Renungan
Nyepi : Dari Penyadaran hingga
Covid-19 GPB Suka Arjawa ; Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Udayana |
KOMPAS,
13 Maret
2021
Hari Raya Nyepi tahun 2021 merupakan yang
kedua kalinya bagi masyarakat Indonesia, khususnya Hindu Bali,
melaksanakannya dalam situasi pandemi Covid-19. Apabila Nyepi dibaca dan ditafsirkan
sebagai sebuah perayaan yang sifatnya massal, Nyepi memberikan nilai, norma,
dan metode praktik untuk menekan serta mencegah penyebaran Covid-19. Paling tidak, Nyepi memberikan inspirasi
untuk itu. Ia memberikan penyadaran bahwa di dunia ini selalu ada hal baik
dan buruk, rwa-bhineda, tetapi dengan penyadaran bahwa manusia mampu
mengatasinya. Manusia dikodratkan untuk menghadapi tantangan dan mampu
mengatasinya. Penyadaran Secara tradisional, masyarakat Hindu Bali
memandang Nyepi adalah nilai dan kemudian norma yang mesti ditaati. Ia
dinyatakan sebagai amati geni, amati lelungaan, amati karya, dan amati
lelanguan. Dari konsepsi ini kemudian dikatakan bahwa saatnya masyarakat
untuk berdiam diri, istirahat total dari segala kegiatan. Namun, jika digali dalam konteks yang
modern, Nyepi sejatinya merupakan sumber daya besar yang menyadarkan dan kemudian
menggerakkan seluruh aktivitas sosial. Nyepi menggali sumber daya itu
manakala penyadaran sudah dapat dicapai. Kemudian, penyadaran diri akan dapat
dilakukan manakala kita berhenti total dari segala rutinitas. Pada hakikatnya, hidup manusia dibelenggu
dengan rutinitas sosial. Nyepi menjeda hal itu untuk memberi kesempatan raga
dan pikiran melakukan evaluasi diri. Dari titik ini sesungguhnya membaca Nyepi
mesti dimulai dari hari Pengerupukan, yang jatuh sehari menjelang hari Nyepi.
Hari Pengerupukan mempunyai peran signifikan untuk membimbing manusia
introspeksi, memandang ke dalam diri. Dalam pemahaman tradisional, hari
Pengerupukan dimaknai sebagai upaya mengusir makhluk jahat yang mengganggu
kehidupan. Masyarakat Hindu Bali memukul kentongan atau menimbulkan suara
bising agar kekuatan jahat itu menyingkir. Dalam konteks modern, momen itu merupakan
bentuk peringatan akan lingkungan dan penyadaran diri bahwa dunia ini penuh
dengan gangguan, penyakit, dan kotoran yang harus disingkirkan. Suara kentongan (keributan) tersebut
merupakan peringatan terhadap kekeliruan kita dalam mengelola diri dan
lingkungan, serta peringatan kepada sesama akan adanya bentuk-bentuk
kekeliruan dan adanya ancaman tersebut. Dalam kaitan dengan hari Nyepi, segala
kotoran tersebut harus dihapuskan setiap penutupan tahun untuk selanjutnya
membuka lembaran baru yang bersih. Karena itu, hari Pengerupukan merupakan
inspirasi bahwa pembersihan tersebut harus dilakukan manusia untuk dapat
memulai saat yang baru (tahun baru). Secara mikro, dapat kemudian ditafsirkan
bahwa kita harus membersihkan kotoran itu setiap sore hari agar setiap pagi
dapat bekerja kembali dengan baik. Atau, dapat dikatakan pembersihan kotoran
itu setiap jam agar suasana selalu bersih. Jika setiap unsur sosial mempunyai
kesadaran seperti itu, dunia akan terpelihara dengan bersih. Dalam konteks sumber daya, pembersihan yang
dilakukan pada hari Pengerupukan itu mendorong kontemplasi maksimal yang
dilakukan pada saat hari Nyepi. Hari ini adalah titik nol untuk memberikan
energi baru guna melaksanakan kehidupan yang lebih baik di hari selanjutnya. Inilah sumber daya yang akan mendorong cara
pandang yang jauh lebih bersemangat dan kemampuan mengontrol diri pada masa
mendatang. Pada konteks ini, Nyepi dapat dimaknai
sebagai inspirasi dalam kehidupan sosial sehari-hari. Sebagai sebuah
inspirasi, Nyepi dapat dikatakan tidak berlangsung setiap tahun. Kesadaran
dan pemupukan sumber daya itu terlalu lama jika harus menunggu setahun. Beberapa tahun lalu, penulis pernah
menuliskan bahwa Nyepi dalam praktik diri dapat berlangsung setiap bulan,
setiap hari, bahkan setiap jam. Maknanya orang memerlukan jeda waktu untuk
mengevaluasi diri sehingga dapat memulai sesuatu yang baru dengan semangat
yang lebih baik. Contoh Nyepi yang paling mudah adalah
ketika kita setiap jam mampu menyadarkan diri, memejamkan mata sesaat untuk
mengontrol diri terhadap emosi, lalu menjalankan tindakan baru di jam
berikutnya. Di sini, bukan hanya penyadaran yang akan
didapatkan, melainkan juga energi dari kesadaran yang lebih kuat. Nyepi
dan Covid-19 Sebagai sebuah sikap metodis, Nyepi
seharusnya punya sumbangan besar kepada dunia. Dari konteks itu, wabah Covid-19 merupakan
kegagalan pemerintah, negara, dan umat manusia untuk mendalami penyadaran:
bahwa dunia ini di samping memberikan hal-hal yang sifatnya positif, juga
dapat memberikan hal negatif apabila kita gagal menyelami makna sebuah
pembaruan. Covid-19 konon bermula dari sebuah pasar di
Wuhan, China, yang menurut berita kondisinya kotor di mana berbagai daging
mentah, bahkan dari unggas hidup, juga diperdagangkan di tempat tersebut. Ada
juga yang mengatakan wabah Covid-19 bermula dari sebuah kegagalan eksperimen
laboratorium. Konsepsi Pengerupukan memberi sumbangan
pemikiran bahwa Covid-19 adalah kotoran dunia, haruslah ada pengusiran atau
pembersihan dalam satu satuan waktu, untuk menjaga agar berbagai penyakit
tidak muncul dan menular dari wilayah itu. Dalam konteks penyebaran ke negara-negara
luar, suasana ribut dalam hari Pengerupukan dapat diinspirasikan bukan hanya
untuk mengusir kekotoran atau kekuatan jahat, melainkan juga sebagai sebuah
peringatan atau pesan kepada tetangga bahwa ada kekuatan negatif yang
mengancam sehingga negara-negara lain dapat siaga. Bahwa kemudian virus ini menyebar ke
mana-mana, menandakan negara yang mengalami korban besar telah gagal menjaga
diri terhadap peringatan tersebut. Hari Raya Nyepi bukan hanya sekadar
memberikan nuansa kontemplasi kepada umat manusia untuk sadar dengan
kekeliruan yang dilakukannya dan kemudian membentuk sumber daya baru
berdasarkan penyadaran. Dalam hal wabah Covid-19, juga memberikan contoh
nyata dalam tindakan. Dalam praktiknya, Nyepi dilakukan dengan
berdiam diri di rumah, tidak melakukan aktivitas dalam kehidupan sosial. Ini
merupakan sebuah pembelajaran bagi masyarakat untuk berdisiplin diam di
rumah. Jika masyarakat mampu melakukan penyepian,
diam di rumah dalam waktu dua minggu saja, wabah Covid-19 akan dapat ditekan. Apa artinya dua minggu jika kemudian keselamatan
dan kesehatan manusia dapat dijamin selama puluhan tahun ke depan? Harga
saham tidak akan anjlok jika dua minggu kita serempak di bumi ini untuk
menahan diri, tidak keluar, dan sudah tentu mempersiapkan segala perbekalan
selama dua minggu itu. Selamat Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1943. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar