Berbenah
Makna L Wilardjo ; Fisikawan, Pendekar Bahasa |
KOMPAS,
23 Maret
2021
Dalam wawancara di TV-One, Rabu, 20 Desember 2020, Duta Besar Republik
Indonesia di Selandia Baru Tantowi Yahya mengatakan (kira-kira): ”Ada desakan
dari sektor bisnis agar Selandia Baru mengendurkan lockdown dan membuka pintu
masuk/keluar, baik bagi WNA maupun bagi warga negaranya sendiri, tetapi
pemerintah tidak bergeming.” Yang dimaksudkan Pak Dubes, pemerintah Selandia
Baru bersikukuh tidak mau beringsut sedikit pun dari keputusannya
memberlakukan lockdown. Mungkin Tantowi Yahya salah-ucap. Maksudnya
mau mengatakan ”bergeming”, tetapi keseleo-lidah menjadi ”tidak bergeming”.
Bagi beliau, yang bertugas dan tinggal di Selandia Baru, salah-ucap tersebut
wajar terjadi sebab dalam bahasa Inggris, orang yang ”tidak mau bergeser dari
posisinya” itu doesn’t budge from one’s position, dan posisi di sini bisa berarti ’tempat’, bisa pula
berarti ’sikap’ atau ’keputusan'. Dulu saya juga mengira bahwa ”bergeming”
itu to budge. Baru setelah membuka
KBBI-IV, saya tahu bahwa ”bergeming”— dan bukan ”tidak bergeming”—yang
berarti 'tidak beringsut’ atau ’tidak bergeser’. Makna yang dibalik menjadi kosok-bali atau
lawan katanya itu juga pernah terjadi pada kata ”semena-mena”. Semula, ”tidak
semena-mena” berarti ”berat sebelah”, ”tidak mengindahkan hak orang lain”,
atau ”semau-maunya sendiri saja”. Di KUBI-V (Balai Pustaka, 1976) masih
tertulis begitu. Namun, di KBBI-IV, ”semena-mena” artinya sama
dengan ”sewenang-wenang”. Jadi arti ”semena-mena” di KUBI-V (1976) sudah
dibalik 180º di KBBI-IV (2008). Penyesuaian arti dan pencantuman arti yang
baru di dalam kamus standar itu mengikuti kebiasaan yang hidup dalam masyarakat
pengguna bahasa. Dan itu—pada hemat saya—baik. Dalam hal kosakata kita
sebaiknya bersikap deskriptif: masyarakat pengguna bahasa adalah raja! Seandainya makna ”bergeming” dibalik,
seperti ”semena-mena” yang sudah dibalik (di KBBI-IV), saya akan senang sebab
sesuai dengan cita rasa atau selera berbahasa saya. Namun, tentu saja saya tunduk kepada KBBI-IV.
Mengikuti kehendak masyarakat adalah demokratis. Seperti telah saya katakan,
tadi, dalam hal kosakata kita demokratis; kita bersikap deskriptif. Namun, dalam hal tata bahasa kita preskriptif,
mengikuti ”resep” atau preskripsi para munsyi yang memiliki otoritas, di
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Dengan begitu kita tidak merusak
bahasa kita. Ada lagi kata yang perlu dipertimbangkan
apakah maknanya sebaiknya dibalik atau tidak. Misalnya ”acuh”. Yang
bersepadan/bersinonim dengan ”cuek” itu ”tak acuh”-kah, atau ”acuh”? Semula
”cuek” berarti ”tak acuh” atau ”tidak memedulikan”, tetapi belakangan banyak
yang memakai ”acuh” sebagai padanan ”cuek”. ”Nyali” oleh masyarakat sekarang ini
dimaknai sebagai ”keberanian”. Namun,
”nyali” juga berarti ”ginjal”—kata Prof Dr Mien A Rifai (yang ada
sumbangannya pada penyusunan dan penyuntingan/editing KBBI). Barangkali ini
karena dalam bahasa Inggris ”keberanian” itu selain terjemahannya
courage/valor/bravery juga ada ”slang”-nya, yakni gut(s). Dan gut juga
berarti 'intestine', yang adalah ”organ-dalam”, ”jerohan”. Sebaiknya ”nyali” yang berarti ”ginjal”
kita jauhkan saja, atau bahkan kita buang. Kita lupakan saja. Biarlah ”nyali”
berarti ’keberanian’ saja. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar