Kamis, 18 Maret 2021

 

Para Perawat, Pejuang di Garis Depan Melawan Pandemi

 Nursalam  ;  Guru Besar Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga, Ketua PPNI dan Asosiasi Pendidikan Ners Indonesia Provinsi Jawa Timur

                                                        KOMPAS, 17 Maret 2021

 

 

                                                           

Pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung selama satu tahun di Indonesia telah menunjukkan angka kasus sebanyak 1,3 juta warga yang terkonfirmasi positif dan 36.325 kasus kematian, baik disertai komorbid maupun tidak.

 

Pertumbuhan jumlah kasus yang tinggi setiap harinya dan pernah mencapai angka 10.000 kasus baru dalam satu hari membuat Indonesia harus tetap memprioritaskan penanganan Covid-19.

 

Imbas utama dalam tingginya jumlah pasien terkonfirmasi positif adalah tingginya pula jumlah kasus positif pada tenaga kesehatan, sehingga banyak tenaga Kesehatan yang gugur dalam perjuangan melawan Covid-19.

 

Tingginya kasus konfirmasi pada tenaga kesehatan, paling tinggi menimpa tenaga keperawatan, karena para perawatlah yang paling banyak berinteraksi dengan pasien dan terus bekerja di garis paling depan dalam penanganan pandemi Covid-19 ini.

 

Bukan hanya tenaga kesehatan atau perawat yang bekerja di lingkungan Rumah Sakit di kota-kota besar yang turut menjadi korban pandemi. Mereka yang bertugas di lingkungan Puskesmas dan Rumah Sakit di daerah juga banyak yang terpapar Covid-19 akibat lemahnya penerapan sistem protokol kesehatan dan kesadaran masyarakat, sehingga rentan terjadi penularan Covid-19.

 

Data dampak pandemi Covid-19 dari Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI) pada tanggal 09 Maret 2021, menunjukkan sebanyak 5.484 perawat telah terkonfirmasi positif dan 272 perawat diantaranya meninggal dunia.

 

Jumlah tertinggi kasus perawat meninggal berada di wilayah Propinsi Jawa Timur yaitu sebanyak 106 perawat dari 3.088 perawat yang terkonfirmasi positif. Adapun tiga daerah teratas dimana terdapat korban jiwa mereka yang berprofesi perawat yaitu Kota Surabaya sebanyak 19 perawat, Kabupaten Sumenep dan Sidoarjo sebanyak 6 perawat dan Kabupaten Tulungagung sebanyak 5 perawat.

 

Sampai saat ini total santunan yang sudah diberikan sebanyak 105 perawat berasal dari DPW PPNI, 103 perawat dari DPP PPNI dan 19 dari Kemenkes RI. Santunan tersebut diberikan sebagai bentuk apresiasi dari dedikasi para perawat dalam menyelesaikan tugas perjuangan kemanusiaan selama pandemi Covid-19, sehingga mereka harus gugur dalam menunaikan tugas.

 

Satu tahun sudah pandemi berlangsung, masih tidak menurunkan semangat perjuangan perawat dalam memberikan dedikasi terbaik sebagai wujud sumpah profesi pada pelayanan keperawatan. Semangat untuk tetap sehat, Tangguh dan berjuang dalam kemanusiaan tetap tertanam dalam hati perawat yang tidak lelah berada di garis depan perjuangan melawan Covid-19.

 

Jumlah kasus yang terus bertambah tidak membuat mereka menyerah dan tetap sepenuh hati memberikan pelayanan perawatan terbaik untuk kesembuhan rakyat Indonesia.

 

Bagi perawat, meskipun banyak rekan bekerja mereka gugur dalam perjuangan, tidak membuat mereka gentar, sebaliknya terus bekerja dengan disiplin menjaga protokol kesehatan agar terhindar dari terpapar virus korona.

 

Selama satu tahun dalam melawan pandemi Covid-19 para perawat bukan hanya harus menjaga fisik mereka dari penularan, tetapi juga haru kuat secara mental menghadapi berbagai tekanan sosial, seperti penolakan, stigmatisasi dan berbagai sikap negatif dari masyarakat terhadap mereka yang membuat perjuangan semakin berat.

 

Penyebab penularan

 

Menilik dari data yang ada penyebab tingginya kasus penularan Covid-19 pada perawat. Pertama, penggunaan personal protective equipment (PPE) yang tidak adekuat, terutama mereka yang bertugas di daerah pelosok, karena minimnya PPE yang tersedia.

 

Kedua, frekuensi interaksi terhadap pasien Covid-19 lebih tinggi daripada tenaga kesehatan lain. Sehingga risiko mereka terpapar juga tinggi.  Tercatat banyak perawat yang berinteraksi lebih dari 10 jam dengan pasien.

 

Ketiga, perawat dengan komorbid yang dapat meningkatkan risiko keparahan Covid-19. Keempat, dishonest patient, inilah pasien yang membuat penularan banyak terjadi pada perawat, akibat tidak jujur, perawat yang memberikan asuhan akhirnya tertular virus yang dibawa oleh pasien.

 

Kelima, kluster keluarga, terutama keluarga yang tidak patuh dengan protokol kesehatan. Keenam, stigma sosial yang mereka alami dari masyarakat, sehingga menimbulkan tekanan psikologis pada perawat, akibatnya kondisi  perawat akan mengalami kondisi kesehatan yang memburuk.

 

New Normal

 

Pemberlakuan new normal harus sudah dipersiapkan oleh semua tatanan dan dipastikan sudah siap untuk: 1) Melakukan pencegahan penularan dan pemeriksaan kesehatan massal secara berkala; 2) Adanya sistem terpusat yang mencatat kasus, sehingga bisa dilakukan tracing dan tindak lanjut yang cepat; 3) Memastikan bahwa masyarakat pada risiko tinggi terlindungi dengan baik dan menekankan keselamatan individu; 4) Adanya sistim pengontrolan angka penyebaran Covid-19, terutama pada kluster yang tinggi; 5) Pengendalian terhadap bahaya imported case, sehingga tidak menambah penyebaran kasus di dalam negeri; dan 6) Melakukan pemberdayaan masyarakat sehingga berperan aktif bersama untuk menanggulangi penyebaran Covid-19.

 

Peran aktif institusi kesehatan sebagai wadah tenaga kesehatan bekerja sangat penting untuk menjamin keselamatan tenaga kerjanya. Pelaksanaan protokol kesehatan di tempat mereka bertugas harus dilaksanakan secara ketat. Pasien juga dipastikan jujur saat asesmen.

 

Institusi juga perlu untuk menyediakan dukungan kebutuhan dasar seperti nutrisi, vitamin dan suplemen untuk meningkatkan kekebalan tubuh. Selain itu perlu juga diperhatikan kebutuhan istirahat dan aktivitas petugas kesehatan, sehingga masa vakum tugas dan karantina di rumah perlu lakukan penggiliran rutin.

 

Kesejahteraan tenaga kesehatan juga penting diperhatikan, sehingga sebanding antara apa yang diberikan dan didapatkan, tidak ada pemberhentian kerja atau mengurangi hak-hak tenaga keperawatan, terutama perawat honorer.

 

Pelayanan yang diberikan perawat selama pandemi Covid-19 perlu mempertimbangka rasio antara kebutuhan tenaga dan pasien, jam kerja dan beban yang diterima, sehingga tidak menyebabkan workload dan bisa memunculkan burnout syndrome, yaitu fase benar-benar mengalami kelelahan yang sangat luar biasa.

 

Oleh karena itu, psychological burden juga penting untuk dicegah, pemberlakuan pekerjaan harus sesuai dengan kemanusiaan dan tidak menjadi sebuah siksaan. Stigmatisasi negatif yang berasal dari luar juga berisiko memunculkan dampak psikologis pada semua masyarakat yang kontak erat termasuk tenaga kesehatan.

 

Pandemi yang akan berlangsung cukup lama membutuhkan penguatan dari berbagai pihak. Sebagai tenaga kesehatan yang menjadi garda depan, perawat perlu saling menguatkan jika ada yang mulai merasa lelah dan menyerah. Saling menahan diri untuk tetap waspada dan memperhatikan protokol keselamatan, dan saling mendoakan untuk tetap diberikan kesehatan dan keikhlasan hati.

 

Perawat yang sedang berjuang menggenggam harapan, menyimpan impian dalam pikiran untuk kesembuhan dan kebahagiaan setiap insan, karena hati seorang perawat akan selalu menyala terang.

 

Perawat harus tetap berkiprah, meskipun dunia menyerah. Perawat harus tangguh, sehat dan terus menjalankan tugas kemanusiaan sebagai pengabdian terhadap nusa dan bangsa. Semoga Covid-19 secepatnya hilang dari bumi Indonesia. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar