Jumat, 26 Maret 2021

 

Al Nasser Salah Ad-Din

 Jaya Suprana ;  Pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan

                                                          TIRTO, 23 Maret 2021

 

 

“Dalam film bertumpu pada novel Naquin Mahfudz itu saya disadarkan bahwa Islam tidak selalu identik Arab. Cukup banyak Arab bukan Muslim, tetapi Nasrani, seperti tokoh Issa sebagai patih terkemuka Saladin.”                                                        

 

 

Semula saya enggan menonton film Al Nasser Salah Ad-Din produksi Mesir akibat kuatir film tersebut hanya memberhalakan Saladin.

 

Namun setelah mengetahui bahwa skenario kisah film tersebut disusun berdasar sebuah novel Naguin Mahfouz yang memperoleh anugrah Nobel untuk kesusasteraan maka akhirnya saya mencoba untuk menyimak film kolosal yang disutradarai Youssef Chahine.

 

Ternyata film Mesir tersebut beda dari film garapan Holywood dengan orientasi pemikiran sentris Barat dan Nasrani maupun kapitalisme yang lambat laun mulai membosankan saya.

 

Dari film produksi Mesir sebagai negara dengan mayoritas populasi Muslim miminal saya bisa memperoleh wawasan baru yang dipandang dengan perspektif baru terhadap Saladin sebagai pahlawan yang berjaya merebut kembali Jerusalem dari kekuasaan Nasrani dan Eropa Barat.

 

Dari Al Nasser Sallah Ad Din juga memperoleh informasi bahwa Saladin melanjutkan warisan toleransi Nabi Muhammad S.A.W terhadap umat Yahudi dan Nasrani yang diberi kebebasan beribadah di Jerusalem.

 

Warisan kearifan adiluhur yang sampai masa kini masih dipertahankan di kawasan segitiga Tembok Ratapan, Masjid Al Aqsa dan Ecclesia Sancti Sepulchri.

 

Dalam film bertumpu pada novel Naquin Mahfudz itu saya disadarkan bahwa Islam tidak selalu identik Arab. Cukup banyak Arab bukan Muslim, tetapi Nasrani, seperti tokoh Issa sebagai patih terkemuka Saladin.

 

Juga Saladin sama sekali tidak setuju penganiayaan apalagi pembunuhan terhadap para tawanan perang yang merupakan dasar Perjanjian Jenewa yang berlaku sampai masa kini. Saladin bahkan membantu menyembuhkan lawan bebuyutannya yaitu Richard the Lionheart ketika terluka di medan pertempuran.

 

Namun sanubari saya terharu-biru oleh adegan dalam film Al Nasser Salah Ad-Din pada saat tentara Richard The Lionheart mengepung Yerusalem pada malam hari menjelang Hari Natal, para serdadu Saladin yang Muslim mengucapkan Selamat Hari Natal kepada serdadu Saladin yang Nasrani, sementara para umat Nasrani di dalam kota Jerusalem berpadu-suara menyanyikan lagu-lagu Natal yang disambut oleh tentara Richard sang Hati Singa di luar dinding kota Jerusalem ikut menyanyikan lagu-lagu Natal yang sama.

 

Di samping mengharukan, adegan toleransi antar umat beragama itu juga menyayat lubuk sanubari sebab..sungguh mujur-tak-diraih-malang-tak-ditolak..adegan mengharukan tersebut tidak lanjut terjadi  di kawasan Timur Tengah masa kini. ●

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar