Rabu, 17 Maret 2021

 

”Virus” Sepeda di Tengah Wabah Virus Covid-19

 Jannes Eudes Wawa  ; Wartawan harian Kompas 1997-2019

                                                        KOMPAS, 16 Maret 2021

 

 

                                                           

Di dunia persepedaan, serangan wabah Covid-19 bukan semata tragedi yang memilukan. Covid-19 justru menjadi momentum kebangkitan dunia sepeda di tengah kepahitan akibat pembatasan sosial dan aktivitas ekonomi. Warga semakin giat bersepeda, permintaan sepeda pun melonjak tajam.

 

Hingga awal Maret 2021, tercatat sekitar 2,5 juta penduduk dunia meninggal akibat serangan Covid-19. Setiap hari korban terus berjatuhan. Namun, hingga kini belum ditemukan obat yang efektif untuk menangkal wabah tersebut.

 

Salah satu cara untuk menekan dan mengendalikan laju penyebaran wabah Covid-19 adalah vaksinasi. Sejak pertengahan Januari 2021, Indonesia mulai melakukan vaksinasi Covid-19. Mereka yang didahulukan mendapat vaksin adalah tenaga kesehatan, warga lanjut usia (lansia), tenaga pendidik, pelayan publik, tokoh agama, pejabat pemerintah, aparatur sipil negara, pekerja media, lalu masyarakat umum.

 

Hingga 14 Maret 2021 tercatat 4,02 juta orang telah mendapat suntikan pertama vaksin. Jumlah ini baru sekitar 2,2 persen dari target nasional sebanyak 181.554.465 penduduk. Jumlah yang telah mendapatkan suntikan kedua sebanyak 1,46 juta orang. Presiden Joko Widodo menginginkan vaksinasi tuntas dalam setahun sehingga roda ekonomi bisa bergerak lebih cepat.

 

Sejak merebak wabah Covid-19, kegiatan ekonomi lumpuh. Aktivitas perkantoran dan bisnis kemudian umumnya dilakukan dari rumah atau melalui daring. Produktivitas merosot tajam. Di mana-mana terjadi pengurangan tenaga kerja.

 

Sebaliknya, dunia sepeda mengalami kemajuan signifikan. Selama April-Desember 2020, pertumbuhan sepeda di seluruh dunia mencapai 4-6 kali lipat dibandingkan dengan sebelum pandemi.

 

Kenaikan paling signifikan terjadi April dan Mei 2020. Misalnya, di Indonesia terjadi peningkatan penjualan hingga 10 kali lipat dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019. Semua stok di gudang dikeluarkan untuk memenuhi permintaan yang begitu luar biasa. Antusiasme yang tinggi ini di luar dugaan sehingga pelaku industri sepeda pun kelabakan.

 

Akibatnya, harga di pasaran melonjak gila-gilaan di luar batas kewajaran. Berapa pun harga yang ditawarkan selalu terjual. Toko-toko sepeda sempat kehabisan stok selama beberapa bulan. Bengkel sepeda tidak pernah sepi. Pendapatan mereka meroket.

 

Asosiasi Industri Persepedaan Indonesia (AIPI) menyebutkan, penjualan sepeda di Indonesia pada 2020 mencapai lebih kurang 8 juta unit, meningkat sekitar empat kali lipat dibandingkan dengan  tahun 2019. Dari 8 juta unit tersebut, sebanyak 3 juta-3,5 juta unit di antaranya merupakan produksi dalam negeri. Selebihnya impor dari Taiwan, China, dan lainnya.

 

Hal menarik lainnya, penjualan sepeda itu mengalahkan penjualan sepeda motor. Selama tahun 2020, penjualan sepeda motor sebanyak 4.361.008 unit, dengan 3.660.616 unit di antaranya merupakan penjualan domestik, sisanya untuk ekspor. Jumlah penjualan ini turun 43,57 persen ketimbang tahun 2019 yang mencapai 6.487.460 unit.

 

Lebih mengagetkan lagi, data Badan Pusat Statistik menunjukkan, ekspor sepeda Indonesia Januari-November 2020 meningkat 27,52 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019. Nilainya mencapai 103,37 juta dollar AS. Kontribusi terbesar disumbangkan oleh jenis sepeda balap sebesar 32,85 persen, sedangkan jenis sepeda lainnya sebesar 30,6 persen.

 

Negara tujuan ekspor, antara lain, adalah Inggris, Australia, Denmark, Swedia, Kanada, Belanda, Singapura, Malaysia, dan Jepang. Ekspor ini dimaklumi sebab ada sejumlah pabrik sepeda Indonesia yang telah dipercaya memproduksi sejumlah merek terkenal di Eropa dan Amerika Serikat.

 

”Event” mandek

 

Akan tetapi, rupanya semangat bersepeda yang tinggi di kalangan masyarakat setahun belakangan tidak lantas membuat mereka bersedia mengikuti event sepeda yang ditawarkan penyelenggara. Pandemi menjadi penyebabnya. Akibatnya, nyaris tidak ada event besar diselenggarakan, seperti touring jarak jauh atau touring sehari yang melibatkan ratusan orang.

 

Sejumlah event besar yang telah disiapkan matang untuk digelar tahun 2020 terpaksa dibatalkan atau ditunda mengingat kasus Covid-19 terus meningkat. Ada pula yang tetap digelar, tetapi dengan jumlah peserta sangat terbatas dan pemberlakuan protokol kesehatan yang ketat.

 

Yang masih bisa berjalan hanyalah kegiatan-kegiatan kecil dengan sedikit peserta dalam kelompok terbatas, seperti gowes sambil berkemah (bike camp) atau gowes bareng. Kegiatan ini lebih bertujuan menjaga relasi antarpesepeda atau antara penyelenggara event dengan komunitas pesepeda. Banyak pesepeda masih takut mengikuti kegiatan bersepeda berskala massal.

 

Saya teringat ketika sebuah penyelenggara kegiatan hendak menggelar acara bersepeda dan kemping (bike camp) di Hutan Wisata Bukit Waruwangi, Kabupaten Serang, Banten, pada 17-18 Oktober 2020. Saat dibuka pendaftaran pada awal Agustus 2020, peminatnya mencapai 130 orang.

 

Akan tetapi, pada akhir Agustus 2020, kasus harian positif Covid-19 tiba-tiba melonjak tajam melewati 3.000 orang per hari. Akibatnya, satu demi satu calon peserta mengundurkan diri. Setelah itu, diberlakukan kembali pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di DKI Jakarta dan sekitarnya. Bertambah lagi yang membatalkan keikutsertaan sehingga hanya menyisakan 58 peserta.

 

Mulai lesu

 

Memasuki tahun 2021, transaksi sepeda melesu. AIPI memprediksi, permintaan sepeda pada 2021 tidak akan sekencang tahun 2020. Bahkan, diperkirakan terjadi penurunan 5-8 persen.

 

Ada sejumlah asumsi. Salah satunya, kesibukan masyarakat yang kembali meningkat dalam beberapa bulan terakhir demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.

 

Pemicu lain, adanya peningkatan kasus harian positif Covid-19, curah hujan, dan penurunan daya beli. Sepeda pun tidak lagi menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi seperti pada awal pandemi. Lebih dari itu, orang Indonesia dikenal sebagai masyarakat ”pembosan”.

 

Pekan lalu saya sengaja mendatangi dua bengkel sepeda di kawasan Pondok Indah, Jakarta, dan di Jatiwarna, Kota Bekasi, dalam hari yang berbeda. Kedua bengkel itu pengunjungnya berjubel pada masa booming sepeda.

 

Tiap hari minimal 10 sepeda laku terjual. Belum lagi permintaan servis, perawatan, dan pembelian peralatan sepeda. Pegawainya nyaris tidak punya waktu istirahat selama siang hingga sore hari.

 

Kini, suasananya bertolak belakang. Selama seminggu sepeda yang laku terjual tidak lebih dari lima unit. Permintaan servis atau perawatan pun jarang. Kalaupun ada, hanya sekitar 10 pengunjung per hari.

 

Bagaimana selanjutnya?

 

Hingga kini kasus harian positif Covid-19 masih tinggi. Data pada 31 Januari 2021 sempat mencatat rekor tertinggi sebanyak 14.518 orang. Namun, dalam dua pekan terakhir, kasus positif cenderung turun. Pada 13 Maret 2021 sebanyak 4.607 orang, dan sehari setelahnya tercatat 4.714 kasus positif.

 

Melihat perkembangan kasus positif Covid-19 dalam beberapa pekan terakhir dapat dikatakan telah terjadi penurunan yang signifikan. Kita berharap kondisi ini terus membaik seiring makin banyaknya masyarakat yang mengikuti vaksinasi dan tetap mematuhi protokol kesehatan.

 

Lalu, timbul pertanyaan, apa yang perlu dilakukan para pesepeda setelah virus korona baru ini berkurang atau terkendali? Pertanyaan ini penting sebab antusiasme bersepeda selama pandemi Covid-19 merupakan fenomena yang belum pernah terjadi sebelumnya. Virus bersepeda menyebar ke mana-mana dan menjangkiti semua lapisan masyarakat.

 

Sebagai makluk sosial, pesepeda pun pasti bosan jika setiap akhir pekan bersepeda di rute atau di kawasan yang sama. Mereka pasti menginginkan suasana baru dengan tantangan baru untuk menguji kemampuan sekaligus relaksasi psikis.

 

Suasana baru tersebut dapat diperoleh, antara lain, dengan mengikuti event-event sepeda yang ditawarkan penyelenggara, seperti touring sehari, dua hari, tiga hari atau lebih. Kegiatan lain, bersepeda sambil berkemah (bike camp), touring dengan pembatasan waktu, dan aneka macam kegiatan bersepeda lainnya.

 

Di tengah keterbatasan, para penyelenggara event bersepeda telah menyiapkan sejumlah kegiatan sebagai bagian dari inovasi dan adaptasi terhadap pandemi. Tujuannya, menghidupkan wisata olahraga guna menggerakkan ekonomi masyarakat.

 

Untuk itu, dibutuhkan kolaborasi dan sinergi dengan semua elemen terkait, termasuk perusahaan swasta dan badan usaha milik negara (BUMN), agar kegiatan berwisata melalui sepeda berjalan lancar dan memberikan hasil optimal. Di sinilah peran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dinantikan untuk memadukan simpul-simpul yang ada agar saling menopang dan menghidupkan. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar