Penting
Segera Meningkatkan Surveilans Genomik Covid-19 Ki Cahyono Agus ; Ketua Umum Persatuan Keluarga Besar Tamansiswa; Guru Besar
UGM; Anggota Dewan Pendidikan DIY |
KOMPAS,
12 Maret
2021
Pandemi Covid-19 telah setahun menangguhkan
aktivitas bisnis, pembelajaran, ibadah, konser seni, festival, perjalanan,
olahraga, dan sebagainya. Kasus positif di seluruh dunia sekitar 110
juta, sedangkan di Indonesia 1,4 juta. Aktivitas di kantor, sekolah, dan
pusat bisnis harus berpindah di rumah. Namun, aktivitas dalam jaringan
(daring) masih penuh dengan keterbatasan sarana-prasarana, infrastruktur
teknologi informasi, kesiapan, pola pikir, variabilitas, kemampuan,
kompetensi, dan keterjangkauan yang belum memadai. Kehilangan
proses Bencana Covid-19 belum dapat diprediksi
kapan selesainya. Yang pasti adalah ketidakpastian, yang jelas justru adalah
ketidakjelasan. Kehilangan proses pembelajaran karena sekolah daring tatap
layar masih harus tetap dilakukan. Hal itu karena memaksakan tatap muka
justru berakibat fatal, dapat mengakibatkan tragedi kemanusiaan, bahkan
kematian. Namun, pembelajaran daring cenderung
diwarnai suasana monoton, membosankan, curang, tidak efektif, mudah capek,
trauma, fobia, stres, emosional, gangguan kejiwaan, nirsosial, dan depresi.
Kalau tidak ditangani, akan terlampiaskan secara negatif. Ekosistem dan atmosfer inovasi pembelajaran
daring tidak berkembang. Program pemerintah cenderung lebih fokus program
jangka panjang Merdeka Belajar, sedangkan problema nyata akibat Covid-19
tidak sepenuhnya ditangani efektif. Cenderung pasrah dengan keadaan, dengan
hanya menunda pembelajaran tatap muka sampai kondisi memungkinkan. Atau
menyediakan paket pulsa yang tak selalu terpakai, tidak efektif, dan sebagian
muspra. Inovasi dan kreativitas siswa yang justru
muncul ternyata cenderung berupa akal licik. Yang ikut kuliah daring ternyata
hanya gawainya, jawaban ujian ternyata hasil kerja sama spontanitas saling
contek. Pemerintah menoleransi dengan tidak perlu
menuntaskan capaian pembelajaran. Padahal, sistem jaminan mutu cenderung
lebih bersifat administratif, menuntut selalu adanya nilai yang bagus, bahkan
harus semakin bagus meski kadang tanpa kompetensi. Sertifikat, tanda penghargaan, nilai ujian,
dan ijazah dikhawatirkan bisa berpotensi dijualbelikan. Tampaknya, penilaian
eksternal dari enam lembaga internasional sebelumnya diperkirakan tetap akan
menilai paling rendah. Jargon bahwa setiap orang adalah guru,
setiap tempat adalah sekolah; dicomot begitu saja, sepotong-potong, tidak
utuh, dan cenderung untuk pembenaran saja. Padahal, harus merupakan kesatuan
utuh yang tidak boleh terpisahkan, dengan pemberdayaan 6M (man, money,
material, method, machine, management). Merdeka belajar yang bertanggung jawab
harus mampu mengembangkan out of the box, within the system. Program Nawacita
dan revolusi mental sebelumnya belum menunjukkan bentuk, proses, apalagi
hasilnya. Tuntutan Society 5.0 semakin tinggi, tetapi siswa semakin tidak
memenuhi kualifikasi. Bisnis yang sudah mapan saja banyak yang
bangkut, terjadi pemecatan dan pengangguran. Diperkirakan, 52,6 juta potensi
pekerjaan hilang karena globalisasi, disrupsi inovasi, dan akan diperparah
oleh pandemi. Digitasi, otomasi, dan kecerdasan buatan
mengubah komposisi pekerjaan menjadi 60 persen oleh mesin otomatis dan 30
persen digantikan mesin canggih. Inovasi dan kreativitas ”pembelajaran
kehidupan semesta” diperlukan agar tetap dapat mendidik otak, menghaluskan
hati nurani, dan menerampilkan tangan secara daring tetap menyenangkan. Adopsi
inovasi Pengguna internet Indonesia tercatat 202,6
juta, tetapi belum termanfaatkan secara positif dan optimal. Bahkan, lebih
banyak untuk media sosial, ngerumpi, penyebaran ujaran kebencian, fitnah,
hoaks, dan sebagainya. Padahal, masyarakat cenderung menyukai menggunakan
media sosial, bahkan ketagihan. Media ini bisa dipakai dengan konten
pendidikan berkebudayaan yang lebih menyenangkan. Media seni budaya untuk pengayaan
pembelajaran dapat berupa lagu, tembang, gambar, lukisan, komik, meme, puisi,
pantun, sastra, cerita, legenda, pertunjukan, drama, ketoprak, teater, film,
dan vlog. Di samping pembaruan model outbond,
pramuka, karang taruna, permainan lapangan, permainan tradisional, gim, media
digital, Youtube, Tiktok, web series, dan sebagainya. Augmented Reality Tembang Dolanan Anak
(ARTDA) merupakan contoh media pembelajaran berbasis budaya unggulan lokal
kekinian. Pemerintah, sekolah, guru, dan siswa
semestinya perlu banyak membuat adopsi inovasi sekaligus adaptasi dengan
pengembangan modul, kreator konten, dan media sosial. Hal itu agar
pembelajaran daring lebih bernuansa edu-tainment yang menyenangkan, mudah
dipahami, dan menstimulasi keinginan tahu lebih besar. Siswa sebagai subyek sekaligus obyek
sehingga didorong lebih aktif, bukan sekadar pasif. Modul terbimbing sebagai
acuan pembelajaran era pandemi dengan soko guru proses pembelajaran unggulan
perlu diperkaya dan disesuaikan. Menurut data statistik 2020, jumlah
penduduk Indonesia adalah 268,1 juta. Jumlah anak usia 0-9 tahun mencapai
47,58 juta dan usia 10-19 tahun adalah 45,35 juta jiwa. Anak-anak kader
Generasi Emas 2045 ini harus mendapat pendidikan unggulan secara
sungguh-sungguh. Jangan sampai berbalik menjadi bencana demografi yang
membebani Indonesia. Generasi emas diharapkan mampu berprestasi
tinggi mewujudkan bangsa Indonesia yang besar, maju, jaya, dan bermartabat.
Generasi dengan kompetensi, karakter, gaya hidup, nilai religius, dan
semangat juang unggulan. Juga memiliki sikap, pola pikir, konsep, dan
berperadaban unggul dengan wawasan yang cerdas, luas, mendalam, produktif,
kreatif, inovatif, dan futuristik sehingga menumbuhkan tanggung jawab dan
kontribusi nyata dalam mewujudkan alam semesta yang sehat, damai, bermartabat,
dan berkelanjutan seutuhnya. Metode SariSwara (melatih wirasa, wiraga,
wirama) ataupun Sistem Among (Among, Momong, Ngemong; Asah, Asih, Asuh)
merupakan salah satu ajaran Ki Hadjar Dewantara. Meskipun dikembangkan saat
zaman kolonial seabad lampau, hal itu tetap relevan pada zaman milenial,
dengan dilakukan pembaruan sesuai zamannya. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar