Senin, 22 Maret 2021

 

Masa Depan Relasi Bank dan Tekfin

 Munawar Kasan  ;  Deputi Direktur di Otoritas Jasa Keuangan

                                                        KOMPAS, 19 Maret 2021

 

 

                                                           

Awalnya, banyak orang menganggap kehadiran industri teknologi finansial/tekfin (financial technology/fintech) menjadi ancaman bagi industri perbankan. Kenyataannya tidak demikian. Industri tekfin justru jadi pendorong akselerasi perbankan menuju digitalisasi.

 

Survei global UBS (Juli 2016) mengonfirmasi 38 persen perbankan melakukan kerja sama dengan tekfin. Hasil riset Suprun, Petrishina, dan Vasylchuk (2020) juga menyatakan bahwa lembaga keuangan tradisional dan tekfin tidak ditakdirkan bersaing, tetapi bekerja sama.

 

Industri tekfin berjenis peer-to-peer lending (P2PL) atau pinjaman daring memiliki kesamaan dengan perbankan, yakni memberikan pinjaman. Perbedaannya, posisi perusahaan P2PL hanya sebagai platform. Uang yang dipinjamkan adalah milik pemberi pinjaman (lender) yang tidak masuk dalam perhitungan aset platform P2PL. Risiko kredit ada pada lender, berbeda dengan transaksi kredit di perbankan.

 

Sejak diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhir tahun 2016, industri P2PL berkembang sangat pesat. Tiap tahun, pertumbuhannya sangat tinggi. Tahun 2020, penyaluran pinjaman Rp 74,41 triliun (naik 26,47 persen year on year).

 

Kehadiran industri P2PL adalah untuk turut menambal kesenjangan kebutuhan pendanaan yang tak dapat dipenuhi industri keuangan tradisional. Alasan lain adalah banyaknya UMKM yang tidak mampu mengakses perbankan (unbankable). Pangsa pasar P2PL berbeda dengan bank.

 

Dua alasan historis ini menjustifikasi bahwa P2PL bukan pesaing bank. Dalam dua tahun terakhir, marak tumbuh kerja sama antara P2PL dan perbankan. Platform P2PL memiliki kekhususan keahlian dalam penyaluran pinjaman ke masyarakat bawah. Di sisi lain, bank butuh menyalurkan kredit ke UMKM.

 

Dengan memanfaatkan kemampuan platform P2PL dalam melakukan credit scoring menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelligence), bank dapat lebih percaya diri dan penyaluran kreditnya lebih cepat. Bagi platform P2PL, posisi bank sebagai lender membantu mempercepat penyaluran pinjaman tanpa harus menunggu terkumpulnya dana pinjaman dari lender publik.

 

Hingga akhir 2020 tercatat ada 77 rekening lender perbankan di platform P2PL Indonesia. Nilai pinjaman yang disalurkan mencapai Rp 1,46 triliun. Semua transaksi P2PL tersebut menggunakan fasilitas yang disediakan perbankan, yakni akun virtual dan escrow account.

 

Dengan jumlah akun pengguna P2PL sebanyak 44,28 juta, sebagian adalah konsumen baru di akun perbankan.

 

Secara tidak langsung, perbankan juga sudah terlibat dalam bisnis P2PL. Melalui beberapa anak usahanya berupa modal ventura, beberapa perbankan telah menjadi pemegang saham platform P2PL.

 

Tren kolaborasi

 

Fase awal kolaborasi kedua industri ditandai dengan penggunaan fasilitas perbankan untuk transaksi P2PL, posisi perbankan sebagai lender, dan dukungan modal melalui anak usaha bank (modal ventura).

 

Ke depan akan banyak hal yang bisa dikolaborasikan. Keduanya mendapatkan nilai tambah yang diarahkan pada perluasan pangsa pasar dan pemanfaatan potensi secara optimal.

 

Pertama, pelimpahan kebutuhan pinjaman ke bank. Ketika UMKM berhasil naik kelas, platform P2PL tak lagi mampu mendanai kebutuhannya yang membesar karena pinjaman platform P2PL dibatasi maksimum Rp 2 miliar. UMKM akan mencari pendanaan (tambahan) ke perbankan. Rekam jejak UMKM di industri P2PL menjadi informasi berharga bagi bank untuk menyalurkan kreditnya secara langsung.

 

Kedua, pemanfaatan data kualitas kredit/pinjaman. Industri perbankan dan industri jasa keuangan lain sudah memanfaatkan data kualitas kredit. Industri P2PL memiliki data pinjaman yang unik, yakni tenor pinjaman pendek, transaksi sering dan berulang, dan nilainya kecil.

 

Data riil peminjam dari kalangan masyarakat bawah ada di industri P2PL. Ke depan perlu diarahkan untuk saling memanfaatkan data untuk memperkaya data industri keuangan. Tentu saja harus tunduk pada peraturan OJK dan ketentuan perlindungan data pribadi. Pemanfaatan basis data ini akan meningkatkan kualitas penyaluran kredit/pinjaman pada industri masing-masing.

 

Ketiga, platform P2PL dan perbankan dapat saling memanfaatkan ekosistem mereka. Kesuksesan platform P2PL sangat ditentukan oleh seberapa mampu mereka mengeksplorasi ekosistem. Di sisi lain, perbankan dapat memanfaatkan P2PL untuk memperluas basis konsumen melalui model referral.

 

Pangsa pasar lebih luas akan lebih mudah diciptakan oleh kedua industri melalui optimalisasi pemanfaatan ekosistem. Menurut McKinsey (2020), sebanyak 30 persen pendapatan global di tahun 2025 bakal dibangkitkan dari ekosistem.

 

Bagi platform P2PL, kolaborasi dengan bank akan menaikkan reputasi dan kepercayaan publik. Keahlian dalam pemberian kredit dan kehati-hatian industri perbankan juga dapat ditularkan ke industri P2PL pada level tertentu. Industri perbankan yang lekat dengan pendekatan prudensial tentu harus terus mengefektifkan manajemen risiko dalam kerja sama ini.

 

Perbankan telah merambah perbankan digital. Namun, kerja sama bank dengan platform P2PL akan terus berlanjut. Terlebih makin bertambahnya jumlah P2PL berstatus berizin dan adanya panduan kerja sama BPR dengan tekfin. Alih-alih bersaing, keduanya justru menguatkan sinergi. Ujungnya adalah nilai tambah buat kedua industri dan layanan lebih baik untuk nasabah. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar