Gerakan
Sosial Jangan Sampai Layu Budiman Tanuredjo ; Wartawan Senior Kompas |
KOMPAS,
27 Maret
2021
Dua bulan setelah gerakan sosial
diwacanakan, embrio vaksinasi sebagai gerakan sosial mulai tampak. Di tengah
bayangan penolakan terhadap vaksinasi, dengan berbagai alasan medis, politis,
atau alasan lain, tampak kegairahan masyarakat dalam gerakan vaksinasi. Data Kementerian Kesehatan per Jumat, 26
Maret 2021, cakupan vaksinasi I dan II untuk tenaga kesehatan, pejabat
publik, dan lansia mencapai 10 juta orang. Memang masih jauh dari target
tercapainya kekebalan kelompok sebesar 181 juta orang. Butuh kerja keras
meningkatkan program vaksinasi. Ketersediaan vaksin, vaksinator, akurasi data
penerima, dan ketaatan pada KTP wilayah tertentu merupakan pekerjaan rumah
yang harus diselesaikan. Birokrasi berdasarkan KTP serta usia memang
sedikit merepotkan. Perlu ada gerakan dua milenial mengantar satu warga
lansia untuk disuntik vaksin bersama. Tak perlu dengan ketaatan berdasarkan
KTP administratif, tetapi berdasarkan domisili. Sebab, tak mungkin juga
seseorang divaksin berulang kali. Di berbagai tempat, ikhtiar masyarakat
sipil, kerja sama dengan pemerintah, mulai berjalan. Perusahaan berkolaborasi
dengan kementerian, pemerintah provinsi menggelar vaksinasi. Tempat ibadah,
pusat perbelanjaan, area terbuka dijadikan lokasi vaksinasi. Kawasan Balai
Kota Jakarta dan tempat lain juga dijadikan tempat vaksinasi. Kecakapan
pemimpin daerah akan ikut menentukan. Sepanjang minggu kedua-ketiga Maret
2021, suasana Gelora Bung Karno jauh berbeda. Kawasan yang biasanya digunakan
berolahraga dipenuhi lansia mengikuti program vaksinasi yang digelar BUMN. Di berbagai tempat, kelompok alumni
sekolah, di kompleks Kanisius Menteng, Santa Ursula Jalan Pos, di kawasan
Kemayoran, tempat ibadah, masjid dan gereja, digelar program vaksinasi. Kerja
sama erat antara pemerintah dan masyarakat sipil. Membanggakan. Seorang teman mengirim pesan dalam bahasa
Inggris, ”Every cloud has a silver lining (Setiap awan itu memiliki pendar
garis perak)”. Di tengah hiruk-pikuk isu politik kekuasaan—isu kudeta partai,
partai dinasti, pejabat korup, isu perpanjangan masa jabatan presiden,
pro-kontra impor beras—kolaborasi pemerintah dan masyarakat sipil menjadikan
vaksinasi sebagai gerakan sosial membanggakan. Meskipun di beberapa situasi agak chaotic
karena bertebaran hoaks vaksinasi, fenomena itu harus dipandang sebagai
kegairahan publik. Kegairahan publik terlibat aktif dalam vaksinasi.
Kegairahan masyarakat sipil bergerak bersama, saling menolong di masa
pandemi. Hal itu tecermin di banyak daerah. Itu adalah energi positif masyarakat sipil
harus terus dikelola. Shane Preuss, dalam tulisannya di The
Diplomat, 24 April 2020, mengungkap kebangkitan masyarakat sipil di masa
pandemi. Masyarakat punya daya tahan kuat, teruji dalam berbagai cobaan, dan
menimba pelajaran tentang betapa pentingnya kegotongroyongan dan menggalang
aksi tolong-menolong. Itu juga tecermin kegairahan soal vaksin gotong royong. Sayangnya, meminjam istilah esai Sindhunata
di harian Kompas, Sabtu, 20 Maret 2021, ”Jeritan Kematian Kala Pandemi”,
jeritan kematian akibat Covid-19 ditanggapi dengan fenomena politik tuli.
Sindhunata menulis, ”Sayangnya, politik kita seakan menutup telinga terhadap
jeritan kematian saat pandemi. Politik didangkalkan dengan remeh-temeh
persoalan yang tak kunjung padam. Politik kita jadikan arena pertikaian,
perebutan kekuasaan, perebutan kebenaran, yang disajikan lewat hujatan dan kebohongan.” Hiruk pikuk politik begitu dangkal,
menjemukan, dan menjengkelkan serta tidak ada hubungannya dengan masalah yang
diakibatkan karena pandemi. Ada kabar menteri korup membagi hasil korupsi
untuk menyewa apartemen staf pribadinya. Tingkat kepositifan yang belum aman,
tingkat kematian yang meningkat, jumlah penganggur yang meningkat, dan
kemiskinan yang bertambah. ”Demokrasi kita tidak boleh mengabaikan warga yang
tiba-tiba menjadi homo sacer. Sayang demokrasi kita jadi ajang elite politik
rebutan kekuasaan dan mencari keamanan dirinya sendiri.” Homo sacer diartikan
sebagai mereka yang kehilangan pekerjaan, penganggur atau kaum terpinggirkan
akibat pandemi. Sikap abai politisi DPR itu juga tampak
dalam program legislasi yang akan diselesaikan DPR hingga akhir 2024. Masih
ada 246 rancangan undang-undang yang akan dibahas. Seorang mantan menteri
mengirim pesan, katanya mau buat omnibus law, tetapi masih ada 246 RUU yang
akan dibahas. Pada 2021, masih ada 33 RUU yang akan dirampungkan. Namun,
tidak ada revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik yang diminta publik
dan bisa melindungi publik, dicabutnya RUU Pemilu yang bisa membatasi
hadirnya capres alternatif. Namun, muncul RUU Ibu Kota Negara yang
memfasilitasi pemindahan Ibu Kota. Tampak ada gap antara realitas masyarakat
dan langkah politik elite. Meskipun vaksinasi berkembang baik dengan
permasalahan, ancaman pandemi Covid-19 masih jauh dari selesai. Ketika data
historis menunjukkan setiap liburan panjang akan melonjakkan angka positif
Covid-19, putusan pemerintah meniadakan mudik Lebaran adalah putusan yang
menempatkan keselamatan rakyat sebagai hal utama. Gerakan sosial vaksinasi
membutuhkan kesatuan kebijakan yang luwes, tidak kaku, untuk memenangi perang
melawan pandemi. Politik kebijakan harus tetap menempatkan keselamatan warga
sebagai hal yang utama. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar