Minggu, 28 Maret 2021

 

Gerakan Sosial Jangan Sampai Layu

 Budiman Tanuredjo ;  Wartawan Senior Kompas

                                                        KOMPAS, 27 Maret 2021

 

 

                                                           

Dua bulan setelah gerakan sosial diwacanakan, embrio vaksinasi sebagai gerakan sosial mulai tampak. Di tengah bayangan penolakan terhadap vaksinasi, dengan berbagai alasan medis, politis, atau alasan lain, tampak kegairahan masyarakat dalam gerakan vaksinasi.

 

Data Kementerian Kesehatan per Jumat, 26 Maret 2021, cakupan vaksinasi I dan II untuk tenaga kesehatan, pejabat publik, dan lansia mencapai 10 juta orang. Memang masih jauh dari target tercapainya kekebalan kelompok sebesar 181 juta orang. Butuh kerja keras meningkatkan program vaksinasi. Ketersediaan vaksin, vaksinator, akurasi data penerima, dan ketaatan pada KTP wilayah tertentu merupakan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.

 

Birokrasi berdasarkan KTP serta usia memang sedikit merepotkan. Perlu ada gerakan dua milenial mengantar satu warga lansia untuk disuntik vaksin bersama. Tak perlu dengan ketaatan berdasarkan KTP administratif, tetapi berdasarkan domisili. Sebab, tak mungkin juga seseorang divaksin berulang kali.

 

Di berbagai tempat, ikhtiar masyarakat sipil, kerja sama dengan pemerintah, mulai berjalan. Perusahaan berkolaborasi dengan kementerian, pemerintah provinsi menggelar vaksinasi. Tempat ibadah, pusat perbelanjaan, area terbuka dijadikan lokasi vaksinasi. Kawasan Balai Kota Jakarta dan tempat lain juga dijadikan tempat vaksinasi. Kecakapan pemimpin daerah akan ikut menentukan. Sepanjang minggu kedua-ketiga Maret 2021, suasana Gelora Bung Karno jauh berbeda. Kawasan yang biasanya digunakan berolahraga dipenuhi lansia mengikuti program vaksinasi yang digelar BUMN.

 

Di berbagai tempat, kelompok alumni sekolah, di kompleks Kanisius Menteng, Santa Ursula Jalan Pos, di kawasan Kemayoran, tempat ibadah, masjid dan gereja, digelar program vaksinasi. Kerja sama erat antara pemerintah dan masyarakat sipil. Membanggakan.

 

Seorang teman mengirim pesan dalam bahasa Inggris, ”Every cloud has a silver lining (Setiap awan itu memiliki pendar garis perak)”. Di tengah hiruk-pikuk isu politik kekuasaan—isu kudeta partai, partai dinasti, pejabat korup, isu perpanjangan masa jabatan presiden, pro-kontra impor beras—kolaborasi pemerintah dan masyarakat sipil menjadikan vaksinasi sebagai gerakan sosial membanggakan.

 

Meskipun di beberapa situasi agak chaotic karena bertebaran hoaks vaksinasi, fenomena itu harus dipandang sebagai kegairahan publik. Kegairahan publik terlibat aktif dalam vaksinasi. Kegairahan masyarakat sipil bergerak bersama, saling menolong di masa pandemi. Hal itu tecermin di banyak daerah.

 

Itu adalah energi positif masyarakat sipil harus terus dikelola.

 

Shane Preuss, dalam tulisannya di The Diplomat, 24 April 2020, mengungkap kebangkitan masyarakat sipil di masa pandemi. Masyarakat punya daya tahan kuat, teruji dalam berbagai cobaan, dan menimba pelajaran tentang betapa pentingnya kegotongroyongan dan menggalang aksi tolong-menolong. Itu juga tecermin kegairahan soal vaksin gotong royong.

 

Sayangnya, meminjam istilah esai Sindhunata di harian Kompas, Sabtu, 20 Maret 2021, ”Jeritan Kematian Kala Pandemi”, jeritan kematian akibat Covid-19 ditanggapi dengan fenomena politik tuli. Sindhunata menulis, ”Sayangnya, politik kita seakan menutup telinga terhadap jeritan kematian saat pandemi. Politik didangkalkan dengan remeh-temeh persoalan yang tak kunjung padam. Politik kita jadikan arena pertikaian, perebutan kekuasaan, perebutan kebenaran, yang disajikan lewat hujatan dan kebohongan.”

 

Hiruk pikuk politik begitu dangkal, menjemukan, dan menjengkelkan serta tidak ada hubungannya dengan masalah yang diakibatkan karena pandemi. Ada kabar menteri korup membagi hasil korupsi untuk menyewa apartemen staf pribadinya. Tingkat kepositifan yang belum aman, tingkat kematian yang meningkat, jumlah penganggur yang meningkat, dan kemiskinan yang bertambah. ”Demokrasi kita tidak boleh mengabaikan warga yang tiba-tiba menjadi homo sacer. Sayang demokrasi kita jadi ajang elite politik rebutan kekuasaan dan mencari keamanan dirinya sendiri.” Homo sacer diartikan sebagai mereka yang kehilangan pekerjaan, penganggur atau kaum terpinggirkan akibat pandemi.

 

Sikap abai politisi DPR itu juga tampak dalam program legislasi yang akan diselesaikan DPR hingga akhir 2024. Masih ada 246 rancangan undang-undang yang akan dibahas. Seorang mantan menteri mengirim pesan, katanya mau buat omnibus law, tetapi masih ada 246 RUU yang akan dibahas. Pada 2021, masih ada 33 RUU yang akan dirampungkan. Namun, tidak ada revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik yang diminta publik dan bisa melindungi publik, dicabutnya RUU Pemilu yang bisa membatasi hadirnya capres alternatif. Namun, muncul RUU Ibu Kota Negara yang memfasilitasi pemindahan Ibu Kota.

 

Tampak ada gap antara realitas masyarakat dan langkah politik elite. Meskipun vaksinasi berkembang baik dengan permasalahan, ancaman pandemi Covid-19 masih jauh dari selesai. Ketika data historis menunjukkan setiap liburan panjang akan melonjakkan angka positif Covid-19, putusan pemerintah meniadakan mudik Lebaran adalah putusan yang menempatkan keselamatan rakyat sebagai hal utama. Gerakan sosial vaksinasi membutuhkan kesatuan kebijakan yang luwes, tidak kaku, untuk memenangi perang melawan pandemi. Politik kebijakan harus tetap menempatkan keselamatan warga sebagai hal yang utama. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar