Kamis, 25 Maret 2021

 

Perlindungan Konsumen di Era Digital

 Agus Sugiarto  ;  Kepala OJK Institute

                                                        KOMPAS, 22 Maret 2021

 

 

                                                           

Masalah perlindungan konsumen sekarang ini menjadi semakin penting sejalan dengan munculnya adopsi teknologi digital di berbagai aspek kehidupan manusia. Kehadiran teknologi informasi dan komunikasi yang menjadi cikal bakal teknologi digital telah mengubah perilaku masyarakat dalam melakukan berbagai kegiatan sehari-hari.

 

Perilaku masyarakat yang berbasis teknologi digital menyebabkan produsen barang dan jasa juga ikut menyesuaikan diri dengan menyediakan barang dan layanan jasa yang juga berbasis digital.

 

Di samping itu, munculnya teknologi digital tersebut juga mengakibatkan karakteristik layanan menjadi berubah, faktor physical contactless menjadi semakin sering terjadi dalam layanan barang dan jasa.

 

Dengan melihat perkembangan di atas, kita juga perlu melihat lebih jauh bagaimana perlindungan konsumen Indonesia di era digital, apakah sudah mengakomodasi perubahan-perubahan yang tersebut.

 

Perilaku digital menjadi budaya

 

Pengguna internet di Indonesia telah mencapai sekitar 202 juta orang di awal tahun 2021, atau hampir 75 persen dari seluruh penduduk Indonesia yang jumlahnya 270 juta jiwa. Artinya, dari setiap sepuluh orang, terdapat berkisar 7-8 orang yang telah memanfaatkan internet untuk berbagai keperluan.

 

Oleh sebab, itu potensi pasar barang dan jasa yang berbasis teknologi digital sangatlah besar sehingga tidaklah mengherankan para produsen barang maupun jasa berlomba-lomba menyediakan berbagai aplikasi digital.

 

Teknologi digital tidak hanya memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi masyarakat, tetapi juga menciptakan efisiensi dalam proses produksi maupun delivery channel barang dan jasa.

 

Sebagai contoh di lapangan kita bisa melihat semakin banyak masyarakat yang melakukan transaksi pembayaran melalui berbagai kanal digital, seperti internet banking, tekfin pembayaran seperti OVO, GoPay dan Dana, maupun aplikasi digital lainnya. Demikian juga pembelian barang-barang melalui berbagai situs e-commerce, seperti Bukalapak, Tokopedia, Shopee, dan lain-lain juga semakin meningkat.

 

Risiko digitalisasi

 

Di balik kemudahan dan kenyamanan dalam melakukan transaksi yang berbasis teknologi digital, ternyata juga menyimpan suatu risiko yang tidak kecil. Fakta menunjukkan bahwa serangan digital terhadap berbagai aplikasi digital justru semakin bertambah.

 

Data dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) memperlihatkan bahwa selama tahun 2020 di Indonesia terjadi 495 juta serangan siber. Bahkan, Indonesia diklaim sebagai negara dengan serangan siber yang tertinggi di dunia.

 

Serangan siber yang semakin gencar itu diikuti dengan bobolnya data konsumen yang memanfaatkan aplikasi digital sehingga risiko tercurinya data konsumen menjadi semakin mudah dan sangat mengkhawatirkan.

 

Menurut Lohrmann (2020), setiap jam ada 270.000 data yang hilang tercuri sehingga risiko penggunaan teknologi digital dalam berbagai sektor kehidupan manusia tak bisa diremehkan begitu saja.

 

Berbagai modus pencurian data secara digital sering tejadi tanpa diketahui dan disadari oleh konsumen sehingga diperlukan upaya perlindungan konsumen yang lebih baik di era digital.

 

Perlindungan konsumen ke depan

 

Untuk melindungi hak-hak dan kerahasiaan data konsumen di era digital, diperlukan berbagai pembenahan di dalam ekosistem perlindungan konsumen itu sendiri. Salah satunya adalah perbaikan dan pembenahan di sektor regulasi yang menjadi aspek penting perlindungan konsumen.

 

Pertama, Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen memiliki berbagai kelemahan dan sudah tidak sesuai lagi dengan era digital sekarang ini. Salah satu contohnya adalah definisi pelaku usaha di dalam UU tersebut hanya mengacu kepada pelaku usaha yang menjalankan kegiatannya di Indonesia saja, padahal dengan aplikasi digital sekarang ini konsumen bisa membeli barang atau jasa dari pelaku usaha dari mana saja termasuk luar negeri.

 

Akibatnya, aspek perlindungan hukum bagi konsumen menjadi lemah. Selain itu, fitur dari transaksi perdagangan yang bersifat digital tentunya berbeda dengan yang bersifat konvensional sehingga implikasi hukumnya akan berbeda. Pada saat UU tersebut dibuat tentunya belum mengakomodasi transaksi perdagangan yang berbasis digital.

 

Kelemahan lain dari UU tersebut adalah tidak adanya kewajiban bagi setiap pelaku usaha untuk memiliki unit ataupun fungsi perlindungan konsumen. Dengan adanya klausul tersebut, diharapkan aspek perlindungan konsumen akan menjadi lebih fokus dan tak diremehkan para pelaku usaha.

 

Sayang sekali tidak semua sektor industri di Indonesia memiliki ketentuan khusus yang mengatur aspek perlindungan konsumen secara detail, khususnya yang terkait dengan penyediaan unit atau fungsi yang melayani perlindungan konsumen.

 

Khusus untuk sektor jasa keuangan telah memiliki Peraturan OJK No 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, yang salah satunya adalah mewajibkan setiap lembaga jasa keuangan mempunyai unit atau fungsi perlindungan konsumen. Ketentuan ini tentunya bisa direplikasi ke industri-industri lain untuk memperkuat fungsi perlindungan konsumen.

 

Kedua, pemanfaatan data pribadi konsumen oleh produsen atau pihak lain tanpa sepengetahuan dan seizin konsumen sangat sering terjadi dan berpotensi merugikan konsumen.

 

Di sisi lain, di Indonesia belum ada UU perlindungan data pribadi yang dapat menjadi payung hukum guna melindungi data pribadi konsumen dan juga masyarakat luas.

 

Semakin lama UU tersebut keluar, maka semakin banyak jumlah konsumen dan masyarakat luas yang menjadi korban pemanfaatan data pribadi mereka oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

 

Oleh sebab itu, pemerintah perlu segera menyelesaikan UU kerahasiaan data pribadi sebagai salah satu prioritas utama. Kehadiran UU perlindungan data pribadi tersebut tentunya sangat ditunggu oleh semua pihak, mengingat kerahasiaan data pribadi adalah bagian dari hak asasi manusia, yang harus dihormati dan dilindungi. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar