Membaca
Jejak “Kicauan” Para Menteri Jokowi Antony Lee ; Wartawan Kompas |
KOMPAS,
17 Maret
2021
Sebagian besar menteri di kabinet
pemerintahan Presiden Joko Widodo memiliki akun Twitter. Beberapa di
antaranya cukup aktif mencuit dan diikuti banyak pengguna Twitter. Lantas
bagaimana pola mencuit atau kicauan para menteri tersebut? Apa yang mereka
cuitkan, dan apakah konten tersebut berbeda sebelum dan setelah pandemi
Covid-19? Dari penelusuran pada pertengahan Januari
2021, dari 34 menteri ditambah Kepala Staf Kepresidenan dan Sekretaris
Kabinet, ada 23 orang yang memiliki akun Twitter pribadi maupun akun jabatan.
Dari jumlah itu, ada 16 akun yang sudah terverifikasi, sehingga mendapat
centang biru. Jumlah pengikut (follower) para menteri itu
cukup beragam. Lima menteri dengan pengikut terbanyak ialah Menteri
Pertahanan Prabowo Subianto (4,5 juta), Menteri Koordinator Bidang Politik,
Hukum, dan Keamanan Mahfud MD (3,6 juta), Menteri Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif Sandiaga Uno (2,9 juta), Sekretaris Kabinet Pramono Anung (1,1 juta),
dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir (223 ribu). Masuknya para pejabat publik di ruang media
sosial merupakan sebuah keniscayaan. Sebab, kian tahun, penetrasi internet di
Indonesia semakin tinggi. Hootsuite dan We Are Social dalam laporan Digital
2020 memperkirakan sudah 175 juta penduduk Indonesia mengakses internet,
dengan 160 juta di antaranya aktif menggunakan media sosial. Laporan yang sama menyebut Twitter ada di
peringkat kelima media sosial dengan pengguna terbanyak di Indonesia, setelah
Youtube, Whatsapp, Facebook, dan Instagram. Sementara, di dunia, Indonesia
menduduki peringkat keenam sebagai negara dengan pengguna Twitter terbanyak,
setelah Amerika Serikat, Jepang, India, Inggris, dan Brazil. Media sosial, dalam berbagai penelitian,
disebut berdampak yang paradoks terhadap masyarakat dan demokrasi. Di satu
sisi, media sosial bisa digunakan untuk trolling alias “tawuran”, menyebar ujaran
kebencian, dan menyebar informasi palsu. Namun, di sisi lain, media sosial,
termasuk Twitter juga bisa menjadi medium pertukaran gagasan, berkoordinasi,
bahkan juga menghubungkan wakil rakyat dan rakyat dalam konteks demokrasi. Hasil riset Park Min Jae dan kawan-kawan
dalam Policy Role of Social Media in Developing Public Trust: Twitter
Communication with Government Leaders (2015) menunjukkan penggunaan Twitter
secara efektif oleh pejabat publik terkemuka, misalnya menteri bisa membangun
kepercayaan masyarakat atas lembaga, bahkan terhadap pemerintah keseluruhan. Penelitian itu juga menunjukkan masyarakat
cenderung punya kepercayaan yang lebih atas akun Twitter pejabat publik yang
bisa menawarkan respons langsung dan menangani permintaan individual ketimbang
akun kelembagaan. Namun, agar kredibilitas terjaga, pesan yang disampaikan
juga harus dalam waktu yang tepat serta disampaikan utuh dan kredibel. Nah, lantas bagaimana dengan kebiasaan
mencuit para menteri di kabinet pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil
Presiden Ma’ruf Amin? Sepuluh
akun menteri Untuk melihat bagaimana pola cuitan dan
konten cuitan para menteri di Kabinet Indonesia Maju 2019-2024, saya
menggunakan “rtweet”, paket pemrograman R untuk mengakses cuitan 10 akun
menteri melalui application programming interfaces (API) Twitter. Akun itu dipilih berdasar dua kriteria.
Pertama, menteri itu sudah menjabat sejak awal Kabinet Indonesia Maju
2019-2024, yakni sejak 23 Oktober 2019. Kedua, akun Twitter-nya memiliki
minimal 30.000 pengikut. Sepuluh akun itu milik Menkopolhukam Mahfud
MD (@mohmahfudmd), Menhan Prabowo Subianto (@prabowo), dan Menteri BUMN Erick
Thohir (@erickthohir). Selain itu juga Menteri Pertanahan Sofyan
Djalil (@djalil_sofyan), Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi Abdul Halim Iskandar (@halimiskandarnu), Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (@airlangga_hrt). Empat menteri lain ialah Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo, Menteri
Pertanian Syahful Yasin Limpo (@Syahrul_YL), Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Siti Nurbaya (@sitiNurbayaLHK), serta Sekretaris Kabinet Pramono
Anung (@pramonoanung). Cuitan diambil 14 Februari 2021 malam.
Sesuai ketentuan Twitter, jumlah cuitan yang bisa diakses maksimal 3.200 per
akun. Hasilnya, ada 28.432 cuitan dari 10 akun menteri, dalam rentang waktu
dari tahun 2008 hingga 14 Februari 2021. Variabel yang didapat mencakup 88
item, seperti teks, waktu, lokasi, dan data lainnya. Untuk mempersempit rentang
waktu, maka total cuitan yang terkumpul dipersempit hanya pada 2017 hingga
2021. Hasilnya, ada 16.365 cuitan. Untuk kepentingan analisis, data itu lalu
dibelah dua lagi, menjadi sebelum pelantikan Kabinet Indonesia Maju dan
setelah pelantikan, dengan titik waktu 23 Oktober 2019, yakni saat
pelantikan. Ada 10.446 sampel cuitan dalam rentang waktu tahun 2017 hingga
sebelum 22 Oktober 2019 dan ada 5.919 cuitan pada rentang waktu 23 Oktober
2019 hingga 14 Februari 2021. Data itu kemudian diolah dan divisualisasikan
menggunakan RStudio. Pola
mencuit Sampel data cuitan 10 menteri setelah
pelantikan Kabinet Indonesia Maju menunjukkan, secara akumulasi, para menteri
paling banyak mencuit di siang hari (pukul 11.00-16.00), kemudian diikuti
pagi (05.00-11.00), malam (di atas pukul 19.00), dan sore (16.00-19.00). Kebiasaan mencuit para menteri di siang
hari itu sedikit berbeda dibandingkan sampel cuitan tahun 2017-Oktober 2019.
Dalam rentang waktu itu, cuitan yang dominan pada pagi hari, kemudian diikuti
siang, malam, dan sore. Persamaan pada kedua rentang waktu ini sore hari
menjadi waktu yang paling minim cuitan. Jika data itu dibedah lagi berdasarkan akun
menteri, terlihat pada rentang waktu setelah 23 Oktober 2019-2021, ada empat
menteri yang cenderung mencuit terbanyak di siang hari, kemudian dua orang di
pagi hari, serta empat orang di malam hari. Ini sedikit berbeda dibandingkan rentang
waktu 2017-Oktober 2019, yakni empat menteri di siang hari, lima menteri di
pagi hari, dan seorang di malam hari. Pilihan waktu mencuit bisa disebabkan
banyak faktor. Bisa karena menyesuaikan dengan waktu luang pemegang akun
Twitter itu, apakah dipegang langsung oleh para menteri atau dipegang oleh
admin. Selain itu juga bisa pula cuitan
disesuaikan dengan momentum aktivitas apabila konten yang dicuitkan terkait
acara. Namun, bisa pula hal ini didasari pertimbangan strategis untuk
menjangkau audiens yang lebih luas, sehingga punya engagement atau
keterlibatan lebih tinggi dengan pengguna akun Twitter. Mark Walker Ford dalam “The Best Times to
Post on Social Media in 2021 and Beyond” (socialmediatoday.com, 18/1/2021)
menyebut, waktu terbaik untuk mencuit di Twitter untuk meningkatkan
engagement ialah siang hari antara pukul 12.00-13.00. Itu berarti saat
istirahat makan siang pada hari Senin hingga Jumat. Sabtu dan Minggu disebut
sebagai waktu yang paling tidak tepat untuk mencuit. Jika merujuk pada potensi waktu terbaik
yang disebut Mark, secara akumulasi, cuitan para menteri itu sudah memenuhi
kedua unsur tersebut, yakni waktu maupun hari mencuit. Pada rentang waktu 23
Oktober 2019-14 Februari 2021, para menteri dominan mencuit di hari kerja. Jumlah cuitan terbanyak ada di hari Senin,
diikuti berurutan Rabu, Kamis, Jumat, dan Selasa. Sementara Minggu dan Sabtu
menjadi hari dengan intensitas mencuit paling rendah. Kendati, jika dibedah
lagi per akun ada pula yang cenderung mencuit di akhir pekan. Sementara itu, dari sisi bulan, intensitas
cuitan berfluktuasi dari tahun 2017-2021. Cuitan tertinggi terlihat pada
bulan Maret 2019. Hal ini wajar karena saat itu menjelang hari pemungutan
suara pada April 2019. Setelah itu, jumlah cuitan berangsur
menurun dengan titik terendah pada bulan Oktober 2019, saat persiapan
pelantikan dan penyusunan kabinet. Di bulan berikutnya hingga memasuki 2020
kembali naik kendati tetap berfluktuasi. Di tahun 2020, titik cuitan
terbanyak ada di bulan Juli. Konten
cuitan Dari sisi kuantitas, sampel 5.919 cuitan
pada 23 Oktober 2019-14 Februari 2021 menunjukkan menteri yang berkicau atau
mencuit dengan jumlah karakter terbanyak ialah Menkopolhukam Mahfud MD,
dengan rata-rata 251 karakter per cuitan. Sebagai catatan, jumlah karakter
maksimal dalam satu cuitan di Twitter ialah 280 karakter. Posisi kedua rata-rata cuitan yang panjang
ialah akun milik Sekretaris Kabinet Pramono Anung, yakni 226 karakter,
diikuti Menteri Perhubungan Budi Karya, yakni 218 karakter. Jumlah karakter
rata-rata tersingkat ialah 48 karakter, yakni akun milik Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo. Sementara itu, sisi konten, ada sejumlah
kata yang paling sering muncul saat cuitan dianalisis dengan pendekatan bag
of words. Setelah pelantikan menteri di Kabinet Indonesia Maju, 10 kata yang
paling sering muncul dicuitan akun para menteri ialah "Indonesia",
"desa", "masyarakat", "ekonomi",
"selamat", "nasional", "covid-19",
"kerja", "presiden", dan "pemerintah". Sebagian besar kata tersebut juga muncul
dengan repetisi tinggi di cuitan-cuitan pada kurun waktu 2017 hingga sebelum
pelantikan menteri. Kata yang baru mencuat di periode cuitan 23 Oktober
2019-14 Februari 2021 ialah "covid-19", "desa",
"ekonomi", dan "nasional". Apabila dilihat dari cuitan per menteri,
terlihat sedikit banyak terjadi pergeseran kata yang intensitasnya sering digunakan
oleh menteri tertentu. Ini terutama terlihat dari menteri yang menjabat di
periode 2014-2019, dan kemudian kembali terpilih menjadi menteri di Kabinet
Indonesia Maju. Intensitas munculnya kata yang spesifik
pada sektor yang ditangani menteri itu ikut berubah setelah menteri itu
menduduki pos yang baru. Ini misalnya terlihat dari akun Tjahjo Kumolo dan
Airlangga Hartarto. Tjahjo bergeser pos kementerian dari
Menteri Dalam Negeri menjadi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi. Sementara Airlangga dari Menteri Perindustrian menjadi
Menteri koordinator Bidang Perekonomian. Jika dilihat per akun menteri, kata-kata
yang sering muncul sedikit banyak memberikan gambaran soal latar belakang
kewenangan mereka. Dari cuitan akun Airlangga misalnya kata-kata yang sering
muncul “ekonomi”, “masyarakat”, “kerja”, “nasional”, “pandemi”, dan
“program”. Sementara itu, kata yang kerap muncul dari
cuitan Menpan RB Tjahjo Kumolo ialah “asn”, “pns”, dan “cpns” yang terkait
dengan ruang lingkup kerjanya sebagai menteri yang menangani birokrasi
negara. Dari bag or words atau analisis frekuensi
kata, terlihat sebagian cuitan para menteri itu sudah terkait dengan
aktivitas serta program yang mereka kerjakan. Namun, di sisi lain, sampel
juga menunjukkan bahwa cuitan yang mendapat perhatian paling besar dari para
pengguna Twitter, tidak terkait langsung dengan program kerja. Sebagai contoh, cuitan yang paling banyak
di-retweet ialah cuitan Pramono Anung yang membagikan cuitan dari ESPN
terkait kedatangan pemain basket LeBron di Los Angeles setelah meninggalnya
pemain basket AS Kobe Bryant. Cuitan pada 27 Januari 2020 itu di-retweet
26.184 kali. Selain itu, cuitan yang paling banyak
ditandai favorit ialah cuitan Prabowo pada 30 Oktober 2019. Akun Prabowo
mencuit “Kunjungan kerja ke Mabes TNI” yang disertai dengan foto-foto. Cuitan
itu ditandai favorit oleh 30.080 pengguna Twitter. Sementara itu, dilihat dari topik bahasan,
ekonomi menjadi yang paling banyak muncul dari korpus teks sampel cuitan 23
Oktober 2019-14 Februari 2021. Setelah itu dikuti topik pandemi Covid-19 dan
kesehatan, politik dan pemerintahan, serta lingkungan. Topik itu dihasilkan
dari pemodelan topik dengan menggunakan pendekatan seeded latent dirichlet
allocation. Apabila dipilah antara sebelum dan setelah
adanya temuan kasus Covid-19 pertama di Indonesia, pada 2 Maret 2020, terjadi
sedikit perubahan topik yang dibahas. Sebelum temuan kasus, topik ekonomi
paling tinggi, tetapi terpaut tipis dari isu politik dan pemerintahan. Tingginya isu politik pemerintahan ini
tidak terlepas dari adanya dinamika masa awal setelah pembentukan kabinet,
serta persiapan perhelatan Pilkada Serentak 2020. Selain itu juga ada isu
sosial dan lingkungan. Setelah ada temuan kasus Covid-19, topik
ekonomi tetap tinggi, tetapi disusul oleh isu pandemi Covid-19 dan kesehatan.
Topik politik pemerintahan turun ke posisi ketiga, diikuti isu sosial. Hal ini bisa dipahami karena topik-topik
tersebut terkait dengan upaya untuk mengatasi dampak kesehatan dari pandemi Covid-19
maupun dampak lainnya, yakni ekonomi dan sosial. Topik yang dibahas oleh para menteri
melalui cuitannya secara umum kontekstual dengan tantangan yang dihadapi
masyarakat. Hanya saja, pola interaksi pemegang akun para menteri itu dengan
pengguna Twitter yang relatif berbeda. Analisis data cuitan ini belum menyentuh
hal itu. Namun, secara anekdotikal, akun Menkopolhukam Mahfud MD dapat
dikatakan termasuk yang menerapkan pola komunikasi dua arah. Ia cukup sering
merespons cuitan dari pihak-pihak yang menanggapi cuitannya. Hal tersebut dapat menjadi contoh baik bagi
pejabat publik yang lain. Hanya saja, tidak dapat dipungkiri, pengguna
Twitter juga tidak seluruhnya mampu menggunakan Twitter dengan bijak. Ada
sebagian pengguna internet yang menggunakan Twitter untuk trolling personal
maupun lembaga, bukan mengarah pada komunikasi konstruktif. Namun, terlepas dari tantangan ini, pejabat
publik tetap perlu memaksimalkan semua potensi untuk “menyapa” dan menyerap
aspirasi dari masyarakat. Tony Tran dan Yael Bar-Tur dalam Social
Media in Government: Benefits, Challenges, and How It’s Used (2020) menyebut
secara umum ada dua tipe pengguna media sosial, yakni soapboxes (panggung
pidato), dan dinner parties (pesta makan malam). Pada tipe yang pertama, akun media sosial
fokus pada diri mereka, sehingga media sosial digunakan hanya untuk
menyebarkan pesan mereka tanpa terlibat dengan audiens. Sementara tipe yang
kedua, cenderung mengundang audiens untuk berdialog. “Pada akhirnya Anda mau menjadi tipe dinner
parties,” kata Tony dan Yael. Bagaimana menurut Anda? ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar