Krisis
Pengangguran Usia Muda di Indonesia Astrid Ayu Bestari ; Koordinator Fungsi Seksi Statistik Sosial Badan Pusat
Statistik Kabupaten Timor Tengah Selatan |
KOMPAS,
30 Maret
2021
Bank Dunia memperkirakan, untuk satu dekade
ke depan, satu miliar penduduk muda akan mencoba memasuki pasar tenaga kerja,
tetapi kurang dari setengah dari mereka yang akan mendapatkan pekerjaan
formal. Hal ini menyebabkan mayoritas penduduk usia
muda, terutama yang berasal dari kelompok minoritas dan terpinggirkan, akan
menganggur. Kenaikan ketimpangan ekonomi dan tidak
memadainya kesempatan kerja yang tersedia berpotensi memberikan dampak
negatif bagi generasi muda di seluruh dunia. Menurut Sadono Sukirno (2007) dalam bukunya
Makroekonomi Modern, pengangguran adalah suatu keadaan di mana seseorang yang
tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan, tetapi belum bisa
memperolehnya. Pengangguran tercipta karena adanya
kesenjangan (gap) antara sisi penawaran dan permintaan di bidang lapangan
pekerjaan. Sebanyak apa pun tenaga kerja yang tersedia dan siap untuk
bekerja, kalau tak ada permintaan akan tenaga kerja, orang itu tidak bisa
bekerja. Youth unemployment adalah penduduk usia
muda, yaitu penduduk yang berusia 15-24 tahun menurut Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB), yang mencari pekerjaan, tetapi tidak dapat
memperolehnya. Sejatinya, pengangguran sendiri merupakan
masalah bagi sebuah negara, terutama pada masa pandemi Covid-19 ini, di mana
pengangguran muda kemudian secara cepat berkembang menjadi krisis global. Data Badan Pusat Statistik (BPS),
berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional, Agustus 2020, menunjukkan tingkat
penganggur umur muda di Indonesia sebesar 20,46 persen. Ini dapat diartikan
bahwa dari 100 penduduk usia 15-24 tahun yang termasuk angkatan kerja,
terdapat sekitar 20 orang yang menganggur. Selain itu, pangsa penganggur umur muda
terhadap total penganggur di Indonesia adalah 44,85 persen. Hal ini
menandakan hampir setengah dari seluruh penganggur di Indonesia berasal dari
kelompok umur muda. Adanya penduduk umur muda yang tidak
memiliki pekerjaan dalam jumlah yang besar akan berdampak negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi suatu negara. Penduduk umur muda, jika terus-terusan tidak
dapat memperoleh pekerjaan, dikhawatirkan akan mengganggu kesehatan mental. Penduduk kelompok umur ini cenderung akan
menjadi putus asa dan menyerah untuk mencari pekerjaan, merasa tidak mungkin
mendapatkan pekerjaan yang mereka inginkan. Banyak penelitian yang telah dilakukan
hingga saat ini menunjukkan efek pengangguran atau jobless pada awal karier
seseorang kemungkinan dapat menyebabkan efek jangka panjang pada prospek
pendapatan dan peluang kerja. Penduduk umur muda yang merasa putus asa,
terutama yang berasal dari keluarga dengan pendapatan rendah, lambat laun
akan kehilangan harapan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Penduduk kelompok umur ini akan kehilangan
kepercayaan diri untuk memperoleh pekerjaan layak sesuai dengan kemampuan, pada
akhirnya memilih berkompromi dengan pilihan pekerjaan yang tersedia untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Pilihan pekerjaan yang tersedia pada umumnya berada
di sektor informal atau pekerjaan dengan penghasilan rendah. Kelompok penduduk ini terancam masuk dalam
putaran ”perangkap kemiskinan” (poverty trap). Penduduk umur muda yang
berasal dari keluarga berpendapatan rendah kemudian bekerja pada sektor
informal yang menghasilkan pendapatan yang rendah juga, gagal memperbaiki
kualitas hidup dan terus hidup dalam kemiskinan. Dampak
Covid-19 Pandemi Covid-19 telah menimbulkan gangguan
parah pada ekonomi dan pasar tenaga kerja di seluruh dunia. Pada April 2020,
Bank Pembangunan Asia (ADB) memperingatkan bahwa pandemi akan mengancam
pekerjaan 68 juta pekerja di seluruh Asia jika wabah berlanjut hingga
September. Adanya pandemi Covid-19 juga menjadi salah
satu penyebab meningkatnya penganggur umur muda di Indonesia. Data BPS
menunjukkan peningkatan penganggur muda sebesar 2 persen di Indonesia antara
tahun 2019 dan 2020 (Sakernas). Suatu negara, jika stabilitas ekonominya
mulai memburuk, masalah pengangguran akan muncul dan dampak langsungnya dapat
diamati pada generasi muda yang biasanya menjadi yang pertama diberhentikan
dari pekerjaan. Berkaca dari krisis ekonomi sebelumnya,
krisis 2008, penduduk umur muda akan sulit untuk menemukan atau
mempertahankan pekerjaan akibat dianggap ”kurang pengalaman” di pasar tenaga
kerja karena kurangnya masa kerja mereka. ADB dan Organisasi Buruh Internasional
(ILO) dalam laporan mereka menyatakan bahwa krisis akan berdampak berbeda
pada penduduk umur muda, tergantung pada situasi mereka di pasar tenaga
kerja. ”Beberapa remaja akan menghadapi kesulitan
menyeimbangkan pendidikan dan pelatihan dengan kebutuhan untuk melengkapi pendapatan
keluarga. Yang lain akan menghadapi tantangan untuk mencari pekerjaan pertama
mereka di pasar tenaga kerja dengan permintaan yang sangat terbatas,”
demikian diungkapkan oleh kedua organisasi tersebut. ”Lebih banyak penduduk umur muda akan menghadapi
kesulitan dalam peralihan dari pekerjaan tidak tetap dan informal ke
pekerjaan yang layak. Dan semakin banyak penduduk umur muda yang tidak
bekerja atau tidak dalam pendidikan maupun pelatihan (NEET) mungkin semakin
terlepas dari pasar tenaga kerja,” demikian ditambahkan. Dampak pandemi Covid-19 pada pasar tenaga
kerja pada penduduk kelompok umur muda membutuhkan penanganan berskala besar
dan terarah. Banyak upaya telah dilakukan pemerintah
dalam upaya penanganan pengangguran, mulai dari pemberian stimulus bagi
pelaku usaha, subsidi upah, hingga penyediaan Kartu Prakerja. Salah satu
rekomendasi ILO adalah merancang program pasar tenaga kerja aktif yang tepat
sasaran. Ini termasuk menyediakan program subsidi
upah yang ditargetkan untuk penduduk umur muda, mendukung penduduk umur muda
dalam perencanaan pekerjaan dan bantuan pencarian kerja, memperluas akses
penduduk umur muda untuk mendapatkan kembali keterampilan dan peningkatan
keterampilan, dan berinvestasi dalam kewirausahaan penduduk kelompok umur
muda. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar