut waktu dan kemudahan penyelesaian pelayanan SIM serta BPKB, penanganan laka lantas, kemacetan, dan pelanggaran pengguna jalan. Sampai sekarang, untuk mengurus hal tersebut, masyarakat masih direpotkan dengan banyaknya berkas yang harus dibawa dan banyaknya proses penyelesaian yang mesti dilewati. Hal ini sebenarnya tak perlu terjadi bila fasilitas sistem pendokumentasian digital Korlantas dan instansi terkait modern dan lengkap.

 

Mereka yang membeli kendaraan bermotor baru tak perlu lagi menunggu berhari-hari untuk mendapat nomor polisi dan BPKB. Tak perlu menunggu berhari-hari mengurus balik nama BPKB, atau BPKB yang hilang, atau membayar pajak kendaraan bermotor. Demikian pula saat mereka mengurus SIM yang hilang atau kedaluwarsa.

 

Barangkali kemudahan dan kecepatan pelayanan bisa dilakukan dengan kartu magnet berbasis data diiringi kerjasama dengan kalangan perbankan yang memiliki pelayanan cepat dan mudah. Kemitraan tersebut lebih baik dilakukan bersama sejumlah bank.

 

Dengan demikian, Korlantas bisa membandingkan kinerja di antara bank-bank rekanan.

 

Saat ini, pelaksanaan ETLE baru pada tingkat bebenah dan uji coba. Setidaknya, 100 hari sejak Jenderal (Pol) Listyo menjadi Kapolri, seluruh sistem di seluruh daerah diharapkan bisa beroperasi di bawah kendali dan monitoring Korlantas.

 

Persoalan sosial di jalan

 

Yang masih menjadi pertanyaan adalah, sanggupkah Polri atau Polantas membersihkan jalan dari persoalan sosial? Persoalan sosial tersebut antara lain soal parkir liar, kehadiran pak ogah, pasar tumpah, persimpangan jalan yang sering dijadikan pangkalan liar kendaraan umum atau menjadi pangkalan warung yang memanfaatkan kendaraan bermotor, serta pemanfaatan bahu jalan untuk pendirian tenda tenda hajatan, atau lapak lapak usaha.

 

Sanggupkah Polri atau Polantas membebaskan jalan dari kemacetan dan kesemrawutan akibat sejumlah persoalan sosial ini?

 

Polri tentu saja butuh bekerja sama dengan instansi lain, seperti dinas lalu lintas jalan raya dan satuan polisi pamong praja. Saat ini, kerja sama di antara Polantas atau Polri dengan instansi terkait lain masih lemah dan cenderung membiarkan persoalan sosial ini terus terjadi.

 

Tujuan memelihara kondisi lalu lintas yang aman, tertib, dan lancar; meningkatkan keselamatan pengguna jalan; serta meningkatkan pelayanan masyarakat seperti diamanatkan UU tentang Jalan Raya, bakal menjauh dari harapan di tengah gencarnya Kapolri mengimplementasikan ETLE.

 

Apa yang harus dilakukan? Tentu saja dengan berbagi kemajuan dengan instansi terkait lainnya, selain membangun kerja sama dan koordinasi yang efektif.

 

Memang, sebagian langkah sudah mulai dilakukan dengan membuat sejumlah aplikasi yang terhubung dengan instansi lain. Meski demikian, jaringan yang dibangun masih sepotong-sepotong dan belum terintegrasi secara menyeluruh, terutama menyangkut eksekusi penertiban bersama di lapangan.

 

Polri, khususnya Polantas, butuh dukungan nyata pemerintah daerah agar penerapan ETLE berbuah kemajuan bagi pemerintah daerah dan pusat. ●


  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar