Para
Perawat, Pejuang di Garis Depan Melawan Pandemi Nursalam ; Guru Besar Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga, Ketua PPNI dan Asosiasi Pendidikan Ners Indonesia
Provinsi Jawa Timur |
KOMPAS,
17 Maret
2021
Pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung
selama satu tahun di Indonesia telah menunjukkan angka kasus sebanyak 1,3
juta warga yang terkonfirmasi positif dan 36.325 kasus kematian, baik
disertai komorbid maupun tidak. Pertumbuhan jumlah kasus yang tinggi setiap
harinya dan pernah mencapai angka 10.000 kasus baru dalam satu hari membuat
Indonesia harus tetap memprioritaskan penanganan Covid-19. Imbas utama dalam tingginya jumlah pasien
terkonfirmasi positif adalah tingginya pula jumlah kasus positif pada tenaga
kesehatan, sehingga banyak tenaga Kesehatan yang gugur dalam perjuangan
melawan Covid-19. Tingginya kasus konfirmasi pada tenaga
kesehatan, paling tinggi menimpa tenaga keperawatan, karena para perawatlah
yang paling banyak berinteraksi dengan pasien dan terus bekerja di garis
paling depan dalam penanganan pandemi Covid-19 ini. Bukan hanya tenaga kesehatan atau perawat
yang bekerja di lingkungan Rumah Sakit di kota-kota besar yang turut menjadi
korban pandemi. Mereka yang bertugas di lingkungan Puskesmas dan Rumah Sakit
di daerah juga banyak yang terpapar Covid-19 akibat lemahnya penerapan sistem
protokol kesehatan dan kesadaran masyarakat, sehingga rentan terjadi
penularan Covid-19. Data dampak pandemi Covid-19 dari Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI) pada tanggal
09 Maret 2021, menunjukkan sebanyak 5.484 perawat telah terkonfirmasi positif
dan 272 perawat diantaranya meninggal dunia. Jumlah tertinggi kasus perawat meninggal
berada di wilayah Propinsi Jawa Timur yaitu sebanyak 106 perawat dari 3.088
perawat yang terkonfirmasi positif. Adapun tiga daerah teratas dimana
terdapat korban jiwa mereka yang berprofesi perawat yaitu Kota Surabaya
sebanyak 19 perawat, Kabupaten Sumenep dan Sidoarjo sebanyak 6 perawat dan
Kabupaten Tulungagung sebanyak 5 perawat. Sampai saat ini total santunan yang sudah
diberikan sebanyak 105 perawat berasal dari DPW PPNI, 103 perawat dari DPP
PPNI dan 19 dari Kemenkes RI. Santunan tersebut diberikan sebagai bentuk
apresiasi dari dedikasi para perawat dalam menyelesaikan tugas perjuangan
kemanusiaan selama pandemi Covid-19, sehingga mereka harus gugur dalam
menunaikan tugas. Satu tahun sudah pandemi berlangsung, masih
tidak menurunkan semangat perjuangan perawat dalam memberikan dedikasi
terbaik sebagai wujud sumpah profesi pada pelayanan keperawatan. Semangat
untuk tetap sehat, Tangguh dan berjuang dalam kemanusiaan tetap tertanam
dalam hati perawat yang tidak lelah berada di garis depan perjuangan melawan
Covid-19. Jumlah kasus yang terus bertambah tidak
membuat mereka menyerah dan tetap sepenuh hati memberikan pelayanan perawatan
terbaik untuk kesembuhan rakyat Indonesia. Bagi perawat, meskipun banyak rekan bekerja
mereka gugur dalam perjuangan, tidak membuat mereka gentar, sebaliknya terus
bekerja dengan disiplin menjaga protokol kesehatan agar terhindar dari
terpapar virus korona. Selama satu tahun dalam melawan pandemi
Covid-19 para perawat bukan hanya harus menjaga fisik mereka dari penularan,
tetapi juga haru kuat secara mental menghadapi berbagai tekanan sosial,
seperti penolakan, stigmatisasi dan berbagai sikap negatif dari masyarakat
terhadap mereka yang membuat perjuangan semakin berat. Penyebab
penularan Menilik dari data yang ada penyebab tingginya
kasus penularan Covid-19 pada perawat. Pertama, penggunaan personal
protective equipment (PPE) yang tidak adekuat, terutama mereka yang bertugas
di daerah pelosok, karena minimnya PPE yang tersedia. Kedua, frekuensi interaksi terhadap pasien
Covid-19 lebih tinggi daripada tenaga kesehatan lain. Sehingga risiko mereka
terpapar juga tinggi. Tercatat banyak
perawat yang berinteraksi lebih dari 10 jam dengan pasien. Ketiga, perawat dengan komorbid yang dapat
meningkatkan risiko keparahan Covid-19. Keempat, dishonest patient, inilah
pasien yang membuat penularan banyak terjadi pada perawat, akibat tidak
jujur, perawat yang memberikan asuhan akhirnya tertular virus yang dibawa
oleh pasien. Kelima, kluster keluarga, terutama keluarga
yang tidak patuh dengan protokol kesehatan. Keenam, stigma sosial yang mereka
alami dari masyarakat, sehingga menimbulkan tekanan psikologis pada perawat,
akibatnya kondisi perawat akan
mengalami kondisi kesehatan yang memburuk. New
Normal Pemberlakuan new normal harus sudah
dipersiapkan oleh semua tatanan dan dipastikan sudah siap untuk: 1) Melakukan
pencegahan penularan dan pemeriksaan kesehatan massal secara berkala; 2)
Adanya sistem terpusat yang mencatat kasus, sehingga bisa dilakukan tracing
dan tindak lanjut yang cepat; 3) Memastikan bahwa masyarakat pada risiko
tinggi terlindungi dengan baik dan menekankan keselamatan individu; 4) Adanya
sistim pengontrolan angka penyebaran Covid-19, terutama pada kluster yang
tinggi; 5) Pengendalian terhadap bahaya imported case, sehingga tidak
menambah penyebaran kasus di dalam negeri; dan 6) Melakukan pemberdayaan
masyarakat sehingga berperan aktif bersama untuk menanggulangi penyebaran
Covid-19. Peran aktif institusi kesehatan sebagai
wadah tenaga kesehatan bekerja sangat penting untuk menjamin keselamatan
tenaga kerjanya. Pelaksanaan protokol kesehatan di tempat mereka bertugas
harus dilaksanakan secara ketat. Pasien juga dipastikan jujur saat asesmen. Institusi juga perlu untuk menyediakan
dukungan kebutuhan dasar seperti nutrisi, vitamin dan suplemen untuk
meningkatkan kekebalan tubuh. Selain itu perlu juga diperhatikan kebutuhan
istirahat dan aktivitas petugas kesehatan, sehingga masa vakum tugas dan
karantina di rumah perlu lakukan penggiliran rutin. Kesejahteraan tenaga kesehatan juga penting
diperhatikan, sehingga sebanding antara apa yang diberikan dan didapatkan,
tidak ada pemberhentian kerja atau mengurangi hak-hak tenaga keperawatan,
terutama perawat honorer. Pelayanan yang diberikan perawat selama
pandemi Covid-19 perlu mempertimbangka rasio antara kebutuhan tenaga dan
pasien, jam kerja dan beban yang diterima, sehingga tidak menyebabkan
workload dan bisa memunculkan burnout syndrome, yaitu fase benar-benar
mengalami kelelahan yang sangat luar biasa. Oleh karena itu, psychological burden juga
penting untuk dicegah, pemberlakuan pekerjaan harus sesuai dengan kemanusiaan
dan tidak menjadi sebuah siksaan. Stigmatisasi negatif yang berasal dari luar
juga berisiko memunculkan dampak psikologis pada semua masyarakat yang kontak
erat termasuk tenaga kesehatan. Pandemi yang akan berlangsung cukup lama
membutuhkan penguatan dari berbagai pihak. Sebagai tenaga kesehatan yang
menjadi garda depan, perawat perlu saling menguatkan jika ada yang mulai
merasa lelah dan menyerah. Saling menahan diri untuk tetap waspada dan
memperhatikan protokol keselamatan, dan saling mendoakan untuk tetap
diberikan kesehatan dan keikhlasan hati. Perawat yang sedang berjuang menggenggam
harapan, menyimpan impian dalam pikiran untuk kesembuhan dan kebahagiaan
setiap insan, karena hati seorang perawat akan selalu menyala terang. Perawat harus tetap berkiprah, meskipun
dunia menyerah. Perawat harus tangguh, sehat dan terus menjalankan tugas
kemanusiaan sebagai pengabdian terhadap nusa dan bangsa. Semoga Covid-19
secepatnya hilang dari bumi Indonesia. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar